Preman Serang Wartawan di Blitar yang Meliput Dugaan Politik Uang, IJTI Kecam Aksi Penganiayaan

Seorang wartawan senior, PRA (55), menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok preman di Jalan Merapi, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar

27 Nov 2024 - 11:30
Preman Serang Wartawan di Blitar yang Meliput Dugaan Politik Uang, IJTI Kecam Aksi Penganiayaan
Tangkapan layar video kekerasan yang dilakukan segereombolan preman kepada awak media di Blitar--

BLITAR, SJP - Seorang wartawan senior, PRA (55), menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok preman di Jalan Merapi, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, pada Selasa (26/11/24). PRA, yang masih aktif menulis, mengalami luka lecet di dada, lebam di pipi kiri, dan pusing akibat dipukuli oleh sekitar 10 orang preman.

Insiden bermula ketika PRA dan sejumlah awak media hendak meliput dugaan praktik money politics yang dilakukan oleh tim pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar nomor 2, Syauqul Muhibbin dan Elim Tyu Samba (Ibin-Elim), di Dusun Mojo, Desa Plosoarang, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar. Saat mereka sedang mengambil gambar, sejumlah preman yang berjaga langsung menghalangi dan mengusir mereka. Setelah kejadian tersebut, awak media memilih untuk beristirahat di sekitar Jalan Merapi.

Tak lama setelah itu, PRA menerima telepon dari temannya, PTS, yang menanyakan keberadaannya. Beberapa saat kemudian, Petrus datang bersama para preman yang sebelumnya menghadang dan mulai mengintimidasi PRA serta wartawan lainnya. Kejadian berlangsung cepat, dengan para preman langsung memukul PRA yang sedang duduk. Meskipun beberapa rekan wartawan berusaha melerai, mereka tidak digubris.

Beberapa wartawan yang berusaha merekam kejadian tersebut pun dihalangi. Ponsel yang digunakan untuk merekam langsung disita, dan mereka diminta menghapus video tersebut. PRA kemudian melapor ke Polres Blitar Kota terkait dugaan penganiayaan dan pengeroyokan.

Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Koordinator Daerah (IJTI Korda) Blitar, Robby Ridwan, mengecam keras peristiwa ini, yang menurutnya merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers (UU No. 40 Tahun 1999). 

"Kami menyayangkan adanya aksi 'premanisme' ini. Kerja wartawan mendapat perlindungan Undang-Undang. Menghalangi saja tidak boleh jika dalam konteks peliputan, apa lagi sampai ada pemukulan," ujar Robby.

Robby menambahkan, peristiwa ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Blitar dan mengharapkan aparat penegak hukum segera mengusut tuntas kasus ini. 

"Harus diusut tuntas, agar jadi pembelajaran. Wong yang kerjanya dilindungi Undang-Undang saja jadi korban kekerasan, bagaimana yang tidak," tambahnya.

IJTI Korda Blitar juga mengimbau agar seluruh rekan media mengawal kasus ini, agar tidak terlupakan dan dapat diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku. "IJTI Korda Blitar meminta teman-teman media mengawal kasus ini, sehingga tidak menguap begitu saja dan dapat terselesaikan sesuai dengan kaidah hukum positif di Indonesia,"

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Pers, tindakan menghalangi pelaksanaan tugas jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara hingga 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. (**)

sumber: memorandum.disway.id

Editor: Ali Wafa

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow