Tom Lembong Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula

Tom Lembong, kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus impor gula pada tahun 2015

30 Oct 2024 - 09:02
Tom Lembong Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula
Penampakan Tom Lembong berbaju tahanan Kejagung sesuai menjadi tersangka kasus impor gula di Kejagung, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024. (Foto: Beritasatu.com/Ilham Oktafian)

Suarajatimpost.com - Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, yang akrab dipanggil Tom Lembong, kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus impor gula pada tahun 2015. Ia diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 400 miliar.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa keterlibatan Lembong dalam kasus ini bermula dari rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015. Dalam rapat tersebut, diputuskan bahwa Indonesia memiliki surplus gula dan tidak memerlukan impor.

Namun, meskipun keputusan tersebut, Tom Lembong tetap menerbitkan izin impor untuk PT AP pada tahun yang sama. "Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor 105.000 ton gula kristal mentah kepada PT AP, yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih," ungkap Qohar dalam konferensi pers di Kejagung pada Selasa malam (29/10/2024).

Qohar menambahkan bahwa kebijakan impor tersebut diambil tanpa melibatkan rapat koordinasi dengan kementerian terkait atau rekomendasi tentang kebutuhan riil gula di dalam negeri. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diperkenankan mengimpor gula kristal putih. Namun, dalam kasus ini, gula kristal mentah diimpor oleh perusahaan swasta dan kemudian diolah menjadi gula kristal putih.

Pada 28 Desember 2015, kembali diadakan rapat koordinasi di sektor ekonomi, yang memproyeksikan kekurangan gula kristal putih sebesar 200.000 ton untuk tahun 2016. Untuk menangani kekurangan ini, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), CS, memerintahkan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak dalam industri gula, termasuk PT PDSU, PT AF, PT AP, dan lainnya.

Perusahaan-perusahaan ini mengolah gula kristal mentah meski seharusnya hanya mengelola gula rafinasi. Gula impor dijual langsung kepada masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000 per kilogram, melebihi harga eceran tertinggi (HET) saat itu sebesar Rp 13.000 per kilogram, tanpa ada operasi pasar untuk menstabilkan harga.

Qohar juga mengungkapkan bahwa PT PPI menerima fee sebesar Rp 105 per kilogram dari delapan perusahaan untuk setiap gula yang diimpor dan diolah. Tindakan ini diduga menyebabkan kerugian negara yang signifikan, mencapai Rp 400 miliar. (**)

sumber: beritasatu.com

Editor: Ali Wafa

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow