Jelang Pilkada Mojokerto, Pengamat: Money Politic Embrio Perilaku Pemimpin Korup

Money politic telah lama menjadi isu krusial dalam setiap momentum pesta demokrasi di Indonesia. Termasuk pada Pemilihan Wali Kota (Pilwali) dan Pemilihan Bupati (Pilbup) Mojokerto yang akan berlangsung serentak pada 27 November 2024 mendatang.

25 Nov 2024 - 15:30
Jelang Pilkada Mojokerto, Pengamat: Money Politic Embrio Perilaku Pemimpin Korup
Pengamat politik dari Surabaya Survey Center (SSC) Ikhsan Rosidi. (Syaiful/SJP)

MOJOKERTO, SJP - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 menjadi catatan penting dalam perjalanan demokrasi di Kabupaten dan Kota Mojokerto. Namun, isu politik uang terus menjadi momok yang membayang-bayangi catatan demokrasi Kota Majapahit itu.

Money politic telah lama menjadi isu krusial dalam setiap momentum pesta demokrasi di Indonesia. Termasuk pada Pemilihan Wali Kota (Pilwali) dan Pemilihan Bupati (Pilbup) Mojokerto yang akan berlangsung serentak pada 27 November 2024 mendatang.

Pengamat politik dari Surabaya Survey Center (SSC), Ikhsan Rosidi mengungkapkan, praktik kotor itu bukan hanya mencederai prinsip-prinsip dan nilai demokrasi, tapi juga gerbang awal menuju rusaknya tata kelola pemerintahan. Money politic juga disebut sebagai embrio dari perilaku korupsi.

“Bukan hanya merusak nilai demokrasi, tapi juga sebagai pintu masuk rusaknya praktik tata kelola pemerintahan, serta embrio tumbuhnya perilaku korup pada jajaran pemimpin yang terpilih nantinya,” ucapnya kepada suarajatimpost.com, Senin (25/11/2024).

Ikhsan menyebut, politik uang merupakan pembodohan yang dilakukan para elite politik terhadap masyarakat. Jika hal itu terus dilakukan, maka akan membentuk karakter pemilih yang pragmatis dan oportunis. Yakni mengambil keuntungan tanpa melihat aspek praktik demokrasi sesuai amanat undang-undang.

“Politik uang adalah pembodohan sistemik yang dilakukan oleh elite politik terhadap masyarakat. Jika terus menerus dilakukan pada setiap edisi pemilu atau pilkada, akan mengakibatkan masyarakat makin pragmatis dan oportunis,” ungkapnya.

Dijelaskan Ikhsan, larangan politik uang secara eksplisit telah dijelaskan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Klausul itu tertuang dalam Pasal 187 Ayat 1 dan Ayat 2.

Dalam Pasal 73 Ayat 4 disebutkan, bahwa siapa saja yang melakukan praktik politik uang bisa dipidana penjara paling singkat 36 bulan, paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta, paling banyak Rp1 miliar.

Ikhsan menegaskan, masyarakat harus tetap berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip dan asas pemilihan umum (pemilu). Masyarakat harus cerdas dalam memilih calon pemimpin. Yakni dengan memilih calon pemimpin secara objektif. Bukan karena uang ataupun barang.

“Pemimpin korup lahir dari praktik money politic. Masyarakat jangan mau dibodohi,” pungkasnya. (*)

Editor: Ali Wafa

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow