Pesan APTI Bondowoso Soal Alokasi DBHCHT
APTI juga mengkritisi Pemerintah Kabupaten Bondowoso yang dinilai masih abu-abu dalam meningkatkan kualitas tembakau, yang notabene memberikan kontribusi besar dalam penerimaan DBHCHT setiap tahunnya.
Kabupaten Bondowoso, SJP – Penyaluran bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Kabupaten Bondowoso mendapatkan tanggapan dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI).
Ketua APTI Bondowoso, Muhammad Yazid berharap alokasi DBHCHT untuk bantuan alsintan, bisa menekan biaya usaha tani tembakau para petani. Sehingga, tembakau yang dihasilkan nantinya bisa berkualitas dan memiliki daya saing yang kuat.
“APTI menyampaikan selamat kepada Poktan yang telah diberi amanah oleh Pemkab melalui DPKP (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan) Bondowoso, dalam upaya untuk menekan biaya usaha tani tembakau, agar tembakau yang dihasilkan berdaya saing,” katanya, Kamis (28/12/2023).
Kendati demikian, APTI juga mengkritisi Pemerintah Kabupaten Bondowoso yang dinilai masih abu-abu dalam meningkatkan kualitas tembakau, yang notabene memberikan kontribusi besar dalam penerimaan DBHCHT setiap tahunnya.
“Bondowoso sejak zaman Belanda sudah dikenal sebagai wilayah historis tembakau. Oleh sebab itu, wajib bagi Pemkab untuk terus digalakkan dan tidak abu-abu, karena kontribusinya pada Pemkab sangat jelas,” tegas M Yazid yang juga Sekretaris APTI Jawa Timur ini.
APTI juga mengungkap, selama ini belum ada upaya strategis dari dari Pemkab Bondowoso dalam meningkatkan kualitas bahan baku tembakau. Bahkan, APTI menolak wacana di tahun 2024, soal DBHCHT yang akan dialokasikan untuk bantuan pupuk urea.
“Insyaallah APTI Bondowoso menolak selama prosesnya sama dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Karena, tahun 2024, alokasi DBHCHT Bondowoso turun menjadi kurang lebih Rp 55,8 miliar, lebih kecil dibandingkan tahun 2023 yang mencapai Rp 64 miliar,” tukasnya.
Oleh sebab itu, lanjut M Yazid, tahun 2024 mendatang, Pemkab Bondowoso harus memperhatikan aturan alokasi DBHCHT yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan. Sehingga, arahnya jelas ada alokasi 20 persen untuk peningkatan kualitas bahan baku.
“APTI sampai saati ini belum tahu detail berkaitan giat peningkatan kualitas bahan baku, karena di sini bersentuhan dengam GAP (good agriculture practicis) misal bantuan Saprodi, benih dan lainnya,” ungkap M Yazid melalui pesan Whatsappnya.
“Kami berharap pada Pemkab Bondowoso agar tegak lurus dengan Peraturan Menteri Keuangan, dimana alokasi DBHCHT sebesar 20 persen, harus dialikasikan untuk peningkatan koalitas bahan baku,” tambahnya, kepada suarajatimpost.com.
Mendatang, APTI mengusulkan agar Pemkab Bondowoso lebih kreatif dalam mengalokasikan DBHCHT di sektor komuditi tembakau dan ada keberpihakan yang jelas kepada petani tembakau yang menjadi tulang punggung atau pahlawan DBHCHT.
“Usulan APTI, tentu Pemkab harus lebih kreatif, inovatif dalam program peningkatan kualitas dan produktifitas, serta keberpihakan pada petani yang berkontribusi dalam pemasukan cukai. Tanpa petani tembakau sebagai produsen (bahan baku), tentu tidak akan ada rokok (produk hilir) yang menghasilkan cukai,” pesannya.
Kreatif menurut APTI, Pemkab Bondowoso harus memiliki program yang strategis untuk menumbuhkan minat petani milenial. Selain itu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan membranding tembakau Bondowoso agar lebih dikenal.
“Kita sadar bahwa pelaku pertanian itu 85 persen adalah petani tua. Jika tidak diantisipasi, maka sektor pertanian di Bondowoso/Indonesia 25 tahun mendatang akan hilang. Peningkatan kapasitas SDM juga perlu ditingkatkan, karena kita ada pada era 4.0, serta branding tembakau Bondowoso perlu diangkat melalui exhibition trade, gebyar dan lainnya,” pungkasnya. (*)
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?