Kontribusi Pajak Kelas Menengah Hanya 1 Persen
Dengan merujuk penuturan DJP, maka kontribusi kelas menengah yang sebesar 1 persen terhadap penerimaan pajak hanya sekitar Rp 11,96 triliun hingga Agustus 2024
SERANG, SJP – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebut kelas menengah memberikan kontribusi 1 persen ke penerimaan pajak.
“Kelas menengah ini kan bicara individu, pajak yang dibayarkan orang pribadi. Kelas menengah kalau masuk ke orang pribadi sumbangsihnya gak besar hanya sekitar 1 persen,” papar Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak DJP Kemenkeu, Muchamad Arifin dalam Media Gathering APBN 2025 di Anyer, pada Kamis 26 September 2024.
Dilansir dari Investor.id, Kemenkeu melaporkan penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.196,54 triliun per 31 Agustus 2024 baru-baru ini. Angka tersebut terkontraksi 4 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Dengan merujuk penuturan DJP, maka kontribusi kelas menengah yang sebesar 1 persen terhadap penerimaan pajak hanya sekitar Rp 11,96 triliun hingga Agustus 2024.
Arifin sebut setoran pajak dari kelompok kelas menengah terbilang kecil.
Pasalnya mayoritas masyarakat kelas menengah lebih banyak yang bekerja dalam sektor informal.
Pekerja pada sektor informal tidak terdaftar dalam sistem pajak seperti yang bekerja di UMKM yang tidak masuk ke sistem perpajakan.
Sedangkan badan usaha ketika akan didirikan harus mendaftarkan izin mendirikan usaha.
Dengan demikian mereka terintegrasi dengan sistem pajak lantaran harus menjadi pengusaha kena pajak.
“Orang pribadi kan banyak di sektor UMKM, yang biasanya informalitasnya tinggi enggak masuk sistem perpajakan. Beda dengan badan usaha harus tercatat dulu,” jelas Arifin.
Mendatang, pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan (Nomor Pokok Wajib Pajak), maka akan memudahkan petugas pajak menelusuri jumlah masyarakat kelas menengah.
Dengan pemadanan ini, aparat pajak dapat mendeteksi individu yang tidak memiliki NPWP dan tidak patuh dalam membayar pajaknya.
“Makanya ketika NIK sudah terintegrasi dari NPWP di 2025 awal, kemudian core tax administration system sudah berjalan, maka data tersebut menjadi satu kemudian disatukan. Di situlah ketahuan individu, dengan penghasilan sekian ternyata selama ini sudah punya NPWP dan tidak punya NPWP,” ungkap Arifin. (**)
Sumber: Investor.id/Arnoldus Kristianus
Editor: Tri Sukma
What's Your Reaction?