Pemkot Probolinggo dan Etnis Tionghoa Cari Solusi Bersama Soal Pemakaman Ramah Lingkungan

Hal ini bertujuan untuk mencari solusi bersama demi kondisi pemakaman etnis Tionghoa yang berada di Kecamatan Wonoasih jauh lebih baik.

28 Mar 2024 - 19:00
Pemkot Probolinggo dan Etnis Tionghoa Cari Solusi Bersama Soal Pemakaman Ramah Lingkungan
PJ Wali Kota Probolinggo, Nurkholis saat bertemu perwakilan etnis Tionghoa yang membahas soal pemakaman ramah lingkungan (Kominfo/SJP)

Kota Probolinggo, SJP - Lahan pemakaman etnis Tionghoa di lahan milik Pemkot Probolinggo rupanya perlu penyesuaian dengan peraturan pemerintah.

Pasalnya, rencana soal perubahan ukuran dengan pemakaman yang besar dan dibeton dapat mengganggu fungsi resapan air perlu kesepakatan bersama.

Penjabat (Pj) Wali Kota Nurkholis mengundang perwakilan etnis Tionghoa Kota Probolinggo ke rumah dinas pada Rabu (27/3) sore.

Hal ini bertujuan untuk mencari solusi bersama demi kondisi pemakaman etnis Tionghoa yang berada di Kecamatan Wonoasih jauh lebih baik.

Pada pertemuan tersebut, Nurkholis meminta agar perancangan makam Tionghoa yang berada di lahan milik Pemkot disesuaikan dengan peraturan pemerintah. 

”Selama ini kan masyarakat Tionghoa memilih letak makam karena mempertimbangkan fengshui yang baik. Begitu juga dengan ukuran makam, semakin besar makam semakin besar pula status sosialnya. Padahal ukuran makam sudah diatur dalam peraturan pemerintah baik ukuran maupun strukturnya,” ujar Nurkholis.

Hal ini juga harus mempertimbangkan ketersediaan ruang bagi pengguna lainnya. 

Selain itu, ukuran makam yang berbeda-beda dan faktor fengshui menyebabkan tata letak pemakaman menjadi tidak teratur.

Sedangkan menurut Kepala DLH Retno Wandansari menambahkan bahwa secara umum tempat pemakaman wajib memperhatikan fungsi ekologis seperti resapan air. 

Sehingga, tidak diperkenankan untuk dilakukan penembokan atau pengerasan yang terlalu tinggi seperti yang banyak dijumpai pada makam etnis Tionghoa.

“Sesuai dengan Permen PU No. 5 tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, bahwa ketentuan makam tidak boleh dilakukan pengerasan yang terlalu tinggi, ukuran makam pun maksimal 1 meter x 2 meter,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua TITD II Klenteng Sumber Naga, Erfan Sutjianto, menyampaikan aspirasinya terkait bentuk pemakaman etnis Tionghoa yang didasari oleh tradisi dan kepercayaan. 

Arsitektur makam yang khas, seperti gundukan tanah tinggi dan altar persembahan di depan nisan, membuat kebutuhan bangunan makam menjadi besar.

Pemerintah memberikan beberapa solusi setelah pertemuan tersebut. Batas maksimal ukuran makam ditetapkan sebesar 1,5 meter x 2,5 meter, dengan tinggi bangunan pembatas pinggiran makam maksimal 50 cm. 

Kebutuhan altar persembahan tidak boleh melebihi ukuran makam yang telah disepakati, dan harus dipasang biopori di atas altar sebagai sumur resapan.

Pemkot meminta perwakilan etnis Tionghoa untuk segera membuat sketsa desain makam yang telah disepakati. 

Desain tersebut akan dikaji bersama sebagai bahan materi penetapan Surat Edaran. 

Dengan demikian, harapan dari pemerintah dan masyarakat terkait fungsi tanah makam sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat terpenuhi.

Dalam menjalankan proses perubahan ukuran dan desain pemakaman etnis Tionghoa, penting untuk tetap memperhatikan kearifan lokal dan tradisi yang telah ada. 

Dengan adanya kesepakatan bersama antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan pemakaman etnis Tionghoa di Kecamatan Wonoasih dapat terus berkembang secara berkelanjutan dan tetap memperhatikan lingkungan sekitarnya. (*)

Editor: Rizqi Ardian 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow