Kesenangan Instan dan Resiko Finansial, Guru Besar Ilmu Manajemen PCU Kupas Sifat Hedonisme Generasi Z

Sikap konsumtif generasi z memiliki kaitan yang kuat dengan gaya hidup mereka yang sangat terhubung dengan teknologi dan media sosia yang memudahkan mereka untuk melakukan kegiatan bersifat konsumtif.

09 Jul 2024 - 20:45
Kesenangan Instan dan Resiko Finansial, Guru Besar Ilmu Manajemen PCU Kupas Sifat Hedonisme Generasi Z
Prof. Dr. Sautma Ronni Basana, S.E., M.Ε. (Ryan/SJP)

Surabaya, SJP - Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena hedonisme di kalangan generasi Z (Gen-Z) telah menjadi sorotan banyak pihak.

Sikap konsumtif generasi yang lahir di tahun 1997 hingga 2012 ini memiliki kaitan kuat dengan gaya hidup mereka yang sangat terhubung dengan teknologi dan media sosial, yang membuat pencarian kesenangan sering kali menjadi prioritas utama dibanding kebutuhan primer.

Hal tersebutlah yang menjadi bahasan dalam konferensi pers bertajuk "Gen Z: Hedonisme Digital dan Tantangan Finansial" oleh Guru Besar Baru di bidang Ilmu Manajemen Universitas Kristen Petra (PCU) Surabaya, yakni Prof. Dr. Sautma Ronni Basana, SE, M.Ε.

Ronni sendiri baru saja dikukuhkan sebagai Profesor dari School of Business and Management (SBM) PCU, yang momennya juga bertepatan dengan Rapat Terbuka Senat PCU dalam rangka pengukuhan profesor baru pada Selasa (9/7), di Auditorium Gedung Q, kampus PCU. 

Dalam konferensi persnya, ia menyebut bahwa Gen Z tidak hanya memiliki literasi finansial yang rendah, namun juga lemah dalam keamanan finansial karena kerap kali terjebak dalam sifat mereka yang impulsif.

"Salah satu faktor utamanya adalah kemajuan teknologi yang memudahkan akses mereka untuk melakukan kegiatan konsumtif, seperti belanja online," terang Ronni dalam konferensi pers yang dihelat di Gedung Q Lantai 3 Kampus Timur PCU.

"Gen Z memiliki kecenderungan untuk membeli produk berdasarkan merk dan FOMO (Fear of Missing Out), ini akan menimbulkan dampak keuangan serius di masa depan jika tidak dibarengi dengan perencanaan keuangan yang bijak," imbuhnya.

Hal lain yang disoroti oleh Prof. Ronni ialah survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa ada hampir 10 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) yang kini diisi oleh Gen Z tidak memiliki kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET).

"Padahal seharusnya mereka ada di masa produktif, berbanding terbalik dengan sifat mereka yang sangat konsumtif," terang Prof Ronni.

Meski begitu, Prof Ronni mengungkapkan bahwa Gen Z tidak takut dalam bereksperimen agar bisa tetap mendapatkan penghasilan tambahan, salah satunya melalui monetisasi konten sosial media mereka.

"Ini menarik, karena Gen Z ternyata memiliki pemikiran berbeda untuk menghasilkan uang tanpa memiliki pekerjaan tetap," sebutnya.

Adapun solusi lain yang sering diambil dengan gegabah oleh Gen Z, hanya karena ingin mengikuti suatu tren, Gen-Z dinilai rela untuk membeli barang dengan pengeluaran lebih banyak melalui pinjaman online (pinjol).

"Saya sendiri memandang pinjol itu sebenarnya sah-sah saja dan tidak ada bedanya dengan pinjaman di bank, hanya saja Gen Z sering tidak memikirkan bunga dari pinjol sehingga berakhir membeli barang dengan pengeluaran 2 kali lipat dari harga asli barang tersebut," papar Prof Ronni.

Diakhir sesi, ia membagikan tahapan mudah untuk mengolah keuangan, diantaranya mencatat harta yang dimiliki, mencatat pemasukan dan pengeluaran, rutin memperhatikan pengeluaran, menyusun budgeting, merancang program masa depan dan yang terakhir adalah menabung rutin.

"Jadi solusi praktisnya adalah investasi, kita harus tahu dulu berapa yang harus diinvestasi baru gaya hidup kita yang disesuaikan, bukan sebaliknya," tukas Prof Ronni. (*)

Editor: Rizqi Ardian 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow