Mbangunredjo Art Fest Perbaiki Citra "Dolly"
Yayasan Kebudayaan Djatidjoyodiningrat Nusantara (Djatidjoyo) adakan pameran kesenian bertajuk "Mbangunredjo Art Fest- Gelar Seni Budaya Kampung Arek Suroboyo" untuk perbaiki citra kawasan yang sempat menjadi kawasan lokalisasi terbesar di Indonesia.
Surabaya, SJP - Yayasan Kebudayaan Djatidjoyodiningrat Nusantara (Djatidjoyo) mengadakan pameran kesenian bertajuk "Mbangunredjo Art Fest- Gelar Seni Budaya Kampung Arek Suroboyo" sebagai wujud refleksi dari Sumpah Pemuda.
Sofie Djoyokesumo adalah pendiri sekaligus pembina di yayasan kebudayaan Djatidjoyo.
Sebagai penggagas festival seni ini, ia jelaskan kegiatan Mbangunredjo Art Fest merupakan acara rutin tahunan sejak 2016, tahun dimana area lokalisasi ditutup oleh Tri Rismaharini saat menjabat sebagai Walikota Surabaya waktu itu.
"Ini sebenarnya acara tahunan yang biasanya dilaksanakan mulai 18 Oktober, tahun ini agak diundur akibat alasan tertentu namun akhirnya bisa berjalan dengan baik di Bulan November ini," jelas Sofie, Sabtu (25/11/2023).
Sofie ungkapkan bahwa festival kali ini dilaksanakan selama kurang lebih 1 bulan sejak 11 November lalu dengan berbagai rangkaian acara, dan tanggal 25 dan 26 November besok merupakan puncak dari gelaran Mbangunredjo Art Fest 2023.
"Tujuan dari gelaran rutin Mbangunredjo Art Fest adalah untuk ghilangkan citra buruk dari Kampung Mbangunredjo yang dulu dikenal sebagai eks lokalisasi menjadi Kampung Seni, khususnya seni Tari Remo," ungkap Sofie.
Dalam puncak festival di tanggal 25 November itu, terlihat puluhan anak-anak SD menari remo di sepanjang jalan Kampung Bangunredjo, diikuti seni Barongsai dan diakhiri aksi teatrikal bertemakan refleksi sumpah Pemuda.
Dalam teatrikal tersebut ada sosok monster yang di akhir cerita dilawan oleh anak-anak yang ikut dalan teatrikal sebagai gambaran penghapusan hal-hal buruk dari sifat seorang manusia.
Kampung Bangunredjo, tepatnya di Kelurahan Dupak Bangunrejo, Krembangan, Kota Surabaya ini dulunya terkenal sebagai eks-lokalisasi yang ditutup di masa kepemimpinan Tri Rismaharini.
Bahkan dulu nama Kampung itu sendiri sudah lekat dengan hal-hal negatif.
"Kita (warga) kan juga punya anak perempuan, jika ditanayai 'nduk (panggilan anak perempuan di Jawa) dari mana' dan jika di jawab dari Bangunredjo pikiran orang-orang pasti audah aneh-aneh, kan kasihan mereka," tutur Sofie kepada Suarajatimpost.com.
Sofie tuturkan bahwa ini adalah ide yayasan Djatidjoyo bersama dengan tokoh masyarakat dalam upaya pergerakan merubah image (citra) dan membuat kesan baru bahwa Bangunredjo adalah Kampung Seni.
"Dulu saya waktu jadi RT bisa ajak banyak warga untuk berubah, lalu saya kumpulkan hingga lahirlah yayasan kebudayaan Djatidjoyo yang mengawali semua ini," ungkap Sofie.
Sofie terangkan bahwa pergerakan ini berangkat dari RT yang membentuk yayasan Djatidjoyo, hingga memiliki anak asuh yakni Sanggar Seni bernama Omah Nduwur sebagai pembina seni ke anak-anak.
"Kesenian disini tidak hanya sebatas tari, ada kegiatan lain seperti teaterikal, lukis, hingga belajar bahasa Jawa. Dengan modal ini kita ingin menunjukan bahwa orang Kampung juga bisa dan mampu berkarya," ucapnya.
Sofie berharap dengan Mbangunredjo Art Fest dapat membuat wilayah Kampung Bangunredjo dikenal dan benar-benar menjadi Kampung Budaya yang memiliki tatakrama.
"Semoga budaya orang Jawa busa timbul lagi, tumbuh lagi dan kesan eks lokalisasi itu bisa tergantikan." pungkasnya. (*)
editor: trisukma
What's Your Reaction?