Ribuan Anak Tidak Sekolah di Mojokerto Dipicu Tindakan Bullying

Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Mojokerto, anak tidak sekolah (ATS) di tahun 2024 tercatat sebanyak 4.936 anak. Semuanya tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Mojokerto.

25 Nov 2024 - 14:31
Ribuan Anak Tidak Sekolah di Mojokerto Dipicu Tindakan Bullying
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto. (Syaiful/SJP)

MOJOKERTO, SJP – Sebanyak 4.936 anak usia pelajar di Kabupaten Mojokerto tercatat tidak sekolah. Pemicu utamanya bukan karena biaya pendidikan, melainkan karena kerap terjadinya tindakan perundungan atau bullying

Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Mojokerto, anak tidak sekolah (ATS) di tahun 2024 tercatat sebanyak 4.936 anak. Semuanya tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Mojokerto.

Dalam data tersebut terinci, jumlah ATS terbanyak berada di Kecamatan Trowulan. Jumlahnya mencapai 462 anak. Disusul Kecamatan Ngoro sebanyak 450 anak. Di Kecamatan Sooko 361 anak. Di Kecamatan Jetis 348 anak. Di Kecamatan Puri 323 anak. Di Kecamatan Jatirejo 321 anak. 

Kemudian, di Kecamatan Mojosari sebanyak 386 anak. Di Kecamatan Kutorejo sebanyak 273 anak. Di Kecamatan Pungging 264 anak. Di Kecamatan Dlanggu 260 anak. Di Kecamatan Pacet 259 anak. Di Kecamatan Kemlagi 253 anak.

Sedangkan Kecamatan Gedeg juga menyumbang ATS sebanyak 246 anak. Di Kecamatan Gondang sebanyak 222 anak. Di Kecamatan Dawarblandong 199 anak. Di Kecamatan Mojoanyar 160 anak. Di Kecamatan Bangsal 151 anak, dan di Kecamatan Trawas 98 anak. 

Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat Disdik Kabupaten Mojokerto, Liswati mengungkapkan, anak-anak yang tercatat dalam data ATS tersebut masih seusia pelajar. Mulai dari SD hingga SMA. Mulai dari usia 7 sampai 18 tahun.

"Faktornya variatif. Kalau dari Unichef itu, rata-rata dari budaya. Kedua, karena bullying. Ketiga, karena ekonomi. Yang dominan karena lingkungan. Di sini juga sama namun masih proses verifikasi validasi," ucapnya, Senin (25/11/2024). 

Berdasar data tersebut, Disdik Kabupaten Mojokerto terus melakukan berbagai upaya untuk mencari solusi dalam menekan angka ATS. Untuk itu, koordinasi dengan sejumlah pihak dilakukan untuk menemukan formulasi solusi yang efekti.

Liswati menyebut, ada tiga 3 organisasi perangkat daerah (OPD) yang berwenang dalam mengatasi persoalan ATS. Yakni Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan Dinas Pendidikan.

"Kita sudah berkoordinasi ke masing-masing OPD. Kita sudah tiga kali dipertemukan dengan tiga kementerian yang berbeda terkait ATS," ungkapnya. 

Namun demikian, pihaknya masih butuh waktu untuk melakukan validasi atas data tersebut. Disdik juga menggandeng beberapa stakeholder. Seperti pemerintah kecamatan, hingga pemerintah desa, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan lembaga kursus pelatihan (LKP).

Di internal Disdik Kabupaten Mojoketo juga dibentuk tim khusus untuk menangani kasus ATS. Tim itu bernama Penanganan Anak Kembali ke Sekolah (Pak Eko). Sejak bulan Agustus, PKBM dan LKP dilibatkan melalui surat keputusan pembentukan Pak Eko. 

Liswati membeberkan, cara kerja tim tersebut berpijak pada data. Mereka diminta untuk mendatangi dan melakukan pendekatan secara masif dan persuasif. Cara itu dilakukan dengan melalui pemerintahan desa dan lembaga pendidikan sebelum anak itu sekolah.

"Orang tua adalah yang paling penting secara pribadi kepada anak. Karena warisan yang paling baik diberikan ke anak itu adalah pendidikan," pungkasnya. (*)

Editor: Ali Wafa

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow