Standar ‘Normal’ Masyarakat Yang Sebenarnya Toxic! Apa Saja?
Akhir-akhir ini, seringkali orang menjadi depresi dan lakukan tindakan merugikan diri sendiri hanya karena pendapat orang lain. Standar normal bisa menjadi hal yang toxic dan hal ini harus Anda waspadai
Banyak standar normal di sekitar kita yang seolah menjadikan kita harus mematuhinya.
Padahal, standar tersebut tidak bisa berlaku untuk siapa saja.
Apa saja standar tersebut?
1. Wanita Tidak Usah Sekolah Tinggi Karena Nanti 'Hanya’ Urus Rumah Tangga
Perlu diketahui bahwa wanita bersekolah tinggi dan menjadi ibu rumah tangga sah-sah saja!
Mereka justru harus bisa menjadi ‘siapa saja’ saat mengasuh anak.
Mereka harus memilih makanan terbaik, mengajarkan etika sekaligus hal akademis yang harus didapatkan anak.
Mereka pun harus turut campur tangan saat anak sakit, anak mengalami masalah dan sebagainya.
Seorang ibu juga harus bijaksana mengasuh anak dan tidak terlalu mendengar komentar tetangga yang mungkin bisa menyakitkan.
Seperti kejadian yang terjadi baru-baru ini dimana seorang ibu membunuh anaknya yang baru 9 bulan karena tetangga mengatakan bahwa si anak belum bisa merangkak.
Perlu kecerdasan seorang wanita untuk memilah mana yang harus dilakukan dan didengarkan.
Terlalu banyak menggunakan media sosial berdampak buruk bagi kesehatan mental.
Pengguna kerap membandingkan apa yang dimiliki dengan apa yang dimiliki orang lain, terutama selebriti bahkan teman sendiri.
Banyak orang jadi pusing memikirkan penampilan dan mencoba menurunkan berat badan agar terlihat seperti orang yang memiliki tubuh sempurna.
Standar cantik dan hidup bahagia bukan milik ras atau bangsa tertentu dan siapapun bisa hidup ideal tanpa harus meniru orang lain.
Seorang wanita melajang hingga usia tertentu dianggap tidak laku atau tidak normal.
Padahal, banyak wanita punya pilihan hidup sendiri dan orang yang berkomentar tentangnya pun tidak dapat menolongnya dari masalah yang ia hadapi.
Seringkali orang menghakimi orang lain yang tidak lulus kuliah di umur tertentu, tidak bekerja di perusahaan ternama, tidak menikah, tidak punya anak, dan kehidupan ‘nornal’ lainnya.
Hal ini dapat dikategorikan toxic karena jalan hidup orang berbeda-beda dimana mereka menentukan kebahagiaan juga bukan dari penilaian orang lain.
Pengaruh influencer sangat tinggi untuk membuat orang frustasi.
Salah satu contoh adalah influencer media sosial yang menganggap memiliki rumah 'modern minimalis yang estetis' merupakan jaminan kenyamanan.
Padahal, jutaan orang tinggal di rumah desain lawas dan memiliki perabotan standar juga hidupnya baik-baik saja.
Sinetron, paparan media sosial, semuanya menunjukkan bahwa seorang wanita atau pria tua memiliki standar penampilan awet muda.
Padahal, menjadi tua itu normal dan seseorang juga tidak akan rugi meski tidak menggunakan skin care tertentu untuk mengurangi kerut, yang pastinya muncul.
Siapapun menua dan usia tua namun tetap sehat, itulah yang ideal.
Intinya, kehidupan yang tidak toxic adalah menjadi diri sendiri dan tidak perlu memusingkan diri dengan komentar negatif orang lain.
Anda siap? (**)
Sumber: Buzz Feed
Editor: Tri Sukma
What's Your Reaction?