Pameran "Perjamuan Rupa", Bawa Seni Menjadi Obat Lahir dan Batin Bagi Manusia

Dalam Perjamuan Rupa, Ridwan ingin membawa pesan untuk menambah fungsi dari lukisan untuk tidak sekedar menjadi hiasan dinding, namun juga sebagai jamu untuk perbaikan diri sekaligus pengingat manusia untuk terus instrospeksi diri.

22 Jan 2024 - 09:45
Pameran "Perjamuan Rupa", Bawa Seni Menjadi Obat Lahir dan Batin Bagi Manusia
Dari kiri: Penyair Timur Budi Raja, Perupa Ridwan SS dan Musisi Arul Lamandau di depan lukisan karya Ridwan SS dalam pameran Perjamuan Rupa (Ryan/SJP)

Surabaya, SJP - Karya seni, terutama lukisan bisa menjadi suatu obat lahir maupun batin untuk manusia, hal tersebut yang melatar belakangi seniman Ridwan SS dan perupa lain menggelar pameran bertajuk "Perjamuan Rupa" yang diadakan di Galeri Dewan Kesenian Surabaya (DKS), kompleks Alun-Alun Kota Surabaya.

Ridwan selaku penyelenggara pameran ini, sebelumnya juga telah menggelar Pameran kolaborasi dengan seniman lain yakni Roman Chuza bertajuk "Ilustrasi Idiom" pada September 2023 lalu yang mengangkat tema kegelisahan pelukis, kali ini dirinya ingin mengembangkan kembali ide itu dalam "Perjamuan Rupa".

"Dalam pameran bersama kali ini tidak ada tema tertentu, hanya judul, dari 2 kata yang saya pilih merupakan kiasan bermakna pertemuan antara peristiwa menjamu dan karya seni," ujar Ridwan, Senin (22/01/2024).

"Maka dari itu Perupa diberi kebebasan membuat karya dari dan untuk apa lalu kemana, ketika di hadapkan oleh apresiator seni lukis yang datang," tambahnya.

Dalam Perjamuan Rupa, Ridwan ingin membawa pesan untuk menambah fungsi dari lukisan untuk tidak sekedar menjadi hiasan dinding, namun juga sebagai jamu untuk perbaikan diri sekaligus pengingat manusia untuk terus instrospeksi diri.

"Perjamuan Rupa analoginya karya seni yang kita hadirkan merupakan sebagai jamu, obat atau therapy secara lahir maupun batin bagi yang menikmati dengan seksama," terang Ridwan.

Hal lain yang menarik dalam Pameran Perjamuan Rupa sendiri adalah adanya kolaborasi seni rupa dengan disiplin seni lain, utamanya seni sastra dan seni musik.

Timur Budi Raja, seorang sastrawan sekaligus musisi yang mengenal Ridwan sebagai seniman rupa dan penulis puisi, beranggapan bahwa penekanan kolaborasi dengan lintas seni lain itu membuat pameran kali ini menjadi sangat menarik.

"Ada banyak sebenarnya pemaknaan dari pameran ini, bagi saya yang pertama pasti silaturahim antar perupa dan disiplin (kesenian) lain, kedua tentu tajuknya yang mengajak khalayak untuk tidak hanya hadir namun juga menelaah apa yang ingin disampaikan oleh sang seniman," ucap Timur.

Timur merasa hal tersebut juga menjadi tantangan tersendiri untuk perupa agar mampu memberikan "obat" apa yang bisa mereka suguhkan ke masyarakat, mengingat realitas sosial dan politik saat ini yang dirinya sebut "brengsek", seperti sedang "sakit" dan butuh obat untuk kembali dimurnikan.

"Apalagi yang bisa memulangkan kita ke kemurnian itu kalau bukan seni," tegasnya.

Timur tidak menampik bahwa seni sudah pasti bermuatan politik didalamnya, tetapi politik dalam seni jauh dari kepentingan yang "bertanduk", namun lebih ke kepentingan masyarakat yang jauh lebih luas.

Sastrawan senior itu merasa bahwa ini adalah tantangan untuk para perupa agar bisa lebih terbuka, berani dikritik dan berani untuk kolaborasi dengan disiplin lain seperti yang terjadi dalam Pameran Perjamuan Rupa."Kami juga sedang menggagas projek bagaimana kesenian bisa saling merespon, sebagai contohnya saya bisa membuat antologi puisi atas respon terhadap lukisan yang dibuat oleh Ridwan, begitupun sebaliknya," beber Timur.

