Hak Asuh Anak di Bawah 12 Tahun Tak Selalu Jatuh ke Tangan Ibu, Simak Faktor-faktornya di Sini!

Hak asuh anak di bawah 12 tahun bisa jatuh ke tangan ayah. Keadaan ini berdasarkan pertimbangan pengadilan atas berbagai faktor dalam menentukan hak asuh. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam hal ini adalah kesejahteraan anak sebagai prioritas.

23 Sep 2023 - 10:15
Hak Asuh Anak di Bawah 12 Tahun Tak Selalu Jatuh ke Tangan Ibu, Simak Faktor-faktornya di Sini!
Hak asuh anak tak selalu jatuh ke tangan ibu (Freepik)

Kota Malang, SJP - Dalam konteks hukum Indonesia mengenai aturan hak asuh anak jika terjadi perceraian dalam rumah tangga seseorang, terdapat aturan tentang hak asuh anak di bawah usia 12 tahun jatuh kepada ibunya. 

Namun demikian, meskipun ibu biasanya dianggap sebagai pilihan pertama untuk mendapatkan hak asuh anak di bawah usia 12 tahun, ada situasi tertentu di mana hak asuh dapat diberikan kepada ayah.

Aturan ini berlandaskan pada Putusan Mahkamah Agung RI No.102 K/Sip/1973. Keputusan ini di antaranya menyatakan bahwa perwalian anak akan jatuh ke ibu, kecuali jika terbukti bahwa ibu tersebut tak wajar dalam memelihara anaknya. 

Dilansir dari akun tiktok pengacara Bayu Rohman Hakim SH MH, faktanya hak asuh anak di bawah 12 tahun bisa jatuh ke tangan ayahnya. Keadaan ini berdasarkan pertimbangan pengadilan atas berbagai faktor dalam menentukan hak asuh. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam hal ini adalah kesejahteraan anak sebagai prioritas. 

Untuk mengetahui apa saja faktor yang menjadi pertimbangan atas jatuhnya hak asuh anak di bawah 12 tahun, simak bersama suarajatimpost.com mengenai sederet alasan atau situasi di mana ayah dapat diberikan hak asuh atas anak di bawah usia 12 tahun.

1. Kemampuan Ibu

Jika ibu dianggap tidak mampu, baik secara finansial, emosional, atau fisik, untuk merawat dan mendidik anak.

2. Kondisi Kesehatan Ibu

Jika ibu memiliki kondisi kesehatan yang membuatnya tidak dapat merawat anak dengan baik.

3. Lingkungan Rumah

Jika lingkungan rumah ibu dianggap tidak kondusif atau berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

4. Keinginan Anak

Meskipun anak di bawah 12 tahun, dalam beberapa kasus, keinginan anak bisa menjadi pertimbangan, terutama jika anak menunjukkan keinginan kuat untuk tinggal dengan ayahnya.

5. Bukti Perlakuan Buruk

Jika ada bukti bahwa ibu menyiksa atau mengabaikan anak atau tidak memberikan perawatan yang memadai.

6. Kesepakatan Kedua Orang Tua

Dalam beberapa kasus, kedua orang tua mungkin sepakat bahwa ayah adalah pilihan terbaik untuk memiliki hak asuh anak, mungkin karena faktor pekerjaan, pendidikan, atau alasan lainnya.

Tentu saja tidak ada satu pasangan pun yang menginginkan terjadinya perceraian di tengah mahligai pernikahan, terlebih jika sudah memiliki anak. Namun, hal-hal terkait prosedur dan hukum mengenai perceraian tetap menjadi sebuah poin yang perlu dipahami bagi tiap pasangan agar menjadi pemahaman bagi tiap pasangan menikah atau yang hendak menikah, sebagai upaya preventif atas risiko-risiko yang dapat terjadi di kemudian hari.

Tak kalah penting, di luar prosedur perceraian sesuai hukum yang berlaku dan kesepakatan serta putusan pengadilan terkait hak asuh anak, tidak boleh dilupakan satu kewajiban orangtua berlandaskan pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 41 yang menyebutkan bahwa kedua orang tua tetap memiliki kewajiban yang sama untuk memelihara dan mendidik anaknya, meskipun sudah bukan lagi menjadi sepasang suami istri yang terikat pernikahan secara hukum dan agama. (**)

Editor: Noordin
Sumber: tiktok pengacara Bayu Rohman Hakim, S.H.,M.H

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow