Pemulihan Ekonomi Korban Banjir Mojokerto dan Jombang Menjadi Tanggung Jawab Pemerintah
Pengamat publik Solikin Rusli menyebut, semua kerugian yang diakibatkan bencana banjir menjadi tanggung jawab pemerintah. Dia berpandangan bencana ini diakibatkan keteledoran pemerintah dalam mengantisipasi datangnya bencana.
MOJOKERTO, SJP - Penanganan pasca-bencana banjir yang krusial adalah pemulihan ekonomi. Semua kerugian yang diakibatkan bencana menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebab, bencana ini diakibatkan keteledoran pemerintah dalam antisipasi datangnya bencana, apalagi banjir sudah menjadi langganan tahunan.
"Semua yang diakibatkan oleh banjir menjadi tanggung jawab pemerintah, termasuk rumah rusak dan ekonomi yang lumpuh. Karena kewajiban mengantisipasi dan menanggulanginya menjadi tanggungjawab penuh pemerintah. Dan kejadiannya sudah setiap tahun, berarti memang pemerintah benar-benar teledor," kata Solikin Rusli, pengamat publik, kepada suarajatimpost.com, Ahad (15/12/2024).
Di Kabupaten Mojokerto, bencana banjir terjadi di Desa Tempuran dan Desa Ngingasrembyong, Kecamatan Sooko. Sementara banjir di Jombang meliputi Desa Jombok, Kecamatan Kesamben. Tak hanya mengakibatkan rumah dan perabotan rumah rusak, r
Menurut dosen Universitas 17 Agustus Surabaya bergelar doktor ini, program yang dinilai efektif dalam pemilihan ekonomi pasca bencana alam adalah bantuan langsung yang diberikan kepada korban terdampak.
Sementara untuk rumah dan perabotan rumah yang rusak akibat terendam banjir bisa secepatnya dilakukan pendataan dan bisa dilakukan perbaikan melalui program padat karya.
Bagi dia, adanya banjir di Kabupaten Mojokerto ini tidak bisa dilihat melalui sudut pandang satu daerah saja, namun harus memperhatikan daerah sekitar yang dinilai keterkitan potensi menjadi penyebab adanya banjir.
Diakui atau tidak, banjir di Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang dengan banjir yang ada di Desa Tempuran dan Ngingasngrembyong, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto ini mempunyai keterkaitan, karena ada aliran sungai yang menjadi penentu antara dua wilayah itu.
"Kalau ini terjadi di dua wilayah kabupaten yang saling berhubungan, berarti perlu koordinasi dua arah, selain dengan antar dua Pemkab tersebut juga koordinasi dengan Pemerintah Provinsi," jelasnya.
Solikin menilai, peristiwa banjir tahunan yang tak kunjung usai ini disebabkan lemahnya antisipasi dari masing-masing pemerintah daerah. Bagi dia pemerintah tidak bisa menyalahkan curah hujan yang tinggi, apalagi saat ini sudah bisa dilihat pada ramalan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sehingga langkah antisipasi bisa dilakukan sejak dini.
Persoalan banjir sudah ditemukan karena eceng gondok dan sungai yang dangkal. Namun saat persoalan itu tidak diantisipasi serius di kemudian hari, dimungkinkan tahun depan juga terjadi hal yang sama.
"Seharusnnya pemerintah tanggap dengan mengantisipasi penyebabnya. Kalau persoalannya hanya eceng gondok yang menjadi penyebab, apa susahnya membersihkannya?" lontarnya.
Dia menegaskan, apapun alasannya sesederhana apapun persoalannya jika tidak ditanggulangi dan dicarikan solusi, lama-lama akan menjadi persoalan yang besar dan semakin merugikan masyarakat banyak.
Solikin menandaskan, hal utama adalah kepekaan pemerintah dalam menganalisis sesuatu. Ketika pemerintah sudah tidak peka terhadap lingkungan bahkan warganya, maka tidak akan bisa muncul langkah antisipatif.
"Sehingga menurut saya kepekaan itulah faktor utama penyebabnya, akibat tidak peka akhirnya tidak melakukan upaya antsipatif," tandasnya. (*)
Editor : Danu S
What's Your Reaction?