Mengenal Pesantren Inklusi Sabilillah di Probolinggo, Mudahkan Santri Difabel dengan Metode Abasa
Pesantren Inklusi Sabilillah menggunakan metode pembelajaran yang unik, yaitu metode Abasa yang dirancang khusus untuk memudahkan para santri difabel dalam mempelajari Al-Qur'an
Probolinggo, SJP - Upaya perhatian kepada masyarakat termasuk santri yang berkebutuhan khusus atau difabel terus digalakkan.
Nah, di Probolinggo ada salah satu pesantren yang memberikan perhatian khusus kepada santri difabel tersebut.
Ialah pesantren Inklusi Sabilillah, yang berada di Dusun Krajan Desa Sumberkerang, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo.
Pesantren ini secara khusus memberikan kesempatan bagi para santri difabel untuk mendapatkan pendidikan agama yang berkualitas.
Awalnya, pesantren ini didirikan sebagai Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) Sabilillah oleh Muhammad Mahin pada tahun 2001.
Sejak awal, TPQ Sabilillah sudah menerima 127 santri, di mana 11 di antaranya adalah santri berkebutuhan khusus.
Mulai dari tuna netra, tuna rungu wicara, disleksia, autis, hingga lumpuh, semua diberikan kesempatan untuk belajar dan berkembang di pesantren ini.
Seiring berjalannya waktu, TPQ Sabilillah berkembang menjadi Pesantren Inklusi Sabilillah.
Pesantren ini telah dilengkapi dengan asrama dan fasilitas lainnya untuk menampung santri difabel yang jarak rumahnya jauh dari pesantren.
Muhammad Mahin, pengasuh dari Pesantren Inklusi Sabilillah, juga merupakan seorang penyuluh agama Islam yang terpilih sebagai penyuluh teladan tingkat kabupaten dan Provinsi Jawa Timur.
Pada tahun 2022, ia kembali terpilih sebagai penyuluh teladan dalam Penyuluh Agama Award Kementerian Agama Jawa Timur.
“Alhamdulillah di tahun 2020 terpilih penyuluh award tingkat kabupaten dan provinsi. Tahun 2022 terpilih lagi hingga tingkat provinsi, tapi tidak tampil di nasional karena terdampak pandemi. Baru tahun terpilih mewakili Kemenag Jatim ke tingkat nasional di Kemenag RI,” ungkap Mahin, Senin (03/06).
Dan pada tahun 2024, Mahin berhasil mewakili Jawa Timur di tingkat nasional Kementerian Agama Republik Indonesia.
Prestasi ini merupakan bukti nyata dari dedikasi dan komitmen Mahin dalam mengembangkan pesantren inklusi serta memberikan pendidikan yang berkualitas bagi santri difabel.
Pesantren Inklusi Sabilillah menggunakan metode pembelajaran yang unik, yaitu metode Abasa.
Metode ini dirancang khusus untuk memudahkan para santri difabel dalam mempelajari Al-Qur'an.
Selain itu, pesantren ini juga bekerja sama dengan beberapa tenaga ahli seperti psikolog dan terapis untuk memberikan pendampingan yang optimal bagi santri difabel.
Meskipun sibuk dalam mengembangkan pesantren inklusi, Mahin juga tetap fokus dalam persiapan untuk ajang Penyuluh Award tingkat nasional.
Hal ini dilakukannya sebagai bentuk syiar kepada masyarakat agar lebih memperhatikan kaum difabel dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan layanan masyarakat.
Mahin berharap agar ke depannya akan semakin banyak pesantren dan lembaga pendidikan lain yang memperhatikan kebutuhan santri difabel.
“Saya berharap, ke depan akan semakin banyak pesantren-pesantren lain, lembaga-lembaga lain yang juga memperhatikan kebutuhan santri disablitas ini. Saya juga berharap pemerintah mensupport pesantren inklusi, agar dapat berkembang lebih baik lagi,” tandasnya. (*)
Editor: Tri Sukma.
What's Your Reaction?