Siswa Surabaya yang Dipaksa Bersujud dan Menggonggong Diskors oleh Pihak Sekolah
SURABAYA, SJP - Keributan di SMA Kristen Gloria 2 Surabaya masih berlanjut. Video viral yang menunjukkan seorang pria dewasa memaksa seorang siswa bersujud dan menggonggong kini menjadi perhatian publik.
Insiden itu bermula dari perselisihan antara dua siswa, yaitu EN, siswa SMAK Gloria 2, dan AL, siswa SMA Cita Hati Surabaya saat bertanding basket di sebuah mal di Surabaya. Terjadi saling ejek antara kedua siswa hingga berlanjut ke media sosial.
Berdasarkan keterangan Perhimpunan Persatuan Aksi Solidaritas untuk Transparansi dan Independensi (Pasti) Indonesia, insiden itu bermula dari candaan ringan antara AL dan EN. Rambut EN disebut mirip "poodle" setelah pertandingan basket.
Tak lama setelahnya, EN dilaporkan mengirim pesan ancaman kepada AL. Bahkan meminta pernyataan bermaterai. Orang tua AL menyarankan anaknya untuk tidak merespons. Dia merasa permintaan itu tidak sesuai. Karena keduanya masih di bawah umur.
Pada tanggal 21 Oktober 2024, permasalahan itu memanas ketika IV, ayah dari AL, mendatangi SMAK Gloria 2. IV yang merasa tersinggung atas perlakuan EN terhadap putranya, datang bersama sekelompok orang dan langsung menemui EN saat jam pulang sekolah.
Di depan umum, IV memarahi EN. Dia memaksa EN untuk bersujud. Bahkan dia menyuruhnya menggonggong. Aksi itu terekam dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial. Kejadian itu memicu reaksi keras dari masyarakat.
Meskipun pihak IV dan keluarga EN akhirnya mencapai kesepakatan damai, pihak sekolah SMA Kristen Gloria 2 bersikeras melanjutkan kasus itu ke ranah hukum.
Pada tanggal 28 Oktober 2024, pihak sekolah melalui salah satu gurunya, resmi melaporkan tindakan IV ke Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya dengan nomor aduan masyarakat LPM/1121/X/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA.
Dalam laporan tersebut, IV diadukan melakukan tindakan tidak menyenangkan dan pemaksaan kehendak berdasarkan Pasal 335 KUHP. Dia juga dilaporkan karena masuk ke lingkungan sekolah tanpa izin, berteriak dengan nada mengancam, serta merampas ID card salah seorang guru.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto mengatakan, proses hukum tetap berjalan meski ada perdamaian antara kedua belah pihak. Menurutnya, desakan dari pihak sekolah menjadi alasan utama mengapa polisi terus mengusut kasus itu.
"Pihak sekolah mendesak agar Polrestabes Surabaya melanjutkan proses hukum. Sehingga saat ini kita melakukan pendalaman terkait konstruksi hukum dari kejadian ini," ujarnya saat konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya, Rabu (13/11/2024).
Sebagai bagian dari proses penyelidikan, polisi telah memeriksa setidaknya 8 saksi, termasuk IV. Orang tua dari kedua pihak beserta guru dan sekuriti sekolah juga ikut diperiksa. Untuk mendapatkan perspektif yang lebih mendalam, polisi berencana melibatkan beberapa ahli guna menganalisis kasus itu.
Namun, masalah yang menimpa EN tidak hanya berakhir di proses hukum. Sejak kejadian tersebut, EN dilaporkan mengalami trauma yang mendalam. Kondisi itu mendorong pihak kepolisian dan sekolah untuk menyediakan pendampingan psikologis bagi EN.
"Anak ini trauma. Jadi kita berusaha melakukan pendampingan psikologi agar kondisi kejiwaannya kembali membaik," jelas Kombes Pol Dirmanto.
Meski begitu, alih-alih diperlakukan khusus, EN dikenakan sanksi skorsing oleh pihak sekolah. Berdasarkan Surat Peringatan 1 Nomor 573/SMAKG2/S.6/XI/24, EN diskors selama tiga hari. Mulai 12-15 November 2024, dia dinilai melanggar tata tertib sekolah karena mengejek siswa dari sekolah lain.
Dalam surat itu, pihak SMA Kristen Gloria 2 menegaskan pentingnya menjaga nilai kesopanan dan penghargaan antarsiswa. Bahkan, jika pelanggaran serupa terjadi lagi, EN akan dikenai sanksi yang lebih berat.
Hingga saat ini, pihak Humas SMA Kristen Gloria 2 belum bersedia memberikan komentar terkait sanksi yang diberikan kepada EN. Alasannya karena kasus tersebut sedang dalam proses hukum. (*)
Editor: Ali Wafa
What's Your Reaction?