Impak Pemilihan Presiden AS 2024, Kebijakan Asia Kamala Harris vs Pendekatan Agresif Donald Trump
Kamala Harris diperkirakan akan melanjutkan kebijakan Asia yang telah ditetapkan oleh Joe Biden. Sementara itu, Donald Trump mungkin akan mengambil pendekatan yang lebih agresif terhadap China
Suarajatimpost.com - Kamala Harris diperkirakan akan melanjutkan kebijakan Asia yang telah ditetapkan oleh Joe Biden. Sementara itu, Donald Trump mungkin akan mengambil pendekatan yang lebih agresif terhadap China, yang dapat berdampak signifikan bagi kawasan tersebut.
Pemilih di Amerika Serikat akan memilih presiden baru mereka pada 5 November 2024, dengan kemungkinan kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris, atau mantan presiden dari Partai Republik, Donald Trump, memasuki Gedung Putih. Hasil pemilihan ini akan berpengaruh besar di berbagai wilayah, termasuk Asia dan khususnya Asia Tenggara (ASEAN).
Jika Harris terpilih, ia akan menjadi presiden perempuan pertama dan orang keturunan Asia pertama di AS. Namun, dalam konteks kebijakan luar negeri terkait Asia, diharapkan tidak ada perubahan besar.
Profesor David Capie, direktur Pusat Studi Strategis di Universitas Te Herenga Waka Victoria, Wellington, menyoroti bahwa Harris tidak terlalu aktif dalam diskusi kebijakan luar negeri selama menjabat sebagai wakil presiden.
Mengacu pada keberhasilan kebijakan Asia di era Biden, Harris kemungkinan akan melanjutkan strategi tersebut. Ini berarti bahwa AS akan tetap bersaing secara strategis dengan China, meskipun tidak jelas seberapa jauh persaingan ini akan berkembang.
Beberapa analis berpendapat bahwa pemilihan tokoh senior dalam tim kebijakan luar negeri Harris mungkin akan berfokus pada Eropa, namun mereka sepakat bahwa China tetap akan menjadi prioritas utama dalam pemerintahan baru.
Selain itu, kesinambungan ini juga mencerminkan fokus Harris dalam membangun hubungan dengan sekutu dan mitra. Di bawah Biden, jaringan aliansi dan perjanjian keamanan AS telah meningkat, dengan pencapaian penting dalam mendekatkan Jepang dan Korea Selatan melalui perjanjian Camp David.
Presiden Biden juga menekankan pentingnya perjanjian multilateral, seperti kelompok Quad, untuk keamanan regional dan mendukung peran sentral ASEAN.
Pada tahun 2022, Biden menghadiri KTT ASEAN–AS di Kamboja, yang menandai era baru hubungan AS dengan Asia Tenggara, serta mengadakan KTT Khusus ASEAN-AS di Washington.
Namun, jika Trump kembali terpilih, situasinya akan menjadi lebih rumit. Masa jabatan pertamanya dikenal karena fokusnya pada Indo-Pasifik dan konfrontasinya dengan China, terutama dalam bidang perdagangan dan teknologi.
Dengan pendekatan bisnisnya, Trump berpotensi membatalkan kesepakatan yang dianggap tidak menguntungkan bagi AS, yang dapat melemahkan kepentingan mitra-mitranya di Asia.
Selama masa jabatannya sebelumnya, Trump memperkuat penjualan senjata dan hubungan dengan Taiwan, meskipun belakangan ini ia mengkritik Taipei terkait industri semikonduktor.
Dalam aspek kebijakan ekonomi, Trump mengusulkan peningkatan tarif hingga 60 persen untuk barang-barang dari China dan 10 persen untuk negara lain, yang jika diterapkan dapat berdampak serius pada perekonomian global dan negara-negara berorientasi ekspor di Asia.
Kenaikan tarif yang drastis dan potensi perang dagang lainnya dapat mengganggu jaringan produksi di seluruh Asia. Secara politis, dengan meningkatnya tekanan Trump terhadap China, negara-negara di kawasan ini mungkin akan merasa tertekan untuk memilih pihak, yang selama ini dihindari oleh negara-negara Asia-Pasifik.
Banyak negara Asia mengalami peningkatan surplus perdagangan dengan AS akibat relokasi perusahaan dari China, namun kini mereka mulai khawatir. Trump telah menyebut Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) lebih buruk dibandingkan dengan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) dan mengancam akan menghentikan kerangka tersebut jika terpilih kembali.
Jika masa jabatannya yang pertama menjadi petunjuk untuk masa jabatan yang kedua, belanja pertahanan akan menjadi ukuran utama bagi Trump dalam mengevaluasi mitra-mitranya, khususnya anggota NATO.
“Ia pasti akan menekan sekutu-sekutunya di Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia, untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan,” kata Capie.
Tindakan Trump terhadap negara lain juga akan berdampak pada Asia. Jika ia mengurangi komitmen AS terhadap NATO, memotong bantuan militer ke Ukraina, atau memaksa Ukraina untuk menerima kesepakatan yang merugikan, maka pemimpin di Rusia, China, dan Korea Utara akan memperhatikan.
Meskipun terdapat ketidakpastian, sebagian besar negara di kawasan Asia masih mencari cara untuk berkolaborasi dengan AS.
“Bahkan di Asia Tenggara, di mana negara-negara enggan memilih pihak dalam persaingan AS-Tiongkok, sebagian besar negara menginginkan Washington lebih terlibat dalam upaya membangun kawasan yang seimbang di mana tidak ada kekuatan besar yang dapat mendominasi,” tegas Capie.
Namun, secara keseluruhan, baik Harris maupun Trump tidak menawarkan kebijakan yang dianggap ideal untuk kawasan Asia. (**)
sumber: beritasatu.com
Editor: Ali Wafa
What's Your Reaction?