Hasrat/Syahwat/Ambisi Berkuasa dan Degradasi Moral dalam Politik

Hasrat/syahwat/ambisi akan kekuasaan adalah kecenderungan alamiah manusia. Namun, ketika mengejar kekuasaan menjadi prioritas, pertimbangan moral seringkali dikesampingkan. Mekanisme yang digunakan untuk memuaskan keinginan tersebut dapat mengarah pada praktik-praktik yang patut dipertanyakan seperti korupsi, manipulasi atau bahkan penipuan.

28 Sep 2024 - 22:00
Hasrat/Syahwat/Ambisi Berkuasa dan Degradasi Moral dalam Politik
Foto ilustrasi: pixabay.com

Intro

Hasrat adalah keinginan atau kebutuhan manusia untuk melakukan atau memiliki sesuatu demi mewujudkan harapannya. Begitupula Syahwat, yang merupakan kecenderungan jiwa untuk mendapatkan apa yang diinginkan atau nafsu keinginan (ambisi).

Namun, interaksi antara Hasrat/syahwat/ambisi politik dan perilaku etis telah lama menjadi perhatian khalayak. Ketika tingkat kekuasaan seseorang bertambah, keinginan untuk mempengaruhi sering kali bertentangan dengan standar moral, sehingga menyebabkan degradasi moral yang kompleks. Nafsu yang tak terpuaskan akan kekuasaan dapat menyebabkan merosotnya moralitas politik, sehingga berdampak pada para pemimpin dan masyarakat yang mereka pimpin. 

Sifat Kekuasaan

Pada dasarnya kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perilaku orang lain. Secara politis, hal ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk:

1. Otoritas Politik

Wewenang sah yang diberikan kepada pejabat terpilih, memungkinkan mereka mengambil keputusan atas nama konstituennya.

2. Kekuatan Ekonomi

Kontrol atas sumber daya keuangan yang dapat digunakan untuk memanipulasi situasi dan hasil demi keuntungan pribadi.

Hasrat/syahwat/ambisi akan kekuasaan adalah kecenderungan alamiah manusia. Namun, ketika mengejar kekuasaan menjadi prioritas, pertimbangan moral seringkali dikesampingkan. Mekanisme yang digunakan untuk memuaskan keinginan tersebut dapat mengarah pada praktik-praktik yang patut dipertanyakan seperti korupsi, manipulasi atau bahkan penipuan.

Korelasi Antara Kekuasaan dan Degradasi Moral

Ketika para pemimpin menduduki posisi berkuasa, mereka sering kali menghadapi dilema etika yang kerapkali bertentangan dengan hati nurani. Faktor-faktor berikut menggambarkan bagaimana kekuasaan dapat menyebabkan degradasi moral:

1. Korupsi

Manifestasi paling mencolok dari kerusakan moral adalah korupsi. Para pemimpin mungkin menyerah pada godaan, yang pada akhirnya menyalahgunakan kekuasaan mereka demi keuntungan pribadi. Suap, nepotisme, dan korupsi akan tumbuh subur ketika individu mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan publik.

2. Menghalalkan Segala Cara

Dalam politik, perebutan kekuasaan dapat menumbuhkan pola pikir yang menganggap bahwa menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan adalah sah-sah saja. Sikap ini dapat mengarah pada pembenaran atas keputusan yang tidak etis, hingga pengabaian terhadap norma-norma sosial.

3. Akuntabilitas yang Tidak Sempurna

Begitu berkuasa, banyak individu menjalankan sistem yang tidak memiliki akuntabilitas sempurna. Hal ini dapat menciptakan ruang gema dimana perilaku tidak etis atau amoral dalam mengambil kebijakan dianggap menjadi hal yang normal.

4. Dampak Psikologis

Psikologi kekuasaan sering kali mengarah pada rasa berhak. Individu dengan kekuasaan yang lebih tinggi cenderung menunjukkan peningkatan perilaku mengambil risiko dan kurang menunjukan empati terhadap orang lain. Pergeseran psikologis ini dapat semakin memperburuk kemerosotan standar moral dalam konteks politik.

Studi Kasus Degradasi Moral

Contoh-contoh sejarah memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana hasrat akan kekuasaan dapat menyebabkan erosi moral. Seperti dua kasus di bawah ini:

1. Skandal Watergate (1972)

Skandal terkenal yang melibatkan Presiden Nixon dan pemerintahannya menunjukkan bagaimana pencarian kekuasaan tanpa henti dapat mengarah pada tindakan tidak etis, termasuk menutup-nutupi aktivitas kriminal.

2. Skandal Enron (2001)

Demikian pula, skandal Enron yang dapat menjadi pengingat akan persinggungan kekuasaan perusahaan dengan politik. Hasrat untuk mendapatkan keuntungan berujung pada penipuan-penipuan tingkat tinggi, yang mengakibatkan kerugian besar bagi karyawan dan pemegang saham, serta krisis kepercayaan terhadap tata kelola perusahaan. Kasus ini juga memicu pertanyaan serius tentang efektifitas badan pengawas dan regulasi di Amerika Serikat.

Konsekuensi Bagi Masyarakat

Konsekuensi dari degradasi moral politik tidak hanya berdampak pada pemimpin saja. Hal ini mempengaruhi tata kelola, kepercayaan publik, dan norma-norma masyarakat. Beberapa dampak buruknya antara lain:

1. Terkikisnya Kepercayaan Publik

Kepercayaan terhadap institusi pemerintahan menurun ketika masyarakat menyadari bahwa para pemimpinya mengalami kemerosotan moral dalam menjalankan roda pemerintahan.

2. Dasar-Dasar Kebijakan

Degradasi moral dalam pembuatan kebijakan dapat berujung pada terciptanya undang-undang dan peraturan yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan daripada kepentingan publik, dan berujung pada kesenjangan sosial.

3. Kerusakan Kelembagaan

Seiring berjalannya waktu, degradasi moral dapat merembes ke dalam institusi, sehingga mengarah pada budaya dimana perilaku tidak etis menjadi standar, sehingga melumpuhkan fondasi pemerintahan demokratis.

Kesimpulan

Hubungan antara keinginan untuk berkuasa dan degradasi moral dalam politik sangatlah kompleks dan memiliki banyak segi. Ketika individu mencari posisi yang lebih berpengaruh, godaan untuk mengkompromikan standar etika sering kali meningkat. Namun, mengakui dinamika Degradasi Moral dalam Politik sangat penting, demi terwujudnya budaya akuntabilitas, transparansi, dan integritas etika dalam pemerintahan.

Pada akhirnya, tantangan terletak pada menyeimbangkan keinginan bawaan akan kekuasaan dengan komitmen terhadap prinsip-prinsip moral yang menjunjung tingi kebaikan bersama, memastikan bahwa ambisi politik tidak merusak tatanan masyarakat.

Penulis : Abrori, penikmat Kopi Kothok dan Dji Sam Soe Refill

Disclaimer: Segala isi di rubrik OPINI, baik berupa teks, foto, maupun gambar merupakan pendapat pribadi penulis dan segala konsekuensi bukan menjadi tanggung jawab redaksi.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow