Kredit Perbankan di Wilayah OJK Malang Tumbuh 12,57 persen
Kinerja positif intermediasi perbankan, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit menunjukkan bahwa meski suasana politik menghangat tidak berpengaruh pada perekonomian, begitu pendapat Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso.
Malang, SJP — Penyaluran kredit perbankan di wilayah kerja OJK Malang tumbuh 12,57 persen secara tahunan pada posisi September 2023 yang mengindikasikan faktor tidak terlalu berpengaruh pada kinerja sektor ekonomi.
Kepala Kantor OJK Malang, Sugiarto Kasmuri, mengatakan sampai dengan September 2023, pertumbuhan penyaluran kredit meningkat sebesar 12,57 persen yoy (year on year) menjadi Rp89,58 triliun.
“Pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 36,65 persen yoy, menunjukkan fungsi intermediasi perbankan berjalan normal dalam menopang perekonomian baik dari sisi perkreditan (pembiayaan) maupun dari sisi penghimpunan dana,” katanya, Selasa (14/11/2023).
Pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan tertinggi dicatat oleh BPRS yang tumbuh sebesar 14,90 persen yoy dan disusul dengan Bank Umum Syariah yang tumbuh sebesar 12,73 persen yoy.
Menurut dia, untuk penghimpunan dana juga tumbuh positif sebesar 4,64 persen yoy menjadi sebesar Rp94,16 triliun.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang termoderasi karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan kebutuhan investasi korporasi pascapencabutan status pandemi Covid-19.
Dia meyakinkan, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL perbankan per September 2023 sebesar 2,47 persen atau menurun 0,55 persen yoy.
Seiring normalisasi kegiatan bisnis pasca pencabutan status pandemi Covid-19, jumlah kredit restrukturisasi melanjutkan penurunan dengan rasio Loan at Risk mencapai 8,83 persen atau menurun 3,48 persen yoy.
Penyaluran kredit, kata dia, masih tertuju kepada 3 (tiga) sektor ekonomi utama yaitu Perdagangan Besar dan Eceran (Rp19,19 triliun; porsi: 21,42 persen), Industri Pengolahan (Rp16,30 triliun; porsi: 18,19 persen), dan untuk Pemilikan Peralatan Rumah Tangga Lainnya (termasuk pinjaman multiguna) (Rp14,24 triliun; porsi: 15,89 persen).
Di sisi lain, sektor ekonomi dengan tingkat kredit dan/atau pembiayaan bermasalah tertinggi adalah untuk Pemilikan Ruko atau Rukan (11,76 persen), Perikanan (6,13 persen), dan Perantara Keuangan (5,93 persen).
Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai kinerja positif intermediasi perbankan, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit menunjukkan bahwa meski suasana politik menghangat tidak berpengaruh pada perekonomian.
Justru sebaliknya dengan mulai gencarnya sosialisasi para caleg memberikan suntikan akselerasi pertumbuhan ekonomi di penghujung tahun 2023.
Kondisi ini juga mendorong peningkatan kebutuhan pendanaan dari sektor perbankan untuk pembiayaan proses politik dari para caleg melalui penyaluran kredit investasi maupun bentuk kredit lainnya.
“Selain itu, geliat bisnis di sektor riil yang terus menguat juga mendorong tingkat penyerapan kredit investasi mengalami peningkatan. Dengan situasi ekonomi yang relatif stabil, tingkat kredit macet juga semakin mengalami perbaikan karena aktivitas bisnis yang kembali normal pascapandemi,” ujarnya. (*)
editor: Khoirul Anam
What's Your Reaction?