Barbershop Jadi Idaman, Tukang Cukur DPR di Probolinggo Masih Punya Pelanggan
Meneruskan warisan sang ayah, Hidayat tak gentar menjalankan usaha tukang cukur dibawah pohon rindang meski barbershop di Kota Probolinggo begitu menjamur.
KOTA PROBOLINGGO, SJP - Sejak pagi hari, tepat pukul 09.00 WIB, Nur Hidayat warga Kota Probolinggo bergegas menuju tempat ia mencari nafkah.
Ya, pria 26 tahun ini tak gentar menjalankan usahanya ditengah menjamurnya barbershop. Diusianya yang terbilang muda, Hidayat tak gengsi menjadi tukang cukur tradisional diatas sungai.
Dahulu, orang menyebutnya tukang cukur Dibawah Pohon Rindang (DPR). Meski tak langsung di bawah pohon, tempat cukur Hidayat masih diberi atap agar lebih aman.
Hidayat sendiri meneruskan usaha ayahnya, sebelumnya setahun ini ia kerap bergantian memotong rambut bersama ayahnya sebelum sang ayah kemudian meninggal 40 hari silam.
Hal itu ia lakukan demi asap dapur agar tetap mengebul untuk istri dan sang buah hatinya.
Tiap harinya, Hidayat melayani profesinya mencukur rambut di Jalan Cokroaminoto, Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran.
Hidayat mengakui, meski banyaknya barbershop di Kota Probolinggo, ia percaya bahwa rejeki itu tak akan tertukar.
Hal itu dibuktikan dengan masih ada pelanggan setia yang datang ditempatnya. Salah satunya Assegaf warga yang bermukim di Jalan Mawar ini.
"Ya sudah langganan ayahnya yang potong. Sudah terlanjur cocok juga, akhirnya potong disini," ujar Assegaf Minggu 6 Oktober 2024.
Selain murah, kata Assegaf, tempat potong yang dikelola Hidayat juga tak kalah dingin dengan ruangan ber-AC yang kerapkali ada hembusan angin.
Tempat potong tradisional yang Hidayat beri nama 'Mas Day' itu, buka pagi sampai sore pukul 16.00 WIB.
Alat potong yang iabgun, kini kombinasi. Menggunakan gunting tradisional serta alat potong mesin.
Ia mengaku, dengan banyaknya barbershop memang berdampak baginya. Tapi hal ini ia nilai wajar.
"Kalau dulu memang banyak, sekarang ada pengurangan. Terutama anak-anak muda, tapi disyukuri saja namanya rejeki," ujarnya.
Dengan tarif yang ramah di kantong hanya Rp 10 ribu, dalam sehari kadang ia melayani 20-25 pelanggan jika ramai.
"Paling banyak menang bapak-bapak yang sering potong disini. Jika sepi, biasanya ada itu 4-5 pelanggan dalam sehari," tambahnya.
Meski tak ada sewa, ia cukup membayar listrik sebagai operasional rutinan sebesar Rp 20 ribu.
Hidayat sendiri, meski barbershop begitu menjamur mengaku masih ingin meneruskan tukang potong tradisi ala DPR ini. Sebab, hal yang paling ia ingat merupakan warisan sang ayah. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?