Kisah Mbah Nano Tukang Pijat Panggilan Rela Dibayar Seikhlasnya Demi Hidupi Keluarga
Demi untuk menyambung nyawa menghidupi keluarga Mbah Nano rela jadi tukang pijat di bayar seiklsnnya. Meski dipandang sebelah mata pekerjaan yang jalani namun ia bangga dari pada pekerjaan sebelumnya.
Kabupaten Lamongan, SJP - Sore itu Minggu 9 Juni 2024 sekira pukul 17.30 WIB, Mbah Nano memacu sepeda motornya dan terhenti di sekitaran ruko Pasar Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan.
Di tengah kepulan asap dan ramainya arus lalulintas kendaraan Suwarno akrab disapa Mbah Nano duduk di depan ruko, sambil menunggu para pelanggan yang ingin memakai jasanya untuk dipijat. Sambil mengusir rasa jenuh, sesekali Suwarno menghisap rokok yang ia bakar.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya pelanggan Mbah Nano datang dan meminta untuk dipijat. Mbah Nano sendiri mengaku tidak memiliki keahlian khusus dalam memijat, keahlian pijat itu ia malah dapatkan dari otodidak setelah berhenti menjadi kernet.
Meski tak memiliki pengalaman dalam memijat, namun sejauh ini para pelanggannya tidak pernah komplain, bahkan kecewa setelah ia pijat. Malah setelah itu ia dapat panggilan dari orang banyak.
Saat memijat, Mbah Nano tidak pernah mematok tarif kepada pelanggannya, ia pun malah rela dibayar seikhlasnya.
Lantaran sudah lama memijat, jari jemarinya terlihat begitu lihai meraba bagian tubuh pasien yang ia pijat.
Sesekali pria paruh baya yang berasal dari Desa Karangdayu, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro ini, bahkan harus mengusap keringat yang mengucur di kedua kening dan pipinya.
Bagi Suwarno, menjadi tukang pijat panggilan bukanlah pekerjaan yang ia inginkan. Meski begitu, pekerjaan itu tetap ia syukuri karena berkat jadi tukang pijat itulah Mbah Nano mampu menafkahi kedua anaknya beserta Istrinya.
Sebelum jadi tukang pijat, Mbah Nano pernah bekerja serabutan. Bahkan pekerjaan yang pernah ia geluti dulu sangat bertentangan dengan hukum.
Berangkat dari situlah akhirnya Mbah Nano memutuskan untuk berhenti dan menjadi kernet travel, hingga akhirnya berlabuh menjadi tukang pijat.
“Menjadi tukang pijat tidak membuat saya malu meski dipandang rendah oleh sebagian orang. Justru saya lebih bangga dengan pekerjaan ini daripada pekerjaan sebelumnya yang saya jalani lima tahun silam,” ungkap Mbah Suwarno akrab disapa Mbah Nano kepada Suarajatimpost.com, Ahad (9/6/2024).
Dalam kesehariannya Mbah Nano biasanya mendapatkan upah dari para pelanggannya rata-rata Rp 50 ribu, kadang lebih, kadang pula kurang.
Sementara, Mashadi warga setempat (Babat) seorang pelangan Mbah Nano menuturkan, profesi tukang pijat jangan dipandang rendah.
"Setiap pekerjaan yang halal dan dilakukan dengan niat baik akan mendatangkan berkah dan kebahagiaan tersendiri." tuturnya. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?