Revisi UU Penyiaran: Ancaman Nyata Bagi Kebebasan Pers dan Demokrasi di Indonesia
Kekhawatiran ini diperkuat dengan pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c, dan pasal 42 ayat 2 dalam draf revisi UU Penyiaran. Pasal-pasal ini berpotensi mengekang kebebasan berekspresi dan membatasi ruang gerak media. Hal ini dikhawatirkan akan mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan.
Surabaya, SJP - Puluhan massa dari Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompers) Tolak Revisi UU Penyiaran Surabaya turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap pasal-pasal pembungkam kebebasan pers dan berekspresi dalam revisi UU Penyiaran.
Aksi demonstrasi damai ini berlangsung di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada hari Selasa (28/5/2024).
Pasal Bermasalah Mengancam Jurnalisme dan Demokrasi
Revisi UU Penyiaran yang dijadwalkan untuk dibahas oleh DPR RI pada 29 Mei 2024 ini dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
Sugiyanto, perwakilan dari Perwarta Foto Indonesia (PFI), menegaskan bahwa revisi undang-undang ini mengandung pasal-pasal yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik.
Lebih mengkhawatirkan lagi, beberapa pasal bahkan memuat ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.
Hal ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang diperjuangkan selama ini.
KPI Diberi Wewenang Berlebihan, Sensor dan Pembungkaman Mengintai
Selanjutnya, aksi massa juga lugas dan tegas berpendapat jika menilik kupas pada penggalan kutipan dugaan pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media.
Hal ini dikhawatirkan akan mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan.
Kekhawatiran ini diperkuat dengan pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c, dan pasal 42 ayat 2 dalam draf revisi UU Penyiaran. Pasal-pasal ini berpotensi mengekang kebebasan berekspresi dan membatasi ruang gerak media.
Kriminalisasi Jurnalis dan Hilangnya Lapangan Pekerjaan
Lebih jauh lagi, revisi UU Penyiaran ini berpotensi melemahkan kebebasan pers dan mengkriminalisasi jurnalis yang meliput berita kontroversial.
Hal ini dikhawatirkan akan memicu hilangnya lapangan kerja bagi pekerja kreatif seperti tim konten Youtube, podcast, dan pegiat media sosial.
Penolakan Keras dan Tuntutan Tegas dari Insan Pers dan Masyarakat Sipil
Menyadari bahaya yang mengintai, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya melalui Eben Haezer Panca menyatakan penolakan keras terhadap revisi UU Penyiaran ini.
Eben menegaskan bahwa revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, merusak independensi media dan mengganggu keberimbangan pemberitaan.
Adapun Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompers) Tolak Revisi UU Penyiaran Surabaya, yang terdiri dari berbagai organisasi seperti PFI Surabaya, AJI Surabaya, PRSSNI Jatim, KontraS Surabaya, LBH Lentera, LBH Surabaya, Aksi Kamisan Surabaya, PPMI DK Surabaya, dan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), menuntut DPR RI untuk menghentikan pembahasan revisi UU Penyiaran yang bermasalah ini.
Mereka juga mendesak agar organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dilibatkan dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Dipertaruhkan
Aksi massa demo juga tegas suarakan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang fundamental bagi terwujudnya demokrasi.
Olehnya, demonstrasi ini merupakan bentuk perlawanan terhadap upaya-upaya yang ingin membungkam suara rakyat dan membelenggu jurnalisme.
Kompers dan seluruh elemen masyarakat sipil akan terus mengawal proses legislasi ini dan siap melakukan aksi massa lanjutan jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
"Masa depan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia dipertaruhkan dalam revisi UU Penyiaran ini," pungkasnya. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?