Kisah Seorang Wanita di Sumenep Meninggal karena Selang Oksigen Dicabut Suaminya

09 Oct 2024 - 11:45
Kisah Seorang Wanita di Sumenep Meninggal karena Selang Oksigen Dicabut Suaminya
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

SUMENEP, SJP – Sungguh nestapa nasib yang dialami Bunga (nama samara), warga Desa Lenteng Timur, Kecamatan Lenteng, Sumenep, Jawa Timur. Perempuan 27 tahun itu harus meregang nyawa karena ulah suaminya sendiri.

Bunga adalah gambaran seorang perempuan yang semasa hidupnya kurang beruntung. Bagaimana tidak, rumah tangga yang selama ini diperjuangkan justru menjadi penghantar maut baginya.

Bunga pun pasti tidak akan menyangka, rumah tangga yang diperjuangkannya mati-matian justru membuatnya benar-benar mati. Semasa hidupnya dia medapat perlakuan yang amat memprihatinkan.

Cinta dan kasih sayang yang seharusnya menyelimuti rumah tangganya justru berbuah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Entah sebesar apa kesalahan yang diperbuat Bunga hingga suaminya tega menghabisi nyawanya.

Setelah menikah dengan pria pujaan hatinya, Bunga ikut suaminya tinggal bersama mertuanya di Batang-Batang. Namun rumah yang diharapkan menjadi surga, justru menjadi neraka jahannam baginya.

Cara suaminya menghabisi nyawa Bunga tidak biasa. Seolah terinsipirasi dari tayangan senetron, suaminya dengan sengaja mencabut selang oksigen yang tersambung ke hidungnya.

Peristiwa itu terjadi di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Batang-Batang. Sebelumnya Bunga dilarikan ke puskesmas karena kondisinya memburuk akibat dianiaya suaminya.

Tidak hanya sekali Bunga mendapat kekerasan fisik dari suami bejatnya itu. Bahkan pada 22 Juni 2024, dia hampir putus asa dan menghubungi orang tuanya. Dia meminta agar dijemput pulang ke rumah orang tuanya di Lenteng.

Bagaimana Bunga tidak putus asa, dia hampir meregang nyawa di tangan suaminya karena dipukul dan dicekik. Bahkan wajahnya sampai lebam dan di lehernya terdapat bekas cekikan.

Mendengar anaknya meratap kesakitan, orang tua Bunga langsung bergegas menjemputnya dan membawa dia pulang ke Lenteng.

“Selain itu, korban juga mual-mual. Karena kondisi korban tidak kunjung membaik, akhirnya orang tua korban membawa korban ke RSUD dr. H. Moh. Anwar,” demikian diungkapkan Kepala Seksi (Kasi) Hubungan Masyarakat (Humas) Keplosian Resor (Polres) Sumenep, AKP Widiarti S, Selasa (08/10/2024).

Namun meski begitu, nampaknya rasa cinta Bunga lebih besar dari rasa sakit yang dialami. Tiga bulan setelah kejadian penganiayaan itu, Bunga kembali ke rumah suaminya setelah sebelumnya dibujuk. 

Beberapa waktu setelah itu rumah tangga mereka berjalan normal, dan Bunga pun berharap suaminya benar-benar insaf dan tidak menyiksanya lagi.

Tapi ternyata, kerukunan itu tidak berlangsung lama. Pada 4 Oktober 2024, situasi rumah kembali mencekam. Cekcok mulut kembali terjadi antara Bunga dan suaminya.

Pertengkaran yang begitu hebat membuat suaminya tidak bisa mengontrol emosi. Bunga pun kembali mendapat penganiayaan. Tangan kanan suaminya melayang dan mendarat di muka Bunga, hingga mata kanannya memar.

Setelah penganiayaan itu, Bunga mengalami sakit dan kondisinya semakin memburuk. Karena itu, dia dibawa ke Puskesmas Batang-Batang.

Selama di puskesmas, Bunga mendapat perawatan secara intensif dari tim medis. Selang oksigen disambungkan ke hidungnya untuk membantu pernafasan.

Semua orang yang ada di ruang pasien kala itu berharap Bunga segera pulih dan kembali sehat. Perawat pun bekerja keras agar Bunga dapat bertahan hidup.

Tapi ternyata tidak dengan suaminya. Di saat semua orang berharap agar Bunga segera sehat, suaminya justru menginginkan Bunga segera tiada.

Saat perawat meninggalkan ruangan tempat Bunga dirawat inap, suaminya tiba-tiba menyelinap masuk dan melakukan tindakan konyol. Dia mengikat tangan Bunga, kemudian mencabut selang oksigen dari hidungnya.

Praktis, Bunga langsung mengalami sesak nafas, dan tidak berselang lama, Bunga pun menghembuskan nafas terakhirnya.

“Setelah penganiayaan itu, kondisi korban memburuk dan dibawa ke Puskesmas Batang-Batang. Hanya bertahan sehari, keesokan harinya, korban meninggal dunia,” ujar AKP Widiarti

Di hadapan penyidik, pelaku mengakui semua perbuatannya. Dia mengaku kesal pada istrinya, karena selalu menolak saat diajak berhubungan badan.

Akibat perbuatannya, dia ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan pasal 44 Ayat (3),(2),(4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Editor: Redaksi

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow