ITS dan FORPESS Jalin Kerja Sama Strategis untuk Kemandirian Pesantren
Dengan teknologi desalinasi dan pengolahan sampah, ITS dan FORPESS menggagas langkah inovatif untuk menjawab tantangan air bersih dan kemandirian ekonomi di pesantren Sumatera Selatan.
SURABAYA, SJP - Di balik peran besar pondok pesantren sebagai benteng pendidikan karakter, tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan dasar masih menjadi bayang-bayang yang sulit dihindari.
Salah satu tantangan utama adalah persoalan air bersih dan pengelolaan sampah, terutama di wilayah Sumatera Selatan. Di tengah kondisi geografis yang menyulitkan, pesantren kerap bergantung pada sumber daya eksternal, yang berdampak pada biaya operasional yang tinggi.
Namun, optimisme baru hadir melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Forum Pondok Pesantren Sumatera Selatan (FORPESS). MoU ini menjadi pintu masuk kolaborasi strategis untuk mendukung kemandirian ekonomi pesantren melalui solusi teknologi berbasis inovasi.
"Kerja sama ini berawal dari langkah ITS menjalin hubungan dengan ADESBERI, Asosiasi Desa Berdikari Indonesia, yang selama ini aktif dalam pemberdayaan masyarakat desa di berbagai wilayah," ujar Arman Hakim Nasution, Ketua Pusat Kajian Kebijakan Publik Bisnis dan Industri (PKKPBI) ITS, saat ditemui usai acara penandatanganan, Senin (9/12/2024).
Arman mengungkapkan bahwa melalui ADESPERI, ITS dipertemukan dengan Forum Pondok Pesantren Sumatera Selatan (FORPESS), organisasi yang menaungi lebih dari 300 pondok pesantren di Sumatera Selatan, yang mana tiap pesantren bisa ada yang menampung hingga 14 ribu santri.
"Dari jumlah pondok pesantren di Sumsel yang banyak itu, tentu menandakan skala besar tantangan dan peluang yang ada, khususnya dalam hal air bersih. Karena di daerah itu masih bergantung pada air payau, yang tidak hanya mahal tetapi juga kurang baik untuk kesehatan dan kebutuhan sehari-hari," imbuhnya.
Arman menjelaskan, salah satu fokus utama kerja sama ini adalah penerapan teknologi desalinasi untuk mengubah air payau menjadi air bersih yang layak konsumsi. Dengan jumlah santri yang mencapai ribuan di satu pesantren, kebutuhan air bersih menjadi tantangan besar.
"Kami ingin membantu pesantren dengan teknologi yang kami kembangkan di ITS. Salah satunya adalah mesin Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang tidak hanya menyediakan air minum tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan," tambahnya.
Selain itu, kerja sama ini juga mencakup pengelolaan sampah berbasis teknologi. Dengan jumlah santri yang besar, volume sampah menjadi masalah serius, terlebih jika mulai menerapkan AMDK yang juga akan hasilkan sampah plastik seperti botol.
"Jadi nantinya kami juga akan membantu pesantren mengolah sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat, seperti kompos atau daur ulang plastik. Ini tidak hanya menyelesaikan masalah sampah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi pesantren," jelas Arman.
Muhsin Salim, Ketua Umum FORPESS, menyambut positif langkah ini. Ia menilai kolaborasi dengan ITS dapat menjadi momentum besar untuk memajukan pesantren di Sumatera Selatan.
"Pesantren perlu didorong untuk tidak hanya menjadi tempat pendidikan, tetapi juga pusat ekonomi yang mandiri. Kerjasama ini memberikan solusi nyata, seperti teknologi AMDK dan pengelolaan sampah, yang dapat membantu pesantren mengembangkan usaha," ungkap Muhsin.
Muhsin juga menyoroti pentingnya keberlanjutan dalam kerja sama ini. Pihaknya berharap bahwa MoU itu tidak hanya sebatas seremonial, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata.
"ITS telah berkomitmen membantu kami, termasuk dalam bentuk pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Bahkan, ada rencana untuk melibatkan mahasiswa ITS dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di pesantren," ujarnya.
Selain solusi teknologi, ITS juga berencana memberikan akses pendidikan yang lebih luas bagi santri pesantren di Sumatera Selatan.
Kerja sama ini diharapkan menjadi model bagi kolaborasi serupa di masa depan. Dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi, pesantren tidak hanya dapat mengatasi masalah mendasar seperti air bersih dan sampah, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.
"Pesantren harus menjadi pilihan utama masyarakat, bukan sekadar alternatif. Dengan adanya teknologi dan dukungan dari ITS, kami optimistis pesantren di Sumatera Selatan akan mampu menghadapi tantangan dan menjadi lebih mandiri," pungkas Muhsin.
Dengan implementasi yang tepat, MoU antara ITS dan FORPESS ini dapat menjadi katalis bagi transformasi pesantren menuju kemandirian dan keberlanjutan ekonomi yang lebih baik. (*)
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?