Korban Kredit Fiktif Demo Kejari Bondowoso

Modus kredit fiktif ini, yakni korban diberikan bantuan sosial seperti telur, minyak, dan dimintai KTP. Selanjutnya, didatangkanlah “stuntman” (peran pengganti) untuk menggantikan peran korban-korban seakan-akan penerima fasilitas kredit.

19 Sep 2024 - 16:30
Korban Kredit Fiktif Demo Kejari Bondowoso
Pengacara Nurul Jamal Habaib saat berorasi membela korban kredit fiktif di depan kantor Kejaksaan Negeri Bondowoso (Foto : Rizqi/SJP)

Kabupaten Bondowoso, SJP - Sekira 100 orang merupakan keluarga dari sejumlah korban pencurian data dan kredit fiktif di salah satu bank milik pemerintah, berselawat di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bondowoso, pada Kamis (19/9/2024). 

Mereka menuntut keadilan agar aparat penegak hukum, khususnya Kejari Bondowoso untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Bahkan, dengan membawa keranda, para peserta aksi demo berselawat dan berdoa agar memberikan azab kepada pihak yang menzalimi warga.

Berdasarkan ungkapan kordinator aksi, pengacara Nurul Jamal Habaib mengungkap jika data warga digunakan untuk mencairkan kredit dengan nominal yang bervariatif, mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 100 juta, tanpa sepengetahuan warga yang mayoritas sudah berusia lanjut.

Modus kredit fiktif ini, yakni korban diberikan bantuan sosial seperti telur, minyak, dan dimintai KTP. Selanjutnya, didatangkanlah “stuntman” (peran pengganti) untuk menggantikan peran korban-korban seakan-akan penerima fasilitas kredit.

“Kalau yang dikuasai saya, satu desa saja, ada 24 ditambah 45 (total 69, red) di Desa Wonosari, Kecamatan Grujugan. Itu belum desa lainnya yang melapor. Mereka (warga, red) mayoritas lansia berusia 60 tahun lebih, yang datanya dipakai sebagai penerima kredit,” ungkapnya di depan kantor Kejari Bondowoso. 

Sementara itu, usai menerima perwakilan para pendemo, Kajari Bondowoso, Dzakiyul Fikri, mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan pada hampir 100 saksi dalam proses penyidikan. 

Ia menyebutkan, pihaknya juga menelusuri pemindahan data warga. Karena, bagaimana ada nama-nama warga di satu desa yang sama persis di desa lain. 

“Tak mungkin dari orang internal yang punya keuangan itu. Mesti ada kerja sama di sini. Artinya ada indikasi keterlibatan dinas terkait,” sebutnya.

Di lokasi demo, salah seorang korban, Adima (70), warga Desa Wonosari, Kecamatan Grujugan, mengungkap jika dirinya tak pernah merasa mendatangi Perbankan untuk mengambil kredit. Sehingga, dirinya kaget ketika ditagih hutang senilai Rp 100 juta oleh perbankan.

“Jangankan ke bank, saya ke pasar dekat rumah saja hampir bisa dihitung dengan jari,” ungkap wanita yang bekerja serabutan ini. (*)

Editor : Tri Sukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow