Ancaman Megathrust Mengintai, Raperda RTRW Jember Tidak Memuat Peta Mitigasi Bencana 

Anggota Pansus DPRD Jember Davis Handoko Seto mengungkapkan dalam naskah Revisi Raperda RTRW ini tidak memuat peta mitigasi bencana.

16 Aug 2024 - 11:30
Ancaman Megathrust Mengintai, Raperda RTRW Jember Tidak Memuat Peta Mitigasi Bencana 
Pansus DPRD lakukan kajian dan percematan Perda.(Ulum/SJP)

Kabupaten Jember, SJP - Pansus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tengah melakukan pencermatan Draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) 2024-2044.

Hal itu dilakukan untuk pencermatan Perda dilakukan bersama Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman (PRKP) dan Cipta Karya Jember sebagai penyusun naskah akademik Revisi Raperda RTRW 2015.

Anggota Pansus DPRD Jember Davis Handoko Seto mengungkapkan dalam naskah Revisi Raperda RTRW ini tidak memuat peta mitigasi bencana. Padahal Bumi Pandalungan masuk daerah yang bakal terdampak megathrust dari Samudra Hindia.

"Jember adalah wilayah yang tidak akan pernah luput ketika 20 tahun nanti. Ketika terjadi pergeseran lempeng (tektonik) yang mengakibatkan megathrust dan itu berpotensi tsunami berkekuatan 9 skala richter," katanya, Jumat (16/8).

Selain peta mitigasi bencana tidak dimunculkan dalam naskah akademik RTRW. Kata dia, justru dalam Raperda ini menetapkan 31 kecamatan di Jember jadi kawasan potensi industri.

"Kalau daerah potensi industri, harus diimbangi dengan pemetaan mitigasi bencana. Jadi itu yang kami kritisi dan beberapa lembaga kajian juga menyarankan agar beberapa hal di naskah akademi ini perlu penyempurnaan," katanya.

Menurutnya, Pansus DPRD Jember juga tidak perlu terburu buru untuk mengesahkan Revisi Raperda RTRW ini menjadikan Peraturan Daerah (Perda). Karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat 20 tahun yang akan datang. 

"Mereka yang akan merasakan dampaknya, kami boleh salah (sebagai pejabat), tetapi kami tidak boleh bohong kepada masyarakat," kata David.

Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Jember menilai naskah akademik Raperda RTRW ini masih terkesan cacat hukum. Sehingga perlu ditinjau ulang untuk disempurnakan.

"Kami meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk perpanjangan waktu (pembahasan Raperda RTRW). Karena ini menyangkut hajat hidup yang hari ini ada 2,6 juta rakyat Jember 20 tahun mendatang," kata David.

David mengungkapkan masih banyak sekali substansi di Raperda ini yang perlu penyempurnaan. Seperti masalah kawasan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan potensi bencana lain di Kabupaten Jember.

"Jember memiliki gunung dan sungai yang sangat rawan longsor ataupun banjir. Belum lagi peta kebutuhan air di Kabupaten Jember. Termasuk kawasan beberapa tambang yang di RTRW ini berbunyi eksisting atau telah beroperasi," terangnya.

Sementara Divisi Pengetahuan dan Data Lembaga Studi Desa untuk Petani (LSDP) Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif (SD Inpers) Bayu Dedie Lukito menambahkan, naskah akademik Draf Revisi Raperda RTRW jelas cacat material dan logika.

"Kecacatannya itu tidak ada kosideran yang memuat soal kebencanaan. Sebab Undang-undang nomor 24 tahun 2007 yang memuat tentang kebencanaan tidak dimasukan oleh penyusun naskah akademik ni," imbuhnya.

Padahal Jember daerah dengan potensi bencana yang tinggi. Karena berada di kawasan Samudra Hindia yang diperkirakan akan terdampak langsung saat terjadi megathrust. "Atau tumbukan lempeng benua Australia yang hari ini ramai diperbincangkan bakal terjadi megathrust di pesisir lautan Jawa berkekuatan 9 magnitudo, yang berarti itu berpotensi tsunami di kawasan selatan Jawa termasuk Jember," kata Bayu.

Selain megathrust dan tsunami, Bayu mengungkapkan Jember juga daerah kawasan bencana akibat tanah bergerak. Tetapi hal itu juga tidak dimasukan dalam naskah akademik Draf Raperda RTRW. "Padahal masalah itu nyata dan ada. Tetapi tidak dimuat dalam naskah akademik. Kami beranggapan ini cacat secara materi," paparnya.

Lebih jauh, kata dia, Draf Revisi Reperda RTRW ini juga tidak memuat pengelolaan pulau pulau kecil. Padahal di Jember terdapat 80 pulau berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tahun 2007.

"Ini tidak dimuat, padahal itu juga diatur dalam UU nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau pulau kecil. Ini tidak dimasukan. Atau karena lupa, tidak teliti atau bagaimana si penyusun ini," ulasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas PRKP dan Cipta Karya Jember Rahman Anda mengaku hanya memiliki waktu dua bulan sejak mendapatkan persetujuan subtansi, agar segera menyelesaikan Raperda RTRW ini.

"Perda tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia usaha, investor, dan sebagainya. Sebelum 21 Agustus 2024, pembahasan ini harus sudah tuntas dan mendapatkan persetujuan bersama. Karena secara substansi sudah dibahas sesuai prosedur," tanggapnya. 

Rahman menepis, tuduhan tidak adanya Peta rawan bencana dan mitigasi kebencanaan ini raperda ini. Sebab hal tersebut telah diatur secara khusus. "Jadi dua hal tersebut masuk dalam Ketentuan Khusus di Raperda Revisi RTRW Kabupaten Jember," tanggapnya. 

Hanya saja, di draf Raperda RTRW ini tidak mengatur secara rinci soal mitigasi dan peta bencana di kawasan Jember. Soalnya hal itu akan dibahas secara teknis melalui Raperda Kebencanaan.

"Jember mungkin merupakan satu-satunya kabupaten yang belum mempunyai Perda Penanggulangan Bencana," jabarnya.(*)

Editor: Tri Sukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow