TP PKK dan Dinsos P3AKB Bondowoso Kompak Cegah Perkawinan Anak

Kolaborasi lintas sektoral harus dilakukan untuk mensosialisasikan dampak negatif pernkawinan anak dan risiko yang akan berdampak pada batera rumah tangga serta kesehatan dan pendidikan.

25 Sep 2024 - 19:30
TP PKK dan Dinsos P3AKB Bondowoso Kompak Cegah Perkawinan Anak
Lomba simulasi cepak (cegah perkawinan anak) yang digelar oleh TP PKK Kabupaten Bondowoso dengan Dinsos P3AKB untuk mencegah perwakinan anak, pada Rabu (25/9/2024) di aula TP PKK Bondowoso (Foto : Rizqi/SJP)

BONDOWOSO, SJP – Semua pihak berupaya untuk menekan angka dan mencegah perkawinan anak di Kabupaten Bondowoso. Kolaborasi dan sinergi lintas sektoral juga dilakukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, agar bersama-sama mencegah perkawinan anak.

Kali ini, TP PKK Kabupaten Bondowoso turut serta dalam pencegahan perkawinan anak dengan melaksanakan lomba simulasi cepak (cegah perkawinan anak), berkolaborasi dengan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) dan akademisi dari Universitas Bondowoso.

Kepala Dinsos P3AKB, Anisatul Hamidah melalui Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Hafidatullaily mengatakan, lomba ini merupakan langkah pemerintah dalam mengedukasi masyarakat untuk bersam-sama mencegah perkawinan anak dk Bondowoso.

“Lomba simulasi ini dibuka oleh Pj Ketua TP PKK Bondowoso dan diikuti oleh peserta dari 23 kecamatan, yang dikemas dengan semacam permainan dengan menjawab materi pertanyaan tentang seputar perkawinan anak,” katanya menjelaskan kepada suarajatimpost.com, pada Rabu (25/9/2024).

Materi yang diberikan, kata perempuan yang karib dipanggil Lely ini, di antaranya, tentang apa saja yang harus dilakukan pemerintah bersama seluruh pihak untuk mencegah pernikahan dini atau perkawinan anak di Bumi Ki Ronggo.

“Untuk mencegahnya, yakni dengan menyediakan pendidikan formal yang memadai, melakukan sosialisai tentang pendidikan seks, memberdayakan masyarakat agar lebih paham tentang pernikahan dini. Kemudian meningkatkan peran pemerintah dan mendorong terciptanya kesetaraan gender,” jelasnya.

Lely juga menjelaskan, sosialisasi dan edukasi kepada remaja sejak dini tentang dampak negatif yang ditimbulkan akibat perkawinan anak, perlu disampaikan. Yakni, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), emosi yang sangat labil dan putus sekolah.

“Selain banyak dampak negatifnya, faktor terbesar yang mendasari para remaja melakukan pernikahan dini adalah faktor sosial, ekonomi, pendidikan, agama, sulit mendapatkan pekerjaan, media masa, orang tua dan budaya,” urainya. 

Oleh sebab itu, pemerintah mendorong agar para remaja, untuk mencegah terjadinya pernikahan dini dengan memberikan pendidikan perempuan, pemberdayaan perempuan, pemberdayaan masyarakat lebih luas untuk membantu hak- hak perempuan, perbanyak lapangan kerja dan pemberlakuan perundang-undangan.
 
“Pernikahan dini juga berdampak negatif kepada pendidikan. Karena, anak tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi, sehingga saat ini hanya 5,6 persen anak yang menikah dini dan masih melanjutkan sekolah,” kata Lely. 

Lebih jelas, perempuan berkacamata dan berhijab ini juga menerangkan risiko yang akan menimpa bahtera rumah tangga bagi pasangan yang menikah dini. Bahkan, juga berisiko meningkatkan angka kematian ibu dan bayi.

“Pasangan suami istri remaja yang melakukan pernikahan dini terutama sebelum menginjak usia 18 tahunm berisiko mengalami gangguan mental sebesar 41 persen. Seperti depresi, kecemasan, gangguan desiatif (kepribadian ganda). Bahkan, bayi yang dilahirkan berisiko strunting, berat badan bayi rendah, komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya angka kematian pada bayi,” urainya. 

Dirinya berharap, melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dengan kolaborasi dan sinergi lintas sektoral, remaja di Bondowoso mengetahui apa saja yang menjadi dampak negatif dari pernikahan dini atau perkawinan anak. 

Karena, lanjutnya, berkat sosialisasi yang gencar dilakukan oleh Dinsos P3AKB, saat ini angka pernikahan anak di Bumi Ki Ronggo menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. 

Hal itu ditunjukkan dari semakin turunnya angka dispensasi kawin di Kabupaten Bondowoso pada tahun 2024, yang begitu drastis, jika dibandingkan tahun 2022 dan 2023.

“Kami (Dinsos P3AKB) mencatat angka dispensasi kawin hingga Minggu ketiga bulan September 2024 mencapai angka 175. Angka ini jauh menurun jika dibanding tahun sebelumnya yang menyentuh angka 478 kasus dalam setahun. Sedangkan pada tahun 2022 mencapai 600 an," terangnya.

Pihaknya terus bekerja sama dengan semua pihak, seperti MUI, Pengadilan Agama, dan organisasi-organisasi yang ada di Bondowoso. Bahkan, rencananya nanti akan bekerja sama dengan kepala desa.

"Penurunan ini berkat kerja sama semua pihak. Nantinya kami akan berkolaborasi tiga pilar kecamatan, kepala desa dan organisasi lainnya, agar bisa bersama-sama mensosialisasikan upaya menekan pernikahan dini di Bondowoso," pungkasnya. (*)

Editor : Tri Sukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow