Mengetuk Pintu Hati Pemkab Nganjuk, Inilah Jeritan Hati Warga Baron yang Lapaknya Digusur Paksa
NGANJUK, SJP – “Atas nama pembangunan” seringkali menjadi mantra sakti pemerintah untuk menggusur bangunan milik warga. Seolah-olah kalau demi pembangunan, negara boleh semau-maunya merobohkan bangunan untuk pembangunan.
Kejadian seperti itu tidak hanya terjadi di masa Orde Baru. Di era kini pun, tabiat pemerintah yang gemar menggusur paksa bangunan warga masih terlihat. Apalagi pemerintah sedang getol-getolnya menggenjot pembangunan infrastruktur yang barang tentu memerlukan dukungan lahan yang luas.
Kepiluan dan rasa hati teriris dirasakan warga Desa/Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk. Tidak kurang dari 40 lapak milik warga digusur karena akan ada pelebaran jalan. Padahal, pedagang yang berjualan di lokasi tersebut telah menggantungkan hidupnya di situ selama puluhan tahun.
Sudah puluhan tahun lapak-lapak itu berdiri di tepi jalan. Bagi pedagang kecil, bangunan sederhana itu tidak hanya menjadi tempat bernaung, tetapi juga menjadi tempat mereka mengais rezeki. Tidak sedikit dari mereka yang hanya menjadikan lapaknya sebagai satu-satunya sumber mata pencaharian.
Namun, keputusan pemerintah untuk melakukan pelebaran jalan, membuat para pedagang harus angkat kaki dari tempat yang sudah lama menjadi sumber penghidupan mereka. Tidak hanya kehilangan tempat usaha, mereka juga kehilangan kenangan dan bukti sejarah perjalanan hidup mereka.
“Kami dan rekan-rekan yang punya lapak ini belum tau mau kemana. Belum jelas apakah akan ada relokasi. Karena pembongkaran ini dilakukan secara sepihak," ucap Zamrozi, salah seorag pedagang yang lapaknya kini rata dengan tanah, Rabu (6/11/2024).
Zamrozi hanya bisa berharap, pemerintah segera mencarikan solusi, agar dirinya bisa kembali berjualan. Diceritakannya, dia bersama sejumlah pedagang pernah diajak bermusyawarah di Kantor Kecamatan Baron. Pertemuan itu sebagai tindak lanjut dari keluhan para pedagang.
Dalam pertemuan itu, kata Zamrozi, pihak pemerintah sempat sempat menjanjikan relokasi. Karena janji itulah, warga kemudian mencoba untuk ikhlas dan membiarkan sejumlah petugas beratraksi menggusur lapak dan bangunan di depan mata kepala mereka sendiri.
"Hingga hari ini belum ada relokasi. Ya kami sangat kecewa," keluhnya dengan nada lirih.
Hal senada juga diungkapkan Teguh. Ceritanya bahkan lebih malang dari Zamrozi. Dia sudah 15 tahun mencari sesuap nasi melalui usaha berjualan di tempat itu. Tetapi sumber pendapatan satu-satunya itu sebentar lagi akan berubah wujud menjadi dataran aspal.
Baginya, lapak itu sudah menjadi rumah kedua. Banyak persoalan hidupnya yang teratasi sebab berjualan di situ. Sekarang, pelanggan setianya akan kebingungan mencari keberadaan lapak Teguh. Bagaimana tidak, orang yang setiap hari menyediakan kebutuhan rumah tangga mereka, kini telah pergi.
“Kami sudah 15 tahun di sini. Cari makan di sini, bisa menyekolahkan anak dari sini, bisa bertahan hidup. Semua berawal dari sini. Harusya dikasih waku yang agak lama, agar kami bersiap-siap,” cerita Teguh yang lapaknya juga ikut digusur, Rabu (6/11/2024).
Sebelumnya, kabar akan adanya pelebaran jalan dan penggusuran lapak sudah terdengar. Para pedagang pun merasa cemas dan gelisah. Mereka tidak tahu apakah mereka akan diizinkan untuk kembali berdagang, atau harus mencari lokasi baru.
Kekhawatiran yang mereka rasakan semakin memuncak saat pemberitahuan resmi penggusuran lapak benar-benar dikeluarkan. Akhirnya, yang mereka takutkan selama ini benar-benar terjadi. Tim pembongkaran pun tiba. Satu persatu lapak milik warga dibabat habis.
“Kami kecewa. Saya tahu kalau ini tanah pemerintah. Kami sudah bertahun-tahun di sini. Hidup kami bergantung di lapak ini. Tidak mudah memulai dari awal lagi, di usia yang sudah tidak muda ini,” ujar salah seorang pedagang bernama Rudi, Rabu (6/11/2024).
Sebenarnya, pedagang tidak menolak pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum. Tetapi setidaknya, pemerintah hadir untuk segera mencarikan solusi, agar kehidupan mereka terus berlanjut. Mereka sangat berharap adanya solusi. Misal disediakan lahan alternatif atau pasar khusus.
"Kami tahu ini untuk kepentingan umum. Tapi kami kehilangan mata pencaharian. Kami hanya ingin kejelasan. Apakah akan diberi tempat baru, atau kesempatan untuk berdagang lagi di tempat lain,” lirih salah seorang pedagang yang berjualan di lokasi itu sejak tahun 2009.
Di lain pihak, Kepala Desa Baron, Slamet Indrianto menjelaskan, aspirasi dari seluruh pedagang itu telah ditampung di Pendopo Kecamatan Baron. Pertemuan itu melibatkan sejumlah pedagang dan perwakilan pemerintah daerah. Dari pertemuan itu dihasilkan kesepakatan dengan solusi relokasi.
"Untuk pemberitahuan sebenarnya sudah ada. Mereka sepakat terkait deadline pembongkaran tersebut. Tapi waktunya memang terlalu dekat," ungkap Slamet kepada suarajatimpost.com, Rabu (6/11/2024).
Diketahui, penggusuran lapak itu dilakukan demi pelebaran jalan. Selain itu, lapak-lapak warga tersebut berdiri di atas lahan irigasi yang statusnya adalah aset daerah, atau milik negara. Dilema itu dirasa sangat menyakitkan bagi mereka yang telah lama menggantungkan hidup di sana.
Meski keputusan itu adalah bagian dari rencana pembangunan, para pedagang berharap pemerintah mendengarkan keluhan mereka dan membantu mencarikan solusi. Karena di balik setiap lapak yang dibongkar, tersimpan cerita dan memori perjuangan hidup para pedagang. (*)
Editor: Ali Wafa
What's Your Reaction?