Berkenalan dengan 3 Aliran Kepercayaan Lokal di Jawa Timur, Bagaimana Nasibnya Kini?
Keberagaman agama dan aliran kepercayaan di Jawa Timur sudah semestinya dipandang sebagai kekayaan budaya bangsa, alih-alih dipandang sebagai hambatan dan rintangan untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan maju karena perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya.
Kota Madiun, SJP - Jawa Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan budaya dan kepercayaan tradisional. Di tengah perkembangan zaman yang modern, masih banyak masyarakat Jawa Timur yang masih memegang teguh kepercayaan-kepercayaan nenek moyang mereka.
Secara mendasar aliran kepercayaan di Jawa Timur menggabungkan nilai-nilai luhur agama Jawi dengan nilai kebijaksanaan yang dianut oleh masing-masing aliran.
Dilansir dari jurnal kebudayaan yang dipublikasikan oleh Universitas Islam Darussalam Ponorogo, tradisi dan budaya sinkretis dalam masyarakat Jawa merupakan khazanah warisan lama agama asli Indonesia (animisme dan dinamisme) dan agama Hindu yang kemudian menyatu dengan nilai-nilai keislaman.
Berbeda dengan hal tersebut, aliran kepercayaan di Jawa Timur lebih menitikberatkan pada kekuatan kebatinan sebagai spirit dasar dalam tiap laku kehidupan.
Kebatinan, dalam KBBI dideskripsikan sebagai ajaran atau kepercayaan bahwa pengetahuan kepada kebenaran dan ketuhanan dapat dicapai dengan penglihatan batin.
Tiap-tiap aliran kepercayaan di Jawa Timur memiliki kekhasannya masing-masing, baik itu dalam hal ritus maupun nilai-nilai hidup yang diterapkan dalam kehidupan penghayatnya.
Namun demikian, kendati masing-masing aliran kepercayaan di Jawa Timur memiliki keunikannya masing-masing, semuanya tetap mengacu pada satu poin penting, yakni perikehidupan yang luhur berlandaskan nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang agung.
Apa saja aliran kepercayaan di Jawa Timur yang penting untuk anda ketahui guna menambah pengetahuan tentang ketuhanan dan kebudayaan ini? Simak bersama suarajatimpost.com
1. Sapta Darma
Aliran kepercayaan Sapta Darma merupakan aliran kepercayaan asli Jawa Timur yang muncul pertama kali di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur pada 27 Desember 1952 oleh Hardjosopoero yang mendapatkan wahyu Illahi.
Dilansir dari jurnal UIN SUKA, aliran kepercayaan Sapta Darma memiliki tuntunan kehidupan yang berangkat dari kata Sapta yang berarti pitu (tujuh) dan Darma berarti kewajiban suci. Secara harfiah, Sapta Darma berarti tujuh kewajiban suci dalam menjalankan Darma.
Salah satu bagian penting dari aliran kepercayaan Sapta Darma adalah ritual sujud. Ritual sujud di Sapta Darma bagi laki-laki dilakukan dengan cara duduk bersila, sedangkan bagi perempuan dilakukan dengan bersimpuh. Keduanya dilakukan dengan menghadap ke timur dalam posisi tangan ”sedakep”. Ritual sujud dilakukan setidaknya sekali dalam sehari.
Dilansir dari Jurnal Fuda IAIN Kediri, Wewarah Pitu berisi tujuh nilai luhur Sapta Darma yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh para penghayatnya dalam kehidupan sehari-hari.
- Setia Tuhu Marang Allah Hyang
- Kanthi jujur lan sucining ati kudu setian anindakake angger-angger ing Negarane (Dengan jujur dan suci hati, harus setia melaksanakan perundang-undangan negaranya)
- Melu cawe-cawe acancut tali wanda anjaga adeging nusa lan bangsane (turut serta menyingsingkan lengan baju, menegakkan berdirinya nusa dan bangsanya)
- Tetulung marang sapa bae yen perlu, kanthi ora nduweni pamrih apa bae kajaba mung rasa welas lan asih (menolong kepada siapa saja bila perlu, tanpa mengharapkan suatu balasan, melainkan berdasarkan rasa cinta dan kasih).
- Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwatane dhewe (berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri)
- Tanduke marang warga bebrayan kudu susila kanthi alusing budi pakarti tansah agawe pepadhang, lan mareming liyan (sikapnya dalam hidup bermasyarakat dank ekeluargaan harus susila berserta halusnya budi pakarti, selalu menjadi penerang jalan).
- Yakin yen kahanan donya iku oraa langgeng tansah owah gingsir (yakin bahwa keadaan dunia itu tiada abadi, melainkan selalu berubah-ubah atau anyakra manggilingan).
2. Buddha Jawi Wisnu
Buddha Jawi Wisnu merupakan sebuah aliran kepercayaan yang banyak berkembang sebelum masa Pra-Islam. Pada masa itu, Jawa Timur merupakan basis besar aliran Buddha Jawi Wisnu, yang tidak dapat didefinisikan sebagai seutuhnya agama Buddha yang lazim dikenal hari ini.
Buddha Jawi Wisnu merupakan gabungan dari ajaran agama Buddha dan Kejawen yang menghasilkan satu bentuk tatanan dan ritus khas yang berbeda dari agama Buddha aliran besar.
Dilansir dari laman resmi STABN Sriwijaya, umat Buddha Jawi Wisnu memiliki keyakinan dan cara penyucian diri yang berbeda dengan agama Buddha. Umat Buddha Jawi Wisnu memiliki konsep jalan penyucian diri atau menuju kebahagiaan sejati dilakukan dengan mencapai guru sejati.
Selain itu, secara ritus, umat Buddha Jawi Wisnu melakukan puja bakti dengan cara yang unik, yakni membaca paritta suci dengan lantunan Jawa. Setelah melakukan ritual dengan menggunakan paritta suci, dalam puja bakti yang dilakukan, umat Buddha Jawi Wisnu melanjutkan puja bakti dengan ritual berbahasa Jawa kuno.
Tak hanya itu, Komunitas Buddha Jawi Wisnu atau yang juga disebut sebagai Siwa Buddha juga mengenal dan menjalankan tradisi-tradisi Jawa dalam tahap-tahap kehidupan manusia, seperti kenduri, mitoni, nyapih, khitanan, sedekah bumi, bersih Desa, nyadran, dan ruwatan.
Kendati komunitas Buddha Jawi Wisnu sudah semakin sedikit pengikutnya, di Jawa Timur masih terdapat komunitas Buddha Jawi Wisnu yang tetap eksis, bertahan dan beregenerasi, yaitu di Dusun Kutorejo Kabupaten Banyuwangi.
3. Sedulur Sikep
Sedulur Sikep sebenarnya merupakan sebutan bagi komunitas masyarakat adat Samin yang tersebar mulai dari wilayah Pati Jawa Tengah hingga wilayah perbatasan Ngawi dan Bojonegoro, tepatnya di Desa Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur.
Suku Samin sendiri pada mulanya muncul pada masa kolonial Belanda, didirikan oleh Samin Surosentiko.
Dalam urusan spiritual sekaligus kemanusiaan, sedulur sikep atau Suku Samin memiliki satu sistem kepercayaan yang dianut, yakni agama Adam.
Dilansir dari Jurnal Sosiologi Agama Islam (JSAI) yang dipublikasikan oleh Researchgate, masyarakat suku Samin meyakini agama Adam dengan memahami kata ‘Adam’ sebagai makhluk (Yai) Tuhan yang dilahirkan pertama di dunia. Keberadaannya untuk menghidupkan dunia. Ajaran agama Adam berupa semedi, doa, puasa, dan diwujudkan dalam perilaku bijaksana.
Selain itu, sedulur Sikep dalam memanifestasikan agama Adam dalam kehidupannya memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu; kudu weruh te'e dewe (memahami kepemilikannya, tak menggunakan barang milik orang lain), lugu (konsisten memegangi ajaran), mligi (menaati aturan dalam ajaran Samin), serta hidup rukun dengan siapapun.
Selain itu, Suku Samin juga memiliki beberapa pantangan hidup, yaitu:
- Drengki (memfitnah)
- Srei (serakah)
- Panasten (mudah tersinggung dan membenci)
- Dahwen (menuduh tanpa bukti)
- Kemeren (iri hati)
- Nyiyo marang sepodo (menistakan sesama)
Secara umum, Sedulur Sikep memiliki pedoman hidup yang sederhana namun begitu bermakna, yakni "demen, becik, rukun, seger, waras". Kepercayaan Sedulur Sikep juga melarang poligami dalam kehidupan pernikahan masyarakatnya.
Melihat hal ini, sudah semestinya keberagaman agama dan kepercayaan di Indonesia dipandang sebagai kekayaan budaya bangsa, alih-alih dipandang sebagai hambatan dan rintangan untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan maju karena perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya. (**)
Editor : Rizqi Ardian
Sumber: Digilib UIN SUKA, STABN Sriwijaya, Researchgate, Jurnal Fuda IAIN Kediri, UNIDA Ponorogo, KBBI
What's Your Reaction?