Insiden Bocah Tewas Akibat PJU Bertegangan Listrik di Mojokerto, Ini Kata Pakar Hukum
Menurutnya, bukan perkara sulit untuk mencari siapa yang melakukan tindak pidananya. Sebab, unsur-unsur sebagai delik pidana telah terpenuhi.
KOTA MOJOKERTO, SJP – Insiden bocah sekolah dasar (SD) tewas tersengat listrik tiang penerangan jalan umum (PJU) saat bermain bola di Jalan KH. Mas Mansyur, Kelurahan Gedongan, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, Ahad (5/1/2025) lalu, disebut telah memenuhi unsur pidana.
Pernyataan itu diungkapkan oleh pakar hukum Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, Solikin Ruslie. Ia menilai, kejadian bocah meninggal dunia ini merupakan fakta, korban meninggal dunia bukan tanpa sebab, melainkan karena tersengat tiang PJU yang bertegangan listrik.
“Matinya seseorang tersebut ada sebab, bukan tidur terus tiba-tiba mati, sebab tersebut adalah adanya tiang atau kabel yang teraliri arus listrik. Apakah itu disengaja atau tidak disengaja. Perbuatan yang menyebabkan matinya seseorang yang disebabkan oleh faktor lain, yaitu adanya tiang atau kabel yang terdapat aliran listriknya,” ungkap praktisi hukum bergelar doktor ini kepada suarajatimpost.com, Selasa (7/1/2025).
Dia menegaskan, yang perlu dikaji adalah tiang PJU bertegngan listrik itu sudah benar tata letak dan pengaturannya atau tidak. Jika tata letak dan pengaturannya tidak benar menurut peraturan perundang-undangan, maka peristiwa itu tidak dapat dikatakan sebagai kecelakaan biasa. Sebab, kejaidan tersebut dinilai sudah terpenuhi adanya delik.
“Jika adanya tiang dan kabel yang teraliri arus listrik tersebut tidak seharusnya atau adanya pelanggaran terhadap peraturan dan pelanggaran tersebut dapat diancam dengan sanksi pidana, maka delik tersebut adalah delik pidana,” terangnya.
Dirinya berpandangan, kasus ini harus diusut secara hukum, karena dianggap telah memenuhi unsur-unsur pidana.
“Adanya subjek yakni orang yang memasang tiang atau kabel tersebut. Adanya unsur kesalahan karena pemasangan tiang dan kabel tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka unsur kesalahan dan melawan hukum terpenuhi, dan terakhir tindakan tersebut dilarang dan terjadi pada suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu,” urainya.
Menurutnya, bukan perkara sulit untuk mencari siapa yang melakukan tindak pidananya. Sebab, unsur-unsur sebagai delik pidana telah terpenuhi.
“Maka menurut saya harus diusut, karena unsur-unsur sebagai delik pidana telah terpenuhi. Selain itu agar tidak terjadi nyawa melayang sia-sia lagi di kemudian hari. Persoalan untuk menentukan siapa yang melakukan tindak pidananya, saya pikir tidak terlalu sulit. Selamat bekerja untuk kepolisian setempat,” katanya.
Meski demikian, Solikin menyebut ada suatu hal yang dianggap sebagai kendala penegakan hukum, yakni adanya keluarga yang tidak menuntut dan menganggap ini kecelakaan biasa. Padahal peristiwa ini merupakan wilayah hukum publik.
“Biasanya keluarga korban digiring atau disadarkan, bahwa ini murni kecelakaan, keluarga sudah menerima takdir dan tidak menuntut siapapun. Persoalan penegakan hukum, apalagi ini hukum publik seharusnya tidak dicampur adukkan apakah keluarga ikhlas atau tidak, karena kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda. Jangan jadikan alasan pernyataan tidak menunut sebagai dasar, tidak ditegakkannya hukum. Bukankah ini wilayah hukum publik?,” lontarnya.
Solikin menandaskan, meski keluarga ikhlas dan menganggap insiden ini sebagai musibah kecelakaan biasa, tidak seharusnya hukum berhenti, hukum seharusnya berjalan terus sesuai dengan fakta dan data.
“Karena ini bukan delik aduan, seharusnya jalan terus meskipun keluarga ikhlas dan menyatakan tidak menunut, karena hukum publik, maka menuntut dan tidak menuntut adalah organ negara bukan keluarga,” tandasnya. (*)
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?