Masih Simpang Siur, Polisi Perlu Hati-Hati Mengungkap Kasus Bullying Siswa SMPN Surabaya
Dalam pengakuan CW, dirinya menjadi korban perundungan selama bertahun-tahun di sekolah. Di sisi lain, teradu mengaku justru sering membantu CW karena dikenal pendiam di sekolah.
SURABAYA, SJP - Pengakuan mengejutkan seorang siswa SMP Negeri di Surabaya berinisial CW (14) soal bullying atau perundungan yang dialaminya viral di media sosial.
Video yang diunggah oleh kreator konten TikTok, Andy Sugar, itu telah ditonton lebih dari 1 juta kali dan menuai ribuan komentar dari warganet.
Dalam video tersebut, CW menceritakan kekerasan fisik hingga pelecehan seksual yang ia alami dari enam teman sekelasnya sejak kelas VII hingga IX.
CW mengaku beberapa kali mengalami penganiayaan. Seperti diancam dengan pisau, hingga ditelanjangi di depan umum saat kegiatan di kolam renang.
"Saya dipukul, ditendang, ditenggelamkan, dan ditelanjangi di depan teman-teman, termasuk siswi perempuan," ungkap CW di video viral yang diunggah di akun TikTok @andysugarr dengan suara terbata-bata.
Kasus itu sebenarnya telah dilaporkan ke Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resor (Polres) Pelabuhan Tanjung Perak, sejak 1 Oktober 2024 lalu.
Namun, masalah tidak berhenti di situ. CW mengaku mendapat intimidasi dari pihak sekolah, usai melaporkan kasus tersebut ke polisi.
Menurut pengacaranya, Johan Widjaja, CW dipanggil oleh guru bimbingan konseling (BK) dan wakil kepala sekolah. Dia diminta mencabut laporannya dengan iming-iming uang Rp 500 ribu.
Saat CW menolak, dia disebut mencemarkan nama baik sekolah. Dia dianggap egois hingga dicap sebagai "hama" di sekolahnya.
"Ancaman itu membuat CW merasa kosong dan putus asa. Dia bahkan beberapa kali berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Karena dia merasa tidak ada yang membantu dan terus-terusan disalahkan," kata Johan dalam keterangannya, Kamis (12/12/2024).
Kasus ini semakin pelik dengan munculnya perbedaan pengakuan, antara CW dan keenam teradu dalam dugaan kasus perundungan itu. Yaitu MR, MIA, AP, KH, MU, dan DR.
Saat dimintai keterangan oleh penyidik, mereka kompak membantah tuduhan yang dilayangkan oleh CW.
Dalam pengakuan CW, dirinya bersikeras bahwa dia telah menjadi korban perundungan selama bertahun-tahun selama dia sekolah.
Dia mengaku sering diejek, dihina dengan kata-kata kasar, bahkan dipukul oleh keenam temannya. CW yang bicaranya gagap disinyalir menjadi alasan dirinya menjadi target ejekan.
Namun, menurut keterangan penyidik Unit PPA Polres Pelabuhan Tanjung Perak, keenam teradu mengaku justru sering membantu CW yang dikenal sebagai anak pendiam di sekolah.
Sedangkan untuk peristiwa di kolam renang, keenam teradu menyatakan itu bukanlah perundungan. Melainkan salah paham karena CW tidak membayar tiket masuk kolam.
"Mereka menyebut, kejadian itu hanya saling ejek nama orang tua. Bukan perundungan berat," ungkap salah seorang penyidik Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
Sementara itu, pihak sekolah mengaku telah memberikan sanksi kepada keenam teradu, berupa pembelajaran selama dua minggu di ruang BK.
Namun, CW justru disebut beberapa kali mendatangi mereka di ruang BK, karena merasa tidak nyaman tanpa kehadiran mereka di kelas.
Mengetahui informasi yang masih simpang siur itu, Polres Pelabuhan Tanjung Perak memastikan penyelidikan akan dilakukan dengan hati-hati.
Hingga kini, sembilan saksi telah diperiksa. Termasuk CW, teradu, dan pihak sekolah. Polisi juga melakukan pemeriksaan psikiatri terhadap CW, untuk menilai dampak psikologis akibat perundungan yang dialaminya.
Saat dikonfirmasi, Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP M Prasetyo mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan alat bukti dan akan memanggil lebih banyak saksi.
"Kami sangat berhati-hati, agar tidak menimbulkan trauma baru, mengingat semua pihak yang terlibat adalah anak di bawah umur," ungkapnya, Jumat (13/12/2024).
Kasus CW membuka mata banyak pihak terhadap pentingnya lingkungan sekolah yang aman. Namun, perbedaan pengakuan antara korban, teradu, dan pihak sekolah menunjukkan perlunya penyelidikan mendalam untuk mengungkap fakta sebenarnya. (*)
Editor: Ali Wafa
What's Your Reaction?