Yuk, Pahami Suap-menyuap dalam Delik Korupsi

Di Indonesia, hampir seluruh lini kehidupan bersinggungan dengan suap. Tak memberikan tip kepada petugas demi memperlancar urusan, justru dibilang tidak wajar. Padahal, pemberi dan penerima suap sama-sama melakukan tindak korupsi. 

09 Dec 2023 - 14:00
Yuk, Pahami Suap-menyuap dalam Delik Korupsi
KPK saat menunjukkan uang hasil OTT yang menyeret Kejari Bondowoso (Foto : KPK RI)

Bondowoso, SJP – Kasus suap yang baru-baru ini membawa awan hitam di Kabupaten Bondowoso, menjadi cermin, bahwa praktik korupsi dan suap menyuap di lingkungan Aparat Penegak Hukum (APH) masih kerap terjadi.

Hal itu dibuktikan dengan tertangkapnya Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso, Puji Triasmoro bersama Kasi Pidsusnya, Alexander Kristian Diliyanto Silaen, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 15 November 2023 lalu.

Mereka ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penghentian penyelidikan proyek pengadaan nilai produksi dan nilai tambah holtikultura yang dikerjakan oleh perusahaan milik YSS dan AIW. 

Lagi-lagi, kasus suap tersebut menjadi cambuk dan mencoreng institusi adhyaksa di seluruh Indonesia.

Oleh karena itu, sobat SJP harus memahami, bahwa saat ini setiap orang bisa saja melakukan suap-menyuap dalam segala hal, meskipun dalam jumlah yang kecil.

Karena, sejak lama, suap sering dianggap sebagai “sesuatu yang lumrah”, bahkan tidak menyalahi aturan. 

Di Indonesia, hampir seluruh lini kehidupan bersinggungan dengan suap. Tak memberikan tip kepada petugas demi memperlancar urusan, justru dibilang tidak wajar. Padahal, pemberi dan penerima suap sama-sama melakukan tindak korupsi. 

Dalam buku Sosiolog Hukum: Sesuatu Pengantar karya Dr. Baso Madiong disebutkan, suap dianggap sebagai bentuk primitif dan induk korupsi.  

Karena sering dianggap wajar dan berlangsung terus-menerus, dalam kepala setiap orang di masyarakat Indonesia, seolah-olah suap adalah hal wajar. 

Tengok saja, masih banyak anggapan di masyarakat, bahwa melamar PNS, TNI, atau Polri tidak akan lulus jika tanpa suap.

Karenanya, suap kemudian dikenal dengan uang sogok, pelicin, dan banyak istilah lainnya. Suap bisa dilakukan secara langsung atau melalui perantara. 

Dalam perkara-perkara suap di Indonesia, jarang transaksi diberikan lewat rekening bank. Seringkali, pemberian dilakukan lewat perantara dan memakai kode atau istilah tertentu.

Dalam perkara suap yang diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun terakhir, banyak istilah yang dipakai oleh pelaku suap-menyuap. Berikut ini sejumlah istilah suap yang dipakai, di antaranya :

•    Bisyaroh
Istilah ini sebetulnya merujuk honor/gaji bagi guru di pondok pesantren. Muncul dalam kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama pada 2019.

Kasus ini menjerat Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy yang ditangkap dalam proses OTT KPK pada 15 Maret 2019. 

Romy, panggilan akrabnya, terima suap secara bertahap senilai Rp 255 juta dari mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.Juga, uang dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi sebesar Rp 50 juta. 

•    Uang Kondangan
Istilah ini dipakai pelaku dalam perkara Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada 2016. Edy divonis 5,5 tahun penjara karena menerima uang suap Rp 150 juta dari pihak yang berperkara di PN Jakarta Pusat

Sang penyuap, yaitu Doddy Aryanto Supeno, pegawai PT Artha Pratama Anugrah kala itu, menyebut uang itu sebagai “uang kondangan” untuk pernikahan anak Edy, Andre Nasution. 

•    Kacang Pukul
Istilah unik ini muncul dalam perkara korupsi Gubernur Riau Annas Maamun pada 2014. Gulat Medali Emas Manurung, terdakwa kala itu, membuat sandi suap yang diberikan kepada Annas. Uang Rp2 miliar itu dititipkan Gulat melalui ajudan Annas dengan kode “kacang pukul.” 

Gulat divonis tiga tahun penjara. Suap untuk memuluskan alih fungsi lahan. Gulat minta Annas memasukkan areal perkebunan sawitnya dalam usulan revisi dari kawasan hutan menjadi bukan hutan. 

Areal kebun kelapa sawit yang diajukan Gulat berada di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 ha.

•    Apel Malang, Apel Washington, Pelumas, dan Semangka
Ini begitu populer kala kasus mencuat ke publik pada 2012. Muncul dalam perkara suap pembangunan Wisma Atlet Jakabaring 2010-2011 yang menyeret anggota Badan Anggaran DPR juga Politisi Demokrat kala itu Angelina Sondakh. 

Dalam kesaksiannya, Mindo Rosalina Manulang, karyawan PT Anak Negeri juga terpidana kasus sama, menuturkan istilah “apel malang" berarti uang rupiah, “apel washington" berarti dolar AS, “pelumas" berarti uang, dan “semangka" artinya permintaan dana. Angelina menerima uang Rp2,5 miliar dan US$1.200.000.

Definisi Suap

Dalam terminologi hukum, suap didefinisikan sebagai “pemberian atau janji kepada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri yang berhubungan dengan jabatannya,” demikian dikutip dalam buku Delik-Delik Korupsi (2020) karya Mahrus Ali dan Deni Setya Bagus Yuherawan.

Disebutkan pula, suap disepadankan dengan delik jabatan karena suatu pemberian sesuatu atau janji pasti berhubungan dengan jabatan seseorang. Jabatan di sini dibatasi hanya pada jabatan publik, dan tidak termasuk jabatan di sektor swasta. “Sesuatu” yang dimaksud yaitu bernilai ekonomi.

Di situlah, suap termasuk dalam tindak pidana korupsi.

Undang-Undang Nomor 31 Nomor tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyederhanakan korupsi dalam tujuh kelompok.

Di antaranya, menyebabkan kerugian negara, suap menyuap, gratifikasi, benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa, pemerasan, perbuatan curang, dan penggelapan dalam jabatan.

Menurut Ali dan Yuherawan, setidaknya ada tujuh karakter dari delik suap dalam UU Pemberantasan Tipikor. Berikut ulasannya :

  1. Bertemunya kehendak pemberi dan penerima untuk melakukan suap. Maka, dalam perkara suap baik pemberi dan penerima suap sama-sama dihukum. 
  2. Niat jahat untuk melakukan perbuatan terlarang sebelum suap dilakukan.
  3. Objek suap adalah hadiah atau janji.
  4. Pemberi suap bisa siapa saja, sedangkan penerima suap adalah penyelenggara negara, pegawai negeri, hakim, dan advokat.
  5. Suap terkait jabatan penerima suap, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara.
  6. Dalam delik suap tidak berlaku pembalikan beban pembuktian. Baik pemberi suap maupun penerima suap tidak berkewajiban untuk membuktikan bahwa hadiah atau janji yang diberikan oleh pemberi suap atau penerima suap tidak ada kaitannya dengan jabatan publik penerima suap. Yang berkewajiban untuk membuktikan bahwa hadiah atau janji bukanlah suap tetap jaksa penuntut umum.
  7. Operasi Tangkap Tangan dapat terjadi pada delik suap. Faktanya, mayoritas OTT KPK menyangkut perkara suap. (**)

Editor : Rizqi Ardian
Sumber : Pusat Edukasi Antikorupsi

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow