Mengenal Tari Topeng Malangan: Simbol Keberanian, Kecerdikan, dan Kearifan Budaya yang Tak Terbendung
Tari Topeng Malangan, sebuah kesenian tradisional dari Malang, Jawa Timur, terkenal dengan penggunaan topeng yang dihiasi dengan pahatan wajah yang detail dan berwarna-warni
MALANG, SJP - Tari Topeng Malangan, sebuah kesenian tradisional dari Malang, Jawa Timur, terkenal dengan penggunaan topeng yang dihiasi dengan pahatan wajah yang detail dan berwarna-warni.
Setiap warna topeng dalam tarian ini memiliki makna simbolis yang mendalam, mewakili berbagai karakter manusia, dari sifat baik hingga jahat.
Keunikan Warna dan Karakter dalam Tari Topeng Malangan
Dalam tari ini, topeng memiliki beragam warna yang masing-masing melambangkan sifat atau karakter tertentu. Warna-warna tersebut antara lain:
- Merah: Melambangkan keberanian atau amarah.
- Putih: Menunjukkan kesucian dan kebaikan.
- Kuning: Menandakan kesenangan dan kemuliaan.
- Hijau: Melambangkan kedamaian.
- Hitam: Menggambarkan kebijaksanaan.
Selain itu, tari Topeng Malangan juga memiliki banyak karakter yang menggambarkan berbagai emosi manusia, seperti tangis, tawa, malu, dan lainnya. Terdapat sekitar 76 karakter dalam tarian ini, namun enam tokoh utama yang sering muncul adalah:
- Panji Asmoro Bangun: Tokoh protagonis dengan topeng hijau, menggambarkan karakter baik hati.
- Dewi Sekartaji: Tokoh bertopeng putih, simbol kesucian dan kelembutan.
- Gunung Sari: Sahabat Panji dengan topeng kuning, menggambarkan kegembiraan.
- Dewi Ragil Kuning: Adik Panji yang juga aktif dengan topeng kuning.
- Klana Sewandana: Tokoh antagonis bertopeng merah, menandakan sifat pemberani dan pemarah.
- Bapang: Sahabat Klana, juga bertopeng merah.
Gerakan khas dalam tari ini termasuk "tanjak," di mana kaki penari terbuka lebar dan tubuh bergerak mengikuti alur cerita. Selain topeng, penari juga mengenakan kostum sesuai karakter, seperti kain sampur, selendang, mahkota, anting, dan keris sebagai bagian dari properti penampilan.
Asal Usul Tari Topeng Malangan
Tari Topeng Malangan memiliki sejarah panjang yang berakar sejak zaman kerajaan. Salah satu catatan sejarah menyebutkan bahwa topeng pertama kali dikenal pada masa Kerajaan Kanjuruhan di Malang pada sekitar abad ke-8, di bawah pemerintahan Raja Gajayana. Pada masa itu, topeng digunakan sebagai simbol pemujaan dan dibuat dari emas.
Seiring berjalannya waktu, topeng Malangan berkembang dan semakin banyak digunakan dalam upacara-upacara kerajaan, seperti yang tercatat dalam sejarah Kerajaan Singosari dan Majapahit. Pada masa itu, tari topeng sering digunakan dalam penyambutan tamu atau sebagai bagian dari pertunjukan kesenian yang mengangkat cerita-cerita epik seperti Ramayana, Mahabharata, dan Panji.
Cerita Panji sendiri mengangkat kisah cinta dan kepahlawanan, yang hingga kini menjadi tema utama dalam pementasan tari topeng. Bahkan, setelah pengaruh Islam masuk, tari topeng juga digunakan sebagai sarana dakwah, terutama oleh Wali Songo seperti Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga.
Perkembangan Tari Topeng Malangan di Malang
Tari Topeng Malangan tetap hidup hingga kini, meskipun popularitasnya sempat menurun. Di Kabupaten Malang, beberapa desa terkenal sebagai tempat kelahiran kesenian ini, di antaranya Dusun Kedungmonggo, yang sejak zaman kolonial Belanda sudah dikenal sebagai pusat produksi topeng. Pada tahun 1890-an, tari topeng telah menjadi bagian dari kehidupan budaya masyarakat Malang, terutama di bawah pemerintahan Bupati Raden Sjarief.
Sanggar Asmorobangun di Kedungmonggo, yang didirikan oleh maestro tari topeng Mbah Karimun, kini telah mencapai generasi kelima. Selain Kedungmonggo, desa-desa lain seperti Tumpang, Tulus Besar, dan Glagahdowo juga turut memperkenalkan tari topeng Malangan.
Tari Topeng Malangan di Era Modern
Saat ini, tari Topeng Malangan tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga sebagai upaya pelestarian tradisi budaya. Setiap Senin Legi dalam kalender Jawa, Sanggar Asmorobangun rutin menggelar pementasan tari topeng untuk menjaga kelestarian seni ini.
Pementasan biasanya diawali dengan iringan musik gamelan, dilanjutkan dengan salam pembuka, sinopsis cerita, dan ritual sesajen untuk keselamatan pemain dan penonton.
Meskipun tidak lagi digunakan untuk tujuan keagamaan atau penyebaran ajaran Islam, tari topeng Malangan tetap menjadi simbol budaya Malang yang kaya dan beragam. Melalui pementasan-pementasan ini, tari topeng terus hidup sebagai warisan yang menggambarkan kekayaan tradisi dan nilai-nilai luhur masyarakat Malang.
Tari Topeng Malangan, dengan segala keunikan dan maknanya, tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Malang, yang terus dilestarikan hingga hari ini. (**)
sumber: bobobox.com
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?