Tingginya Dispensasi Nikah di Jatim: Upaya Peningkatan Kesadaran Melalui Dialog Akademisi

Data Kependudukan 2023 menunjukkan bahwa ada 61 persen dispensasi nikah karena untuk menghindari zina, 21 persen permohonan dispensasi nikah karena hamil, alasan budaya hampir 10 persen, dan pergaulan bebas 7 persen.

02 Jul 2024 - 20:30
Tingginya Dispensasi Nikah di Jatim: Upaya Peningkatan Kesadaran Melalui Dialog Akademisi
Kaperwil BKKBN Maria Ernawati (Pijar Jatim/SJP)

Surabaya, SJP - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur (Jatim), masih menghadapi tantangan besar terkait angka dispensasi nikah, atau pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami isteri yang belum berusia 19 tahun.

Data Kependudukan 2023 menunjukkan, tingginya angka pernikahan anak ternyata relevan dengan tingginya angka perceraian di Provinsi Jawa Timur.

Berkenaan dengan itu, Kelompok Kerja Insan Jurnalistik keluarga berencana (Pijar) Jatim menggelar 'Jatim Goes to Campus', yakni, kegiatan Dialog Akademisi bertajuk "Pergaulan Remaja dan Fenomena yang Tak Diinginkan" untuk meningkatkan kesadaran anak-anak muda.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati, MM, mengapresiasi teman-teman wartawan yang tergabung dalam Pijar Jatim atas kegiatan yang juga merupakan rangkaian dari Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 di Tahun 2024. 

"Kegiatan ini sangat luar biasa, teman-teman media bersama akademisi memiliki kepedulian yang tinggi akan tercapainya Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stungting (PSS) dan pernikahan anak di Jatim," ungkap Erna di Aula Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Selasa (2/7). 

"Harapan saya dengan selesainya kegiatan ini, setiap mahasiswa akan memiliki pemahaman terkait stunting dan pernikahan anak dan bisa memberikan sharing kepada media sosial nya masing-masing," sambungnya.

Erna mengungkapkan, pernikahan anak di Jatim masih tinggi, bahkan data Kependudukan 2023 menunjukkan bahwa ada 61 persen dispensasi nikah, karena untuk menghindari zina, 21 persen permohonan dispensasi nikah karena hamil, alasan budaya hampir 10 persen, dan pergaulan bebas 7 persen. 

"Sedang permohonan diska karena faktor ekonomi hanya satu (1) persen saja dari diska yang ada hampir 80 persen bercerai," ujar Erna.

"Lucunya, penyebab perceraian yang pertama adalah perselisihan yang terus menerus, jelas karena belum matang secara mental, sedangkan faktor kedua adalah ekonomi," imbuhnya.

Erna menyoroti hal ini dan menyayangkan bagaimana faktor ekonomi jarang dijadikan alasan saat akan menikah, namun 46 persen alasan bercerai adalah karena faktor ekonomi.

"Pemikiran mahasiswa akan pernikahan anak dan stunting perlu kita diskusikan dari segala prespektif akan menjadi hal yang sangat menarik," tegas Erna.

"Jadi dari dialog ini diharapkan bisa meningkatkan kualitas penduduk sehingga indeks pembangunan manusia, derajat kesehatan, derajat ekonominya lebih baik," harapnya.

Masih di lokasi yang sama, Rekor Universitas Muhammadiyah Dr. Hidayatulloh MSi, juga mengapresiasi kegiatan ini, terutama sebagai penambah wawasan mahasiswa.

"Kami mengucapkan terimakasih kepada BKKBN Provinsi Jawa Timur dan narasumber dan para dosen dalam kegiatan dialog akademisi ini," tandas Hidayatullah. (*)

Editor: Rizqi Ardian 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow