Aksi Kawal Putusan MK di Monumen Tugu Pahlawan Surabaya: Tuntut Hentikan Revisi UU Pilkada
Tujuan utama dari aksi ini adalah memberikan pemahaman kepada publik tentang kondisi politik nasional saat ini yang dinilai mengancam demokrasi.
Surabaya, SJP - Puluhan massa yang tergabung dari mahasiswa, akademisi dan masyarakat sipil memenuhi area Tugu Pahlawan Surabaya untuk menggelar aksi damai Kawal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (22/8).
Aksi tersebut merupakan buntut dari kesepakatan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk membawa draf Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Rapat Paripurna yang dianggap sebagai upaya 'menjegal' keputusan MK.
Aksi ini diinisiasi oleh Thantowy, seorang dosen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair), dengan tujuan menyampaikan penolakan terhadap revisi UU Pilkada dan menyerukan edukasi politik kepada masyarakat.
Berbeda dengan aksi-aksi serupa yang terjadi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, dirinya menegaskan bahwa aksi di Surabaya ini tidak diarahkan untuk menyampaikan tuntutan ke gedung DPRD atau KPU setempat.
Melainkan tujuan utama dari aksi ini adalah memberikan pemahaman kepada publik tentang kondisi politik nasional saat ini yang dinilai mengancam demokrasi.
"Ini adalah aksi pencerdasan, masyarakat harus sadar bahwa situasi politik kita saat ini tidak berpihak pada rakyat," tegas Thantowy dalam orasinya.
"Ada ketidakadilan yang nyata, dan kita sebagai warga negara harus berani melawan," sambungnya
Perlu diketahui bahwa pada Rabu (21/8) kemarin Baleg DPR RI menggelar rapat dan sepakat untuk tidak mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan malah mengakomodir putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai aturan dalam Pilkada.
Ada dua (2) putusan MK yang tidak digubris secara penuh oleh Baleg DPR RI, yakni putusan MK No.70/PUU-XXI/2024 tentang ambang batas usia minimal Cagub, serta putusan MK No.60 PUU-XXII/2024 tentang ambang batas partai untuk bisa mencalonkan seseorang dalam konstentasi Pilkada.
Dengan tidak mengakomodasi putusan MK, DPR RI dinilai tidak menghormati putusan MK yang bersifat final dan mengikat, pembangkangan tersebut juga dinilai banyak pihak berpotensi menciderai demokrasi Indonesia.
Karena itu, massa dalam aksi damai di Surabaya menuntut pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo dan DPR, untuk menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi yang baru saja dikeluarkan pada Selasa (20/8).
Terlihat di area Tugu Pahlawan, para peserta aksi membawa berbagai atribut demonstrasi seperti kertas yang berisi tagar-tagar tuntutan, diantaranya berbunyi: “#Lawan Politik Dinasti”, “#Tolak RUU Pilkada”, dan “#Kawal Putusan MK”.
Thantowy juga menyoroti peran penting Surabaya sebagai Kota Pahlawan dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia, menurutnya semangat keberanian dan perlawanan terhadap ketidakadilan harus terus hidup di Kota Surabaya.
Thantowy memperingatkan bahwa jika pemerintah tetap melanjutkan revisi UU Pilkada dengan mengabaikan putusan MK, aksi pembangkangan sipil akan terjadi secara meluas sebagai bentuk perlawanan terhadap apa yang mereka sebut sebagai "tirani dan autokrasi rezim".
"Jika suara rakyat diabaikan, masyarakat sipil tidak akan tinggal diam, kami akan memboikot Pilkada 2024 sebagai bentuk perlawanan," tambah Thantowy.
Sebagai informasi, ada tiga tuntutan yang disuarakan dalam aksi hari di Tugu Pahlawan, meliputi:
- Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkasa dan mematuhi Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024.
- KPU menindaklanjuti dua putusan MK itu.
- Jika revisi UU Pilkada dilanjutkan, dengan mengabaikan putusan MK, maka segenap masyarakat sipil melakukan pembangkangan sipil untuk melawan tirani dan autokrasi rezim Joko Widodo Presiden RI dan partai politik pendukungnya dengan memboikot Pilkada 2024.
Dengan perlawanan yang digaungkan di Tugu Pahlawan ini, Thantowy dan para peserta aksi berharap publik akan lebih sadar akan bahaya potensi dominasi politik oleh dinasti dan pentingnya perlawanan terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?