Menjaga Nyala Damar Kurung: Cahaya Tradisi yang Tak Pernah Padam dari Masa ke Masa
Dengan sejarah yang panjang dan penuh makna, Damar Kurung tidak hanya sekadar artefak masa lalu, tetapi juga cerminan identitas masyarakat Gresik dan simbol kekayaan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan untuk generasi yang akan datang.
surabaya, sjp - Damar Kurung, sebuah lampion khas dari Kabupaten Gresik yang telah memancarkan sinar terang sejak abad ke-16.
Pada masa Sunan Prapen, tradisi ini mulai diperkenalkan sebagai media untuk merekam berbagai aktivitas keseharian masyarakat dalam bentuk gambar visual dua dimensi yang dituangkan di setiap sisi lampion itu.
Warisan budaya ini kini diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional, namun perjalanan panjangnya penuh dengan tantangan yang harus dihadapi agar tetap lestari dan dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama generasi muda.
Muhammad Anhar Chusnani, salah satu pengrajin Damar Kurung yang hingga kini masih aktif melestarikan tradisi ini, menjelaskan bahwa Damar Kurung lahir dari masa-masa kejayaan Gresik sebagai pusat penyebaran Islam dan kebudayaan di Jawa Timur.
Sunan Prapen, salah satu tokoh Wali Songo, diperkirakan menjadi salah satu tokoh yang memperkenalkan lampion berbentuk segi empat yang terbuat dari kayu dan kertas ini, dengan fungsi untuk menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa itu.
"Setiap gambar pada Damar Kurung bercerita, mulai dari tradisi, upacara keagamaan, hingga kegiatan sehari-hari seperti pasar dan permainan rakyat," jelas Anhar, Jumat (27/9).
"Dalam gambar Damar Kurung, kita melihat jejak sejarah masyarakat Gresik, bagaimana mereka hidup dan beraktivitas pada zaman dahulu," imbuhnya.
Anhar melanjutkan, pada abad ke-20, seorang maestro bernama Mbah Masmundari muncul sebagai sosok penting dalam pelestarian Damar Kurung, tidak hanya menghidupkan kembali tradisi ini, tetapi juga mengajarkan seni membuat Damar Kurung kepada generasi muda.
Karya-karyanya menampilkan nuansa kehidupan Gresik yang kaya akan nilai budaya dan religiusitas, namun, setelah Mbah Masmundari wafat, minat masyarakat terhadap Damar Kurung sempat meredup.
"Seiring dengan perkembangan teknologi, Damar Kurung semakin jarang diminati oleh masyarakat, terutama oleh generasi muda, ini menjadi tantangan besar bagi kami," ujar Anhar.
Padahal menurut Anhar, Damar Kurung bukan hanya sekadar lampion, nama 'Damar' yang berarti cahaya dan 'Kurung' yang berarti kurungan, menggambarkan cahaya yang tertahan di dalam kerangka kayu dan kertas, menciptakan visual yang menceritakan kisah dalam bentuk gambar.
"Jika gambar pada Damar Kurung sifatnya profan atau non-religius, maka cara membacanya searah jarum jam, misalnya, untuk menceritakan kegiatan seperti perayaan Agustusan, kita mulai dari sisi satu, lalu ke sisi dua, tiga, dan empat," terang Anhar.
Namun, jika gambar bersifat religius, seperti saat Ramadan atau Idulfitri, cara membacanya berlawanan dengan