Daftar Bupati di Madura yang Pernah Tersandung Kasus Korupsi
Tiga dari empat kabupaten di Madura pernah mengantarkan bupatinya ke dalam jeruji besi
MADURA, SJP – Pulau Madura merupakan wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur. Pulau ini memuat empat kabupaten. Yakni Kabupaten Bangkalan di ujung barat Pulau Madura, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep di ujung timur Pulau Madura.
Sepanjang perjalanan pemerintahan di Pulau Madura, terdapat catatan buruk dari sejumlah tokoh politiknya. Bahkan, hampir semua kabupaten di Madura pernah mengantarkan bupatinya ke jeruji besi karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi (tipikor).
1. RKH Fuad Amin Imron (Bupati Bangkalan Periode 2003-2013)
Fuad Amin adalah besan dari Wakil Presiden Indonesia ke-9, Hamzah Haz. Fuad merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 1999-2004. Belum habis masa baktinya di Senayan, dia menjadi bupati Bangkalan dua periode: mulai 2003 hingga 2013.
Setelah tak menjabat bupati, Fuad Amin menjadi ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Bangkalan, yang mengantarkannya menjadi ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangkalan periode 2014-2019.
Fuad Amin terciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia disangka menerima hadiah terkait jual beli pasokan gas alam untuk pembangkit listrik tenaga gas di Gresik, Jawa Timur, dan di Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Fuad Amin juga melakukan korupsi dan pencucian uang ratusan miliar rupiah. Selain itu, Fuad Amin diketahui melakukan jual beli jabatan aparatur sipil negara (ASN). Tarifnya mulai dari Rp15 juta, hingga Rp50 jutaan, tergantung posisi.
Kepada para pengusaha migas, Fuad meminta “jatah preman” setiap bulan. Mulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Jatah preman inilah yang mengantarkannya ke bui. Fuad akhirnya dihukum 13 tahun penjara di tingkat kasasi. Seluruh asetnya dirampas untuk negara.
Setelah tercatat korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Bangkalan hingga Rp414 miliar, Fuad masih berulah di penjara. Bahkan, saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, dia tak ditemukan di selnya.
Fuad Amin diketahui kerap keluar dari sel tahanan. Dia juga diketahui kerap singgah di rumah mewahnya yang berada di Jalan Ir H Djuanda No 175, Bandung. Fuad Amin disebut pernah pulang dari rumah sakit ke sel tahanan mengendarai mobil Alphard.
Beberapa harta hasil korupsi Fuad Amin dilelang. Ada beberapa rumah mewah, apartemen, hingga mobil yang disebut nilainya mencapai Rp414 miliar. Namun Fuad Amin mengaku mendapatkan warisan sekitar Rp 14 miliar.
Dia juga mengaku memiliki bisnis besi bekas, bisnis kayu sengon, hingga bisnis umrah. Namun, Fuad Amin tidak bisa membuktikan secara sah seluruh asal-usul hartanya. Sehingga Mahkamah Agung (MA) merampas seluruh aset Fuad Amin.
2. Noer Tjahja (Bupati Sampang Periode 2008-2013)
Noer Tjahja merupakan adik kandung mantan Gubernur Jawa Timur, Raden Panji Mohammad Noer. Dia divonis 5 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan gas di PT Sampang Mandiri Perkasa (SMP). Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (4/6/2015).
Vonis majelis hakim dinilai sangat ringan. Karena berkurang separuh dari tuntutan. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan menuntut 10 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta.
Pada tahun 2008, Noer Tjahja menjalin kerja sama suplai migas dengan PT Asa Perkasa. Didirikanlah PT SMP dengan komposisi saham PT Asa Perkasa 60 persen dan 40 persen saham milik PT Geliat Sampang Mandiri (GSM) yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Setelah rampung, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang mengajukan pasokan gas ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Pengajuan ini ditolak karena syarat mendapat pasokan gas harus BUMD.
PT SMP tidak dikategorikan BUMD lantaran mayoritas sahamnya dipegang PT ASA. Karena itu, Noer Tjahja menerbitkan peraturan daerah (perda) pendirian PT SMP. Komposisi sahamnya juga diubah. PT GSM memegang 51 persen saham dan PT ASA 49 persen.
Dengan perubahan tersebut PT SMP masuk dalam kategori BUMD dan permohonan pasokan gas dari SKK Migas disetujui. Namun dalam pengelolaannya, keuntungan dari penjualan migas ada yang bocor hingga Rp16 miliar.
Disebutkan dalam dakwaan, sebagian dana tersebut mengalir ke kantong pribadi Noer Tjahja. Selain kebocoran keuangan BUMD, penjualan harga gas dinilai tidak wajar.
3. Achmad Syafii Yasin (Bupati Pamekasan Periode 2003-2008 dan 2013-2018)
Achmad Syafii Yasin merupakan bupati Pamekasan periode 2003-2008 dan 2013-2018. Jabatannya diakhiri pada tahun 2017, karena terjerat kasus operasi tangkap tangan (OTT) suap dana desa (DD) dengan nilai Rp250 juta.
Politisi Partai Demokrat ini pernah menjabat anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014. Syafii divonis 2 tahun 8 bulan penjara. Dia menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Syafii dinyatakan terbukti bersalah melakukan gratifikasi pada kasus pengamanan penyelewengan DD di Desa Dasok kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan saat itu, Rudi Indra Prasetya, sebesar Rp250 juta.
Syafii terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf A dan B Undang-Undang tentang Tipikor. Selain memvonis hukuman penjara 2 tahun 8 bulan, majelis hakim juga meminta terdakwa Achmad Syafii untuk membayar denda sebesar Rp50 juta subsider kurungan 1 bulan.
Kasus ini berawal saat Kepala Desa Dasok, Agus Mulyadi dilaporkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke Kejari Pamekasan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan di Desa Dasok, yang menggunakan DD senilai Rp100 juta.
Namun Agus Mulyadi, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, dan Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto justru menyuap Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Uang suap diberikan Rp250 juta dengan maksud agar laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.
Mereka terkena OTT oleh KPK. Agus diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Sutjipto diduga sebagai perantara suap. Adapun Rudy sebagai penerima suap. Peran Achmad Syafii dalam kasus ini sebagai pihak yang menganjurkan untuk memberikan suap.
4. R. Abdul Latif Amin Imron (Bupati Bangkalan Periode 2018-2023)
R. Abdul Latif Amin Imron, lahir pada 5 Mei 1982. Dia adalah politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menjabat sebagai bupati Bangkalan periode 2018–2023. Dia menjabat bupati sejak 24 September 2018.
Penangkapan Abdul Latif berawal dari laporan masyarakat yang kemudian dilakukan pengumpulan informasi. KPK selanjutnya melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mencari bukti-bukti.
KPK menangkap Abdul Latif pada 7 Desember 2022. Dia diduga terlibat dalam kasus suap terkait lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada akhir Oktober 2022.
Abdul Latif diduga menerima uang suap sebesar Rp5,3 miliar. Uang itu berasal dari komitmen fee lelang jabatan pimpinan tinggi dari setiap aparatur sipil negara (ASN) yang lolos seleksi promosi jabatan eselon 3 dan 4, periode 2019-2022.
Selain suap, Abdul Latif juga diduga menerima fee sebesar 10 persen dari anggaran setiap proyek di seluruh dinas di lingkungan Pemkab Bangkalan. KPK memanggil Abdul Latif ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur untuk diperiksa sebagai tersangka.
Awalnya, Abdul Latif membuka formasi seleksi jabatan di sejumlah posisi untuk tingkat pimpinan tinggi. Melalui orang kepercayaannya, Abdul Latif meminta komisi fee kepada setiap ASN yang ingin dinyatakan lulus dalam seleksi jabatan.
Besaran nilai komitmen fee tersebut dipatok mulai dari Rp50 juta sampai Rp150 juta. Teknis penyerahannya dilakukan secara tunai melalui orang kepercayaan Abdul Latif. Dia divonis 9 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya.
Abdul Latif juga mendapat tambahan hukuman lain. Dia diharuskan membayar ganti rugi Rp9,7 miliar. Jika tidak dibayar, hukumannya ditambah 3 tahun penjara. Dia juga didenda Rp300 juta subsider empat bulan. (**)
Sumber: dirangkum dari berbagai sumber
Editor: Ali Wafa
What's Your Reaction?