Kekuatan Wahyu - Ali Unggul di Atas Kertas, Pakar: "Politik Tidak Bisa Dihitung Matematik"
"Melihat dari partai pengusung Paslon Wahyu-Ali, menurut teori probabilitas, tentunya jika partai mesin pengusung berjalan baik, tentu paslon yang didukung oleh banyak partai tersebut peluang probabilitasnya lebih tinggi, tetapi, politik tidak matematik, tergantung bagaimana masing-masing paslon, tim sukses serta jaringan mitra yang ia miliki itu dapat mengkonversi potensi yang dimiliki ke arah elektoral,"
Kota Malang, SJP - Kontestasi Pilkada Kota Malang mulai memanas, masing - masing calon dan tim sukses dari ketiga bakal pasangan calon sudah mulai ancang - ancang mengatur strategi untuk dapat memenangkan kontestasi, dan mengantarkan jagoannya untuk dapat menjadi Wali Kota Malang tahun 2024.
Walaupun usai mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang, ketiganya masih harus melalui serangkaian tahapan verifikasi sebelum dinyatakan lolos dan ditetapkan oleh KPU Kota Malang, sebagai pasangan calon wali kota dan wakil wali kota pada 23 September 2024 mendatang.
Namun catatan diatas kertas, peta dukungan dari mesin partai politik, terutama dari data suara di pemilihan legislatif lalu, masing - masing kekuatan Bapaslon dapat diukur. Walaupun tidak seratus persen suara tersebut akan utuh disebabkan berbagai hal.
Mochammad Anton (Abah Anton) dan Dimyati Ayatullah, Bapaslon ini menjadi yang pertama ke KPU Kota Malang dan diusung oleh 3 partai politik yang memiliki kursi di DPRD Kota Malang. Di antaranya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat serta Partai Amanat Nasional (PAN).
Koalisi PKB, PAN dan Demokrat, memiliki kursi di parlemen dan telah memenuhi persyaratan ambang batas suara sah 7,5 persen untuk mengusung pasangan calon (paslon) nya sendiri.
Perlu diketahui bahwa ambang batas suara sah di Kota Malang yang dipersyaratkan sebanyak 37.792 suara beserta koalisi parpol pengusung Abah Anton, telah memiliki sebanyak 135.605 suara.
Sementara itu pasangan Wahyu Hidayat dan Ali Muthohirin menjadi pasangan yang diusung gabungan partai dengan jumlah terbanyak sebanyak 13 partai, 5 partai ditantaranya memiliki kursi di DPRD Kota Malang dan 8 lainnya merupakan partai non parlemen.
Ini berarti jika ditotal seluruh partai koalisi memiliki lebih dari 250.000 suara sah dari hasil Pemilihan Umum di Kota Malang pada Februari 2024 lalu.
Sedangkan Heri Cahyono dan Ganis Rumpoko, hanya diusung oleh satu partai, yakni PDI Perjuangan yang juga tidak berangkat dengan tangan kosong.
PDI Perjuangan memiliki modal sebanyak 87.126 suara sah. Walaupun hanya mendapat dukungan satu parpol saja, keberadaan Sam HC, sapaan akrab Heri Cahyono, juga tidak bisa dipandang remeh.
Heri Cahyono sebelumnya juga memiliki pengalaman maju di Pilkada Kabupaten Malang melalui jalur independen, melalui gerakan Malang Jejeg-nya dan mendapat dukungan yang lumayan besar, bagi calon yang notabene nya maju dari jalur perseorangan atau independen, kemungkinan strategi ini akan dilakukan juga di Pilkada Kota Malang.
Dari pantauan suarajatimoost.com hasil verfak berkas dukungan, dari Sam HC berhasil mengumpulkan sebanyak 67.760 data dukungan.
Meskipun dalam jalur independent dinyatakan belum memenuhi syarat, namun setidaknya dimungkinkan masih ada 38.889 berkas dukungan Sam HC yang telah memenuhi syarat.
Dari data di atas, menurut tanggapan pakar sosiolog politik, Prof Dr Wahyudi Winarjo yang juga Guru Besar FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), bahwa terkait dengan peta kekuatan yang masing - masing memiliki calon yang dirasa dinamis, kekuatan dukungan paslon dari partai juga belum menjadi jaminan untuk memenangkan konstetasi.
"Melihat dari partai pengusung Paslon Wahyu-Ali, menurut teori probabilitas, tentunya jika partai mesin pengusung berjalan baik, tentu paslon yang didukung oleh banyak partai tersebut peluang probabilitasnya lebih tinggi, tetapi, politik tidak matematik, tergantung bagaimana masing-masing paslon, tim sukses serta jaringan mitra yang ia miliki itu dapat mengkonversi potensi yang dimiliki ke arah elektoral," terang Prof. Dr. Wahyu Winarjo saat diwawancarai suarajatimpost.com
Faktor lain yang mempengaruhi dukungan pada pilkada Kota Malang 2024, di antaranya adalah keberadaan figur calon. Masing - masing paslon memiliki latar belakang politik yang berbeda - beda serta rekam jejak.
Lebih lanjut, Prof. Dr Wahyu Winarjo mengatakan bahwa secara objektif menilai Abah Anton sepertinya berhasil menjadi ikon Kota Malang.
"Kalau kita lihat suara bawah ya, grassroot sesungguhnya tersirat masih ada kerinduan terhadap kepemimpinan Anton, secara obyektif seperti itu, karena rakyat mungkin tidak melihat Anton sebagai orang yang bersalah atas kasus yang pernah dialami dan hanya sebagai korban, tapi kalau politik itu kan seni serba kemungkinan untuk mendapatkan kekuasaan," tambah Prof. Dr. Wahyudi.
Tidak hanya itu saja, pasangan Heri Cahyono dan Ganis, juga memiliki peluang yang sama.
"Iklim politik Kota Malang ini sedang asik, ruang demokratisasi dan ruang pembelajaran politik sangat terbuka sekali dengan baik. Masyarakat sipil juga sudah dewasa, nah di antara tiga paslon yang akan bersaing ketat adalah pasangan Abah Anton dan Wahyu Hidayat itu, walaupun HC juga tetap saja mempunyai ceruk sendiri," imbuhnya.
Menurutnya, mereka yang tadinya mendukung lewat jalur independen itu akan tetap terikat komitmennya untuk mendukung HC di belakangnya ada Ganis.
"Ganis kan sebelumnya anggota DPRD kota Batu dan tentu saja yang bekerja orang-orangnya mantan Wali ktota Batu almarhum Edi Rumpoko dan orang-orangnya Dewanti, saya kira kelompok-kelompok itu tetap bekerja, dan tidak meninggalkan Ganis," tukasnya.
Prof Dr Wahyudi, juga menegaskan bahwa tidak selalu dengan banyaknya partai pengusung memiliki kecenderungan menjadi pemenangan Pilkada, justru bisa saja dengan banyaknya partai pengusung akan menjadi hal yang rumit.
"Persoalan terbesar pada koalisi banyak partai (gemuk), adalah konsolidasi internal, soliditas tim, kekeluargaan, integritas (partai) yang warna-warni. Apabila tidak bisa dikelola dengan baik, maka itu akan mengancam akumulasi perolehan suara nanti, jadi PR nya lebih besar paslon yang memiliki dukungan banyak tetapi tidak bisa digunakan sebagai tim yang solid dan kompak, itu membahayakan serta berpengaruh dalam membuat keputusan yang susah serta saling kongkiren," jelas Guru Besar Fisip UMM ini.
Terlepas dari itu ia mengatakan bahwa dalam tradisi lama (Weber) saat seperti inilah dibutuhkan pemimpin yang karismatik, kalau perlu pemimpin tradisional yang karismatik. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?