Fakta Sidang Dugaan Gelar Palsu: Terjadi Dualisme Yayasan dan Gelar MHi Robert Simangunsong Terbit Sejak Tahun 2013
Dalam persidangan, majelis hakim Tongani selaku pimpinan sidang langsung berikan kesempatan agenda keterangan diawali dalam keterangan saksi Imam Wahyudi saat ditanya Penuntut Umum (PU) terkait jabatan saksi pernah menjabat Dekan II dan pembantu rektor (purek II) apa saja tugas yang diemban
Surabaya, SJP - Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pengadilan negeri (PN) Surabaya, (9/7) tertulis lanjutan sidang perkara dugaan gelar palsu atas terdakwa Robert Simangunsong terus bergulir hari Senin (8/9) agenda pemeriksaan saksi dari JPU (Jaksa Penuntut Umum).
Hakim Ketua Majelis persidangan, Tongani lanjutkan persidangn perkara nomor 958/Pid.Sus/2024/PN Sby hadirkan dua saksi Herawati Muji Agustini dan Imam Wahyudi, Senin (8/7) di ruang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam persidangan, majelis hakim Tongani selaku pimpinan sidang langsung berikan kesempatan agenda keterangan diawali dalam keterangan saksi Imam Wahyudi saat ditanya Penuntut Umum (PU) terkait jabatan saksi pernah menjabat Dekan II dan pembantu rektor (purek II) apa saja tugas yang diemban.
Saksi Imam menjawab mengurusi kaitan naskah akademik dengan data dan laporan.
"Saya hanya bertugas sebagai koordinir proses perkuliahan termasuk kurikulum yang diajarkan," ujarnya.
Oleh Penuntut Umum melanjutkan pertanyaan, apakah sempat tahu kaitan dengan perkara ini, saudara saksi dihadirkan dalam agenda persidangan hari ini, termasuk gelar diduga palsu yang saudara saksi ketahui?
Imam menerangkan," Setahu saya untuk kaitan gelar di bidang magister hukum, gelarnya MHI (magister hukum islam). Dan secara tertulis gak boleh dikurangi ejaan huruf dan sesuai ijasah ditulis MHI," kata Imam.
Kemudian, Imam terangkan bahwa sejak dirinya masuk awal tahun 2003 sampai 2016 ada 9 fakultas di Universitas Darul Ulum, Jombang. Saat itu mengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Darul Ulum, Jombang.
Lalu, tahu nama Robert Simangunsong didapat dari Solich Mu'adi tak lain adalah kubu pihak tandingan dalam kampus alias terjadi adanya dualisme kepemimpinan yayasan Undar di perguruan tinggi dimaksud saat itu, terang Imam.
"Saya dihubungi oleh pak Solich terkait penerbitan ijasah mahasiwa yang dikabarkan siap untuk diproses, tolong keluarkan surat ijasahnya mahasiswa ini nama dan berkasnya dikirimkan," kutip Imam tiru nada Solich dalam percakapan selluler pribadinya.
Akhirnya Imam menuruti. "Dan saya buatkan bahwa benar-benar alumni Undar, Jombang nama mahasiswa dimaksud benar Robert Simangunsong dengan gelar MHI (Magister Hukum Islam)," ucapnya dalam persidangan.
Lebih lanjut Imam katakan peristiwa itu terjadi dengan beberkan bahwa sata itu memang sedang terjadi dualisme kepemimpinan yayasan Undar dan sempat mengikuti proses permintaan islah (damai) antara kedua kubu.
"Jadi begini yang mulia, dulu kan dualisme kepemimpinan terjadi mulai tahun 1999. Saya masuk Undar tahun 2003, zaman itu memang ada rencana untuk islah karna sama sama dijalankan satu keluarga dalm kepengurusan yayasan dengan dua rektor," ulasnya.
Selanjutnya pada tahun 2009 jabatan rektor digantikan pak Lukman Hakim dan sebagai sabagai pembantu rektornya saya saat itu, lanjut Imam.
"Yang minta saya untuk terbitkan surat. Pak ini datanya ada, itu berkasnya pak, perintah pak solich muadi," menyambung pertanyaan PU.
"Lalu saya kirimkan berkas dimaksud dalam bentuk fisik ke alamat Universitas Brawijaya di Malang yang juga kampus tempat pak Solich Muadi mengajar juga disana," tambah Imam.
Kemudian, saksi ditanya soal pengecekan data oleh PU, Saksi Imam menjawab, data sudah masuk pak dan saya sudah kirimkan 2 april 2013, tertulis dalam ijasah.
Didalmnya disebut dan menerangkan gelar MHI Undar 28 Maret 2013 bertuliskan atas nama mahasiswa Robert Simangunsong. Lalu PU, kembali bertanya apakah saudara saksi kenal Annur Maliki dari darul Ulum, dijawab tidak tau.
Lebih jauh saksi Imam juga sampaikan sempat pernah cek data tahun 2015, terkait dengan islah saat itu di tahun 2003. Dulu sebutannya Korlap belum jadi DIKTI sampai tahun 2006. Lalu 2008 ke 2009 pihak kopertis mengislahkan dan mengangkat Ma'murotus Sa'diyah sebgai rektor juga tetap tidak kunjung mengislahkan yang terjadi.
Pengangkatan itu diharapkan sebagai alternatif akan tetapi tetap tidak bisa mengakomodirnya, jelas Imam.
"Jadi ijazah yang terbit saat itu tetap benar dari Darul Ulum Jombang dan menggunakan MHI," menjawab pertanyaan PU terkait gelar ijasah yang melekat pada nama Robert Simangunsong (terdakwa).
PH bertanya pada imam wahyudi untuk pertegas mahasiswa Undar dimaksud adalah ini, sembari tunjukkan selembar dokumen ijasah ke hadapan Imam, dijawab benar, sahutnya. Kemudian dihantarkan PU ke meja Hakim majelis guna dilihat bukti fisik berkasnya.
Dan kepada Saksi Hera, lanjut PU dalam pertanyaan apakah ketahui terkiat gelar magister hukum dalam surat yang sering dibuat oleh saksi.
Saksi hanya singkat terangkan sebatas kenal terdakwa sebagai rekan kerja.
"Saya sebagai administrasi di kantornya pak Robert Simangunsong. Ya seperti itu, sejak 2014 saya bekerja disana. Gelarny apa, ya sesuai surat itu yang dibikin tim lawyer ada SH MH nya," ungkap Hera.
Bukan MHI kan sejak 2015 itu dipakai, tanya PU kembali. Hera jawab tidak tau.
"Saya sering baca dan ketik draf surat yang dibutuhkan pak Robert saja. Tidak tau soal gelarnya,pokoknya setiap ada surat ya saya ketik sesuai perintah pak Robert saja sebagai tim lawyer seperti itu," ucapnya.
Giliran oleh PH terdakwa berkesempatan tanya kepada kedua saksi Imam dan Hera dalam persidangan. Apakah saksi juga ketahui, siapa yang menerbitkan ijasah nama Robert Simangunsong saat jadi mahasiswa di Undar, Jombang.
Rektor pihak Lukman yang keluarkan ijasah itu, jawab saksi. Sebab, peristiwa dualisme di Undar juga sempat sita perhatian publik kaitan ada dua kubu yang bersebrangan dengan pihak tandingan adalah musjib bustain, chandra selaku dosen pasca sarjana dan sekarang Annur maliki.
"Dari catatan kami didapat nama Lukman sendiri pernah di pidana tahun 2018 atau 2019, putusan MA nya dinyatakan lepas atau di Kasasinya menyatakan bebas," tegas PH terdakwa, apakah saksi juga tau hal itu, langsung menjawab tidak tau.
"Setiap mahasiswa tercatat di PDDiKTI. Yang punya data masing masing prodi dan fakultas. Itu tanggung jawab kampus," sahut PH benar begitu ya saksi, menjawab iya.
"Kenapa tidak masuk DIKTI karna dualisme," tanya PH mengulangi kepada saksi.
"Saya ulangi lagi pak. Tahun 2009 prosesnya Ma'muroh Sa'diyah untuk selesaikan terkait adanya dualisme di Undar masuk Kopertis sebelum DIKTI. Sehingga upayanya tetap tidak terjadi Islah. Dan berpengaruh ke lembaga yang menaunginya.
Imam beberkan kaitan kalo Fakultas agama dibawah naungan ke Kopertais (Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta). Kalo yang umum ke Kopertis (Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta) yang sekarang L2 (Lembaga Layanan) DIKTI (Pendidikan tiggi) kalo umum, Kopertis singkatan dari Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta.
Saksi Imam juga jelaskan, islah saat itu sampai tahun 2013 berlangsung. Dan mahasiswa terdampak tidak dilaporkan.
"Termasuk Robert tidak masuk ke laporan pangkalan data DIKTI," ulasnya mengingatkan.
Kemudian di penghujung sidang, PH juga tanyakan apakah boleh gelar Magister Hukum Islam disingkat hanya MH saja?
Saksi menjawab tidak tahu. Lalu PH tunjukkan bukti bahwa gelar dimaksud ada aturan berlaku dalam Permenag 33 tahun 2006 tentang gelar akademik MHI atau disingkat dengan MH.
"Saya tidak tau," jawab saksi Imam. Kemudian secara bersamaan diikutin PU dan kedua saksi menuju meja hakim guna melihat kebenaran berdasarkan bukti fisik peraturan yang dibawa oleh PH terdakwa.
Menutup persidangan, Hakim Tongani beri kesempatan kepada terdakwa Robert Simangunsong, apakah ada tanggapan atau keberatan dari keterangan saksi selama persidangan, terdakwa pun jawab tidak ada keberatan.
"Tidak ada yang yang mulia. Semua sesuai," tutupnya. Selanjutnya Hakim menutup persidangan dan dilanjutkan besok 10 Juli 2024.(*)
Editor: Tri Sukma
What's Your Reaction?