Padukan Harmoni, Kreativitas, dan Kebersamaan, Sanggar Sawunggaling Jadi Warna Baru Kota Surabaya

Sanggar Sawunggaling dibentuk dengan satu visi mulia, yakni menjadi rumah bagi para seniman maupun pecinta seni yang membutuhkan tempat untuk mengekspresikan diri.

04 Sep 2024 - 17:30
Padukan Harmoni, Kreativitas, dan Kebersamaan, Sanggar Sawunggaling Jadi Warna Baru Kota Surabaya
Bachtiar Sutrisno Aji bersama karya-karyanya yang menghiasi berbagai sudut Sanggar Sawunggaling (Ryan/SJP)

Surabaya, SJP - Di tengah semarak Kota Surabaya yang kian hari kian berkembang dengan pesat, di mana teknologi dan industri menjadi wajah yang selalu tergambar saat menyebut nama Kota Pahlawan, ternyata kesenian tetap menjadi jiwa yang hidup dalam masyarakatnya.

Seni Rupa, adalah salah satu sentuhan estetika yang tidak pernah hilang di Surabaya, dari sudut-sudut kota yang ramai, sampai ke gang-gang kecil yang menyimpan cerita, lukisan-lukisan kerap kali menjadi medium untuk merangkai kisah dan memvisualkan imaji-imaji yang mendalam.

Pada tahun 2024 ini, terlahir suatu tempat yang merawat serta melestarikan semangat tersebut dengan gaya yang lebih tradisional, yaitu Sanggar Sawunggaling yang baru saja beroperasi pada 3 hingga 4 bulan yang lalu.

Sanggar yang terletak di Jl. Kembang Kuning No. II, Kelurahan Darmo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya ini, hadir bak oase bagi para seniman lukis dari berbagai kalangan usia, menyediakan lokasi yang tidak sekadar diperuntukkan sebagai panggung sorotan, melainkan sebagai ruang harmoni untuk perjamuan antar pecinta seni.

Bachtiar Sutrisno Aji, sebut saja Aji, selaku Ketua sekaligus pemilik Sanggar Sawunggaling, menuturkan bahwa sanggar ini dibentuk dengan satu visi mulia, yakni menjadi rumah bagi para seniman yang membutuhkan tempat untuk mengekspresikan diri. 

"Seni bukan sekadar karya, tapi adalah jiwa yang perlu diberi ruang untuk tumbuh, dan sanggar ini terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin melukis dan berkarya, tidak hanya untuk mereka yang ingin berpameran," ungkap Aji, Kamis (4/9).

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, Sanggar Sawunggaling juga memiliki program mingguan, yaitu kelas kesenian gratis untuk anak-anak sekitar sebagai wujud kontribusi atau sumbangan terhadap masyarakat, lebih-lebih terhadap peningkatan apresiasi seni di Kota Surabaya

"Tidak hanya memberikan mereka kesempatan untuk melihat, tetapi kami juga ingin memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mengasah bakat dan kreativitas mereka," lanjut Aji, dengan senyum penuh harapan.

Dirinya mengatakan bahwa sanggar ini tidak memiliki batasan murid, setiap minggunya jumlah peserta beragam; beberapa datang beramai-ramai dengan teman-temannya, adapun yang datang sendiri.

Sanggar Sawunggaling juga telah menggelar pameran perdananya pada 24 Agustus lalu yang bertepatan dengan momen HUT ke-79 RI, dan lukisan yang menghiasi pameran tersebut adalah karya-karya yang tercipta di Sanggar Sawunggaling ini.

"Salah satu karya yang menarik datang dari anak usia 5 tahun, dia rutin datang kemari didampingi orang tuanya, dan suatu kebanggaan bisa mengikutsertakan karyanya dalam pameran perdana sanggar ini," ucap Aji.

Melalui setiap garis dan warna yang tercipta di Sanggar Sawunggaling, Aji berharap sanggarnya bisa menjadi lokasi untuk saling belajar dan berbincang tentang kebebasan, harapan, dan keindahan yang tiada henti mengalir di kota Surabaya.

Di lain sisi, adapun Roman Chuza, selaku penggiat seni yang dikenal sebagai anak dari almarhum Ach. Chusnan, alumni Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera) yang turut memberikan dukungannya terhadap keberadaan Sanggar Sawunggaling. 

Bagi Roman, sanggar ini merupakan simbol pergerakan baru dalam dunia seni di Kota Surabaya yang terus berkembang dengan dinamis, dan kehadirannya juga akan membantu perkembangan kesenian di Kota Pahlawan ini.

"Sanggar Sawunggaling ini, Insyaallah, menjadi tanda bagi kita, para pegiat seni, untuk menunjukkan kepedulian terhadap dunia seni di Kota Surabaya," ujar Roman dengan penuh keyakinan.

Serupa dengan apa yang menjadi semangat Aji, Roman menekankan bahwa Sanggar Sawunggaling adalah harapan besar untuk melahirkan penggerak seni baru, utamanya karena ruang-ruang berkegiatan seni di Surabaya seringkali terbatas pada gedung-gedung yang berbayar. 

"Di sini adalah ruang proses bagi kita para seniman di Surabaya, dan sanggar ini diharapkan dapat memberikan kebebasan bagi para pelaku seni untuk berkarya tanpa batasan," tambahnya.

Dengan semakin banyaknya ruang kreasi dan apresiasi yang terbuka, Roman berharap kreativitas seniman lokal akan terus berkembang, karena baginya kesederhanaan dan kebersamaan adalah inti dari dunia kesenian.

"Insyaallah, nantinya akan ada lebih banyak sanggar yang berdiri di Surabaya, menjadi tempat berkumpulnya para seniman untuk terus berkreasi." tandas Roman.

Sejalan dengan pendapat Roman, Korinto Eranata atau seniman yang lebih akrab disapa Ucok ini juga melihat kehadiran Sanggar Sawunggaling sebagai tanda positif dari pergerakan seni di Surabaya. 

Sebagai anak dari almarhum A. Pribadi dan juga alumni Aksera, Ucok menilai bahwa dukungan dari rekan-rekan seniman Surabaya semakin memperkuat posisi sanggar ini dalam memperkaya ranah seni rupa lokal.

"Harapannya semua pihak ikut andil dalam proses ini, termasuk rekan-rekan media untuk ikut andil dalam mendokumentasikan serta menyiarkan perkembangan ini," tutup Ucok dengan optimisme yang sama.

Dengan demikian, Sanggar Sawunggaling tidak hanya mencatatkan diri sebagai sanggar seni, melainkan simbol keberagaman, mendorong upaya agar Surabaya dikenal bukan hanya sebagai kota metropolitan yang penuh gedung dan asap, tetapi juga sebagai kanvas hidup yang penuh warna dan cerita. (*)

Editor: Rizqi Ardian 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow