Keluarga Besar Unair Surabaya Ikuti Jejak UII dan UGM Suarakan Sikap Atas Situasi Demokrasi Jelang Pemilu 2024
Pernyataan sikap dengan tajuk "Menegakkan Demokrasi, Menjaga Republik" itu disampaikan di depan halaman Gedung Pasca Sarjana, Kampus Dharmawangsa Universitas Airlangga Surabaya dan dibacakan oleh Prof. Dr. Hotman Siahaan, Guru Besar Sosiologi FISIP Unair
Surabaya, SJP - Pasca pernyataan sikap dari UII dan UGM, kali ini giliran Manifesto Akademisi, Keluarga Besar dan Alumni Universitas Airlangga beserta Kolega Sejawatnya yang juga ikut menyatakan sikap atas situasi Demokrasi jelang Pemilu 2024 pada Senin, (05/02/2024).
Pernyataan sikap dengan tajuk "Menegakkan Demokrasi, Menjaga Republik" itu disampaikan di depan halaman Gedung Pasca Sarjana, Kampus Dharmawangsa Universitas Airlangga Surabaya dan dibacakan oleh Prof. Dr. Hotman Siahaan, Guru Besar Sosiologi FISIP Unair.
Seruan dalam Pernyataan Sikap Unair mengandung 4 poin yang dibacakan langsung oleh Hotman, diantaranya meliputi:
1. Mengecam segala bentuk praktek pelemahan demokrasi. Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan harus merawat prinsip-prinsip etika republik dengan: tidak menyalahgunakan kekuasaan, menggunakan fasilitas dan alat negara untuk kepentingan kelompok tertentu, maupun berpihak dalam politik elektoral dan menghentikan segala praktek pelanggengan politik kekeluargaan.
2. Mendesak Presiden dan Aparat Negara untuk menghormati dan menjamin kemerdekaan atas hak-hak sipil dan politik, juga ekonomi, sosial dan budaya bagi tiap Warga Negara. Kebebasan berbicara, berekspresi, dan pengelolaan sumberdaya alam, karena Negara Indonesia milik segenap rakyat Indonesia, bukan segelintir elit penguasa.
3. Mendesak penyelenggaraan Pemilu Luber-Jurdil tanpa intervensi penguasa, tanpa kecurangan, tanpa kekerasan, dan mengutuk segala praktek jual beli suara (politik uang) yang dilakukan oleh peserta pemilu. Partai Politik harus mereformasi diri dalam menjalakan fungsi-fungsi artikulasi, agregasi, dan pendidikan politik warganegara.
4. Mengecam segala bentuk intervensi dan intimidasi terhadap kebebasan mimbar-mimbar akademik di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi harus senantiasa menjaga marwah, rasionalitas, dan kritisisme para insan civitas akademika demi tegaknya republik.
Pasca membacakan seruan itu, Hotman menegaskan bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan politik praktis dan hanya ingin memberikan seruan moral saja.
"Seruan moral ini sebagai bingkai dari seluruh moralitas bangsa dalam menjalankan demokrasi, itu semangat kami," tegasnya.
Melalui pernyataan sikap ini juga digunakan oleh Hotman untuk mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa Kampus Unair pernah mengalamai kekerasan oleh penguasa pada pemerintahan terdahulu.
"Untuk Airlangga, saya ingin menegaskan bahwa kami memiliki 2 orang martil yang sampai sekarang belum ditemukan mayatnya, yaitu saudara Herman Hendrawan dan saudara Petrus Bima," terang Hotman.
Dirinya merasa isu kekerasan oleh pemerintah sudah banyak diketahui, namun dirinya melihat tidak ada perkembangan yang baik dalam penanganan isu tersebut.
Merespon beberapa pihak yang menyatakan bahwa kegiatan kali ini tidak mengatasnamakan Kampus Unair, Hotman menjawab bahwa itu adalah hak bagi yang memberikan pernyataan.
"Itu adalah hak yang menyatakan, kami tidak atas nama institusi, kami ini atas nama pribadi-pribadi intelektual yang merasa terpanggil melihat situasi negara ini," jawab Hotman kepada awak media. "Kalau institusi tidak mengakui, bagi kami tidak ada masalah," tandasnya.
Selain pernyataan sikap, kegiatan tersebut juga dilanjutkan dengan pembacaan orasi singkat dari berbagai civitas akademika Unair meliputi mahasiswa hingga para alumni.(*)
editor: Tri Sukma
What's Your Reaction?