Mengenal Albertus Soegijapranata, Uskup Pribumi yang Perjuangkan Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Vatikan
sosok Uskup Agung pertama Indonesia ini memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan tanah air
Suarajatimpost.com - Nama Albertus Soegijapranata mungkin tidak sepopuler Bung Karno atau Bung Hatta, dan ia juga tidak terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah seperti Bung Tomo. Namun, sosok Uskup Agung pertama Indonesia ini memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan tanah air. Ia menjadi “dalang” di balik pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Vatikan.
Perjuangan Menggugah Dukungan Vatikan
Sejak lama, hubungan antara Takhta Suci dan Indonesia telah terjalin erat. Vatikan bahkan menjadi negara Eropa pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. Pada tahun 1947, Mgr. Soegijapranata menulis surat kepada Paus Pius XII, menjelaskan situasi genting Indonesia yang kembali diserang Belanda.
Surat tersebut menggerakkan hati Paus untuk memberikan pengakuan resmi terhadap kemerdekaan Indonesia pada 6 Juli 1947, menjadikannya salah satu negara pertama yang melakukannya setelah Mesir dan Suriah.
Lebih dari itu, Paus juga mengajak umat Katolik di seluruh dunia untuk mendukung Indonesia, membantu menghimpun dukungan internasional yang signifikan.
Diplomasi Diam-Diam yang Efektif
Dalam usaha mendapatkan pengakuan internasional, Mgr. Soegijapranata menggunakan strategi yang dikenal sebagai silent diplomacy atau diplomasi diam-diam. Ia aktif menulis di media besar dunia, termasuk Majalah ANP di Belanda dan Majalah Commonwealth di Amerika Serikat, untuk mengangkat situasi Indonesia ke permukaan. Metode ini memungkinkan Mgr. Soegijapranata membangun kepercayaan dan menghindari ketegangan yang bisa terjadi akibat sorotan publik.
Nasionalisme yang Kuat
Sebagai seorang nasionalis sejati, Mgr. Soegijapranata pernah menyatakan penolakannya untuk merayakan Natal dengan berlebihan, mengingat banyaknya penderitaan rakyat akibat Agresi Militer II. Ia juga mendorong umat Katolik untuk berkontribusi bukan hanya bagi gereja, tetapi juga bagi bangsa.
Slogannya, “100% Katolik, 100% Indonesia,” mencerminkan komitmennya yang kuat terhadap gereja dan negara. Atas jasa-jasanya, Presiden Soekarno menganugerahi Mgr. Soegijapranata gelar Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No.152 Tahun 1963.
Warisan Diplomasi
Sejarah Mgr. Soegijapranata menunjukkan pentingnya diplomasi dalam perjuangan kemerdekaan. Menariknya, Indonesia kembali menggunakan strategi silent diplomacy pada tahun 2023 untuk menangani krisis di Myanmar, menunjukkan bahwa metode ini masih relevan hingga kini.
Dengan kisahnya yang inspiratif, Mgr. Soegijapranata bukan hanya seorang pemimpin spiritual, tetapi juga pahlawan yang berkontribusi signifikan terhadap sejarah Indonesia. (**)
sumber: goodnewsfromindonesia.id
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?