Timur juga membagikan keresahannya yang merasa fungsi dari kesenian sedikit melonggar, terutama dalam merespon berbagai kejadian yang sedang terjadi sekarang seperti realitas sosial politik yang amoral, banyaknya aksi kekerasan dan lain sebagainya.

Bahkan baginya, pembangunan-pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak berbasiskan kepedulian atas kerja-kerja kebudayaan.

"Yang harusnya merespon hal tersebut sebenarnya ya teman-teman yang bekerja di lingkup kebudayaan, agar tidak muncul pertanyaan di mana peran seni rupa? seni sastra? seni musik? dan seterusnya," jelas Timur.

"itu yang seharusnya jadi bahan refleksi bagi kami, dan saya harap itu bisa terjawab dalam pameran kali ini," tandasnya.

Sementara itu, Arul Lamandau seorang seniman musik yang ikut hadir dalam pameran ini menambahkan bahwa sebenarnya fungsi dari kesenian adalah sebagai penyeimbang dalam kehidupan, terutama di suasana kali ini yang baginya memang sedang tidak baik-baik saja.

"Saya memaknai Perjamuan Rupa sebagai sebuah persembahan untuk kembali menyatukan semua kesenian," terangnya.

Dirinya bercerita bahwa seorang seniman itu sejak zaman dahulu selalu diapresiasi, karena perannya sebagai penasehat, pengingat dan bahkan "obat" itu sendiri layaknya suatu refleksi.

"Lihat saja di momen pemilu ini, banyak "vandalisme" yang secara nyata terjadi, pemasangan poster besar yang mengganggu hingga penempelan poster di pohon dengan paku, itu semua amoral dan menunjukkan bahwa kita memang sedang butuh diobati," ujar Arul.

Arul tidak ingin pemerintah sekedar mengartikan bahwa seniman hanya butuh fasilitas, namun dirinya ingin pemerintah utamanya DPR bisa berfungsi dengan jelas dan berkolaborasi bersama dengan para seniman untuk membangun Indonesia.

Khususnya wadah kesenian di Surabaya yang di bangun oleh Seniman pendahulu jangan di alih fungsikan seenaknya, contohnya seperti Balai Pemuda menjadi alun-alun itu gagasan yang sangat "bodoh" dan renovasi bangunan kaca yang menutupi akses depan Galeri.

Kembali lagi ke Ridwan, dirinya menjelaskan bahwa perenungan sebelum proses membuat karya adalah metode dasar, menurut saya melukis dan menggambar itu tidak di pengaruhi oleh media.

"Banyak karya visual yang kategorinya menggambar dari media cat di kanvas sebaliknya banyak juga karya visual yang kategorinya lukisan dari sekedar media pensil atau krayon di kertas," kata Ridwan.

"Kesimpulannya bagaimana kita jujur dalam mengeksekusi dan melibatkan rasa di media, sekian," pungkasnya.

Dalam pameran Perjamuan Rupa sendiri, Ridwan mengundang para perupa dari 8 kota, meliputi Kota Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Lamongan, Lumajang, Banyuwangi hingga Jakarta.

Diantaranya Jeng Upik, Trisna Dwi Prasetyo, M Fahmi Al Hafidz, Roman Chuza, Miki Agus Prasetyo, Vian Vanes, Djoko E &, Fitra Apriansya R, Danyal Caplin, Ali Taufan, Ahmad Zaqi, Desta Raharsa, Panji, Koko Moses Misdy, Marjoko, Didi Dyan, Paulina Soesri.

Kemudian Lutfi satako, S Wandi, Rafinda Az Zahra, Astaseni & Canting, Edi Fals, Chrysanti Angge, Tiara Larasati, Ridwan SS dan juga Hyank Willdo yang sempat membacakan puisinya dalam pameran tersebut.

Adapun Dosen dan mahasiswa yang ikut menjadi peserta, yakni dari Unesa, STKW, Dosen UK Petra, juga pelukis dengan basic arsitek yaitu Jeng Upik yang memiliki ciri khas objek kota-kota yang artistik.

Pameran lukisan Perjamuan Rupa masih berlangsung dan bisa dikunjungi dari 19 hingga 24 Januari 2024 di Galeri Dewan Kesenian Surabaya.(*)

editor: trisukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow