Gelar Guest Lecture, Departemen Sejarah Universitas Negeri Malang Hadirkan Akademisi dari Afrika Selatan

Profesor Aslam Fattar sampaikan bahwa setelah kemerdekaan 1994, Afrika Selatan mengadakan dekolonisasi dalam banyak hal, termasuk pendidikan. 

17 May 2024 - 20:25
Gelar Guest Lecture, Departemen Sejarah Universitas Negeri Malang Hadirkan Akademisi dari Afrika Selatan
Departemen Sejarah FIS UM adakan Guest Lecture hadirkan Professor Aslam Fattar dari Stellenbosch University, Afrika Selatan dan Professor Hariyono dari UM. Jumat, (17/5/2024) (Donny Maulana/SJP)

Kota Malang, SJP - Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang (FIS UM) menggelar Guest Lecture pada Jumat (17/5)

Kegiatan yang dilaksanakan di Laboratorium Museologi FIS UM ini mengangkat tajuk "Decolonization of Higher Education in South Africa".

Semakin spesial, dalam Guest Lecture kali ini juga hadir Rektor Universitas Negeri Malang, Profesor Hariyono yang membersamai Profesor Aslam Fattar dari Stellenbosch University, South Africa.

Profesor Aslam Fattar, dalam presentasinya bertajuk Decolonization of Higher Education in South Africa mengawali paparannya dengan memperlihatkan foto Universitas Stellenbosch.

“Sebelum 1994, saya termasuk penduduk lokal Afrika Selatan, tidak mungkin belajar, bahkan jalan-jalan di lingkungan universitas ini," ujarnya.

Ia melanjutkan bahwa setelah kemerdekaan 1994, Afrika Selatan mengadakan dekolonisasi dalam banyak hal, termasuk pendidikan. 

Lebih lanjut, kurikulum di perguruan tinggi, yang berorientasi kolonial, menjadi topik utama paparan dari Prof. Aslam.

Hal yang menarik adalah konektivitas perlawanan terhadap kolonialisme dan genealogi intelektual antara Nusantara dengan Afrika Selatan sangatlah erat. 

"Dua tokoh dari Nusantara, yakni Syaikh Yusuf al-Makassari dan Abdullah bin Abdus Salam (Tuan Guru) dua agen penyebar agama Islam di Afrika Selatan. Tiba di sana karena dibuang oleh penguasa kolonial Belanda di Nusantara, keduanya juga menjadi simbol perlawanan terhadappenjajahan di Afrika Selatan," tambahnya.

Forum kuliah tamu kemudian dilanjutkan dengan penyampaian dari Profesor Hariyono.
 
Mengawali presentasinya bertajuk “Decolonization of Higher Education in Indonesia: A Paradox”, Professor Hariyono memberikan komentar bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa perlawanan. 

Berbeda dengan realitas di Afrika Selatan yang saat ini warga negaranya memakai bahasa Belanda dan Inggris dalam keseharian, penggunaan bahasa Belanda di Nusantara relatif terbatas pada orang Eropa dan golongan elit Bumiputera saja. 

Rektor Universitas Negeri Malang sekaligus Guru Besar Sejarah Politik ini menilai bahwa dekolonisasi yang terjadi di perguruan tinggi Indonesia, masih sekadar berganti kiblat. 

Jika pada masa Hindia Belanda, kiblatnya adalah Eropa dalam hal ini Belanda, maka pada masa Indonesia Merdeka, khususnya setelah Orde Sukarno berganti menjadi Orde Baru, kiblatnya adalah Amerika Serikat.

"Dekolonisasi di perguruan tinggi, di antaranya dapat dicapai dengan dua hal, yakni pendidikan yang kritis dan meminimalisir mental feodal," ujar Profesor Hariyono.
 
Dalam penutupannya, Kepala Departemen Sejarah, Indah Wahyu Puji Utami, Ph.D., mengharapkan bahwa kegiatan ini tidak hanya memperluas wawasan dan perspektif, namun juga membuka kerjasama-kerjasama yang lebih serius, khususnya di bidang penelitian dan pengajaran. (0)

Editor: Tri Sukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow