UMKM Tiara Handicraft: 28 Tahun Berdayakan Difabel, Kini Melesat dengan Inovasi Teknologi dari PCU

UMKM Tiara Handicraft bertransformasi dengan sistem penjualan berbasis teknologi ramah disabilitas, berkat kolaborasi dengan Petra Christian University, memberdayakan pekerja difabel lebih mandiri.

23 Oct 2024 - 17:34
UMKM Tiara Handicraft: 28 Tahun Berdayakan Difabel, Kini Melesat dengan Inovasi Teknologi dari PCU
Salah seorang pekerja di Tiara Handicraft saat mencontohkan proses penjualan dengan fitur inage-rich yang ramah kaum difabel (Ryan/SJP)

SURABAYA, SJP - Teknologi telah menjadi jembatan baru bagi para penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam dunia bisnis. UMKM Tiara Handicraft adalah salah satu contoh sukses bagaimana bisnis sosial berinovasi dan bertransformasi untuk lebih inklusif dan ramah kaum difabel.

Berangkat dari usaha kecil yang dimulai 28 tahun lalu oleh Titik Winarni, Tiara Handicraft tumbuh menjadi bisnis sosial yang mempekerjakan pekerja disabilitas dan berkomitmen memberdayakan mereka. Namun, metode manual yang digunakan selama ini menghadirkan tantangan tersendiri. 

Kini, dengan dukungan dari Petra Christian University (PCU), Tiara Handicraft mengalami transformasi melalui sistem penjualan berbasis teknologi yang ramah disabilitas. Inovasi itu lahir dari program Pengabdian Masyarakat yang didukung oleh hibah dari LLDIKTI Wilayah VII.

Prof. Juniarti selaku Ketua Tim dalam proyek itu mengungkapkan, pemilihan UMKM Tiara Handicraft bukan tanpa alasan. Sebelumnya, tim PCU telah menjalin hubungan dengan beberapa UMKM melalui program service learning, termasuk Tiara Handicraft. 

“Kami memilih Tiara Handicraft karena UMKM ini unik, selain karena sudah lama berdiri, UMKM ini mempekerjakan seratus persen kaum disabilitas dan fokus pada pemberdayaan difabel," papar Prof. Juniarti, saat ditemui dalam kegiatan pelatihan bersama pekerja Tiara Handicraft di Kampus PCU, Surabaya, Rabu (23/10/2024).

"Sebelumnya, usaha yang telah berlangsung selama 28 tahun lalu ini menggunakan pencatatan secara manual dengan MS Excel yang tidak ramah disabilitas, menjadikan hal ini sebagai kesulitan yang belum teratasi," imbuhnya.

Dilatarbelakangi oleh permasalahan tersebut, Prof. Juniarti bersama tim mengembangkan platform penjualan dengan fitur gambar yang mudah dilihat dan disentuh (image-rich). Sementara pengaturan operasionalnya juga dirancang untuk mempermudah karyawan, khususnya penyandang tuna rungu.

“Kami menyesuaikan tampilan agar lebih inklusif dan mempermudah pekerja disabilitas mengelola penjualan, karena dengan sistem ini mereka tidak perlu membaca dan tinggal menyentuh gambar,” beber Prof. Juniarti saat mengurai cara kerja sistem yang ia kembangkan selama tiga bulan itu.

Selain itu, Prof. Juniarti juga menyebut bahwa sistem yang timnya kembangkan mampu untuk menghasilkan laporan penjualan secara otomatis dan memberikan notifikasi restock barang, mengurangi ketergantungan pada pemilik dan meminimalkan risiko human error.

"Harapannya adalah segala proses yang berjalan mulai dari produksi hingga penjualan di UMKM ini bisa meningkat, yang akhirnya bisa memberdayakan lebih banyak lagi kaum-kaum difabel," harapnya.

Masih di lokasi yang sama, Titik Winarni selaku pemilik dari Tiara Handicraft menceritakan bahwa UMKM yang sudah ada sejak 1996 ini, memang selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan akses ke pasar, stigma masyarakat, hingga lingkungan yang belum ramah akan disabilitas.

Meski begitu, semangat pemberdayaan yang diusung Titik tak pernah pudar. Selama hampir tiga dekade, UMKM itu terus berkembang dengan fokus pada kerajinan tangan berkualitas, seperti aksesoris besar seperti tas hingga hiasan-hiasan kecil.

"Jadi memang sistem ini sangat sesuai dengan apa yang kami angan-angan sebelumnya, karena dengan sistem ini mereka (pelaku UMKM dengan disabilitas) bisa lebih mandiri dengan memanfaatkan teknologi," sebut Titik.

Dirinya menceritakan bahwa sebelumnya, proses penjualan kepada pelanggan merupakan momok bagi penyandang disabilitas. Salah satu proses yang paling menantang bagi mereka adalah pembuatan nota, terutama saat barang yang terjual memiliki nama yang panjang.

"Kadang itu mereka jadi panik dan meminta bantuan, hal ini menyebabkan operasional sangat bergantung pada orang lain, sehingga sulit bagi bisnis untuk berkembang lebih jauh," ucap Titik.

“Dengan adanya sistem baru ini, pekerja difabel dapat lebih mandiri. Saya pun bisa lebih fokus mengembangkan bisnis untuk menjangkau pasar yang lebih luas,” imbuhnya.

Keterlibatan para pekerja disabilitas bukan sekadar strategi bisnis, melainkan misi sosial yang menjadi landasan utama. Proyek itu menjadi bukti bahwa kolaborasi antara akademisi dan pelaku UMKM dapat memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

Sebagai informasi tambahan, proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara para mahasiswa dengan dosen, yaitu Prof. Juniarti selaku Ketua Tim, dan anggotanya yakni Hendri Kwistianus, Leo Willyanto Santoso dan empat mahasiswa dari lintas jurusan. (*)

Editor: Rizqi Ardian 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow