Pengusaha di Mojokerto Menjerit, UMSK 2025 Naik 12 Persen dari UMK 2024
Serikat pengusaha yang tergabung dalam DPK Apindo Kabupaten Mojokerto keberatan dan bersurat ke Pemprov Jatim
MOJOKERTO, SJP – Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Mojokerto keberatan atas keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) dalam menetapkan kenaikan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK)
Sebelumnya, Pemprov Jatim telah menetapkan besaran UMSK untuk 10 kabupaten dan kota di Jatim. Salah satu di antarnya yaitu Kabupaten Mojokerto dengan UMSK sebesar Rp 5.171.668.
Kebijakan itu dikeluarkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 100.3.3.1/776/KPTS/013/2024 tentang Penetapan UMSK Jawa Timur 2025 pada 18 Desember 2024.
Ketua DPK Apindo Kabupaten Mojokerto, Bambang Wijanarko mengaku keberatan atas kebijakan tersebut. Pihaknya pun menyampaikan keberatannya kepada Pemprov Jawa Timur melalui surat resmi nomor 56/APINDOKMR/S/XII/2024.
Menurutnya, Pasal 7 Ayat 3 dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tidak perlu diterapkan di Mojokerto. Sebab, perusahaan di Mojokerto bukanlah sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya.
Perusahaan yang ada di Mojokerto, lanjut Bambang, juga bukan sektor usaha yang memiliki tuntutan pekerjaan lebih berat atau membutuhkan spesialisasi khusus. Sehingga semua perusahaan di Mojokerto sama seperti perusahaan lain pada umumnya.
Sedangkan UMSK, kata Bambang, hanya untuk perusahaan di sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya dan memiliki tuntutan pekerjaan lebih berat atau membutuhkan spesialisasi khusus.
Kebijakan besaran UMSK membuat para pengusaha di sektor tertentu menjerit. Sebab, UMSK Kabupaten Mojokerto tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 5.171.668. Sementara upah minimum kabupaten (UMK) Mojokerto tahun 2024 sebesar Rp 4.624.787. Itu artinya naik 12 persen.
Kenaikan itu dinilai tidak berpihak kepada pengusaha. Sedangkan Presiden Prabowo Subianto hanya meminta kenaikan 6,5 persen pada upah minium provinsi (UMP) dan UMK. Karena itu, Permenaker 16 Tahun 2024 dan keputusan gubernur Jatim diminta untuk ditinjau ulang.
Oleh sebab itu, Apindo Kabupaten Mojokerto tidak mengusulkan dan tidak merekomendasikan besaran UMSK tahun 2025. Sehingga Pemprov Jatim diminta untuk meninjau ulang kebijakan UMSK yang diatur berbeda dengan kebijakan upah minimum provinsi (UMP).
“Dalam sidang pleno Dewan Pengupahan bersama unsur Pemkab Mojokerto pada 11 Desember 2024, kami tidak mengusulkan dan tidak merekomendasikan UMSK 2025. Dengan demikian, kami keberatan terhadap keputusan gubernur,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (23/12/2024).
Menurut Bambang, terdapat kontradiksi antara iklim usaha yang saat ini dengan kebijakan Pemprov Jatim melalui SK yang dikeluarkan oleh Pj Gubernur Jatim. Sedikitnya, ada tiga hal yang dinilai kontradiksi dan dianggap tidak memihak kepada pelaku usaha.
Pertama, harmonisasi hubungan industrial akan terganggu dan menjadi kontraproduktif. Kebijakan tersebut dinilai akan menghambat produktivitas. Kebijakan itu dapat memengaruhi sistem hubungan yang telah terbentuk antara pengusaha, pekerja dan pemerintah.
Kontradiksi yang kedua, pelaku usaha tidak terlindungi. Sehingga keberadaan dan keberlanjutan perusahaan di Mojokerto akan terancam. Yang ketiga, iklim investasi di kabupaten Mojokerto akan terganggu. Bahkan berpotensi menurun.
Bambang mengakui, yang mengusulkan besaran UMSK adalah pihak serikat pekerja. Namun, serikat pengusaha tidak merekomendasikan penetapan UMSK tahun 2025 di Kabupaten Mojokerto.
Sebab menurutnya, semua perusahaan yang ada di Kabupaten Mojokerto bukan sektor usaha yang memiliki tingkat risiko tinggi dan membutuhkan spesialisasi khusus sebagaimana klausul pada Pasal 7 Ayat 3 dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2024.
Di sisi lain, kata Bambang, pemerintah menyerahkan ketentuan kenaikan upah minimum kepada hasil kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja. Sedangkan pihaknya sebagai bagian dari stakeholer tersebut dengan tegas menyatakan tidak sepakat.
“Kami berpegang pada perusahaan di Kabupaten Mojokerto tidak ada yang masuk dalam Permenaker Pasal 7 Ayat 3,” tandasnya.
Berdasarkan SK Nomor 100.3.3.1/776/KPTS/013/2024, besaran UMSK telah ditetapkan di 10 daerah di Jatim. Yakni Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Tuban, Kabupaten Madiun, Kabupaten Malang, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bangkalan.
Dalam SK tersebut dirinci beberapa Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang wajib menerapkan UMSK di tahun 2025. Sedikitnya ada 17 jenis KBLI:
- KBLI 29300: industri suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
- KBLI 32202: industri alat musik bukan tradisional (multinasional)
- KBLI 1103: industri minuman keras dari malt dan malt
- KBLI 11040: industri minuman lainnya.
- KBLI 22220: industri barang dari plastik dan pengemasan.
- KBLI 22230: industri plastik dan perlengkapannya.
- KBLI 10772: industri bumbu masakdan penyedap rasa.
- KBLI 52101: pergudangan dan penyimpanan.
- KBLI 17091: industri kertas tissue.
- KBLI 28222: industri mesin dan perkakas mesin untuk pengerjaan kayu.
- KBLI 17099: industri barang dari kertas dan papan kertas lainnya.
- KBLI 17011: industri bubur kertas.
- KBLI 31001: industri furnitur dari kayu.
- KBLI 12091: industri pengeringan dan pengolahan tembakau.
- KBLI 1312: industri pertenunan tekstil.
- KBLI 23929: industri bahan bangunan dari tanah liat/keramik.
- KBLI 23955: industri barang dari asbes untuk keperluan bahan bangunan. (*)
Editor: Ali Wafa
What's Your Reaction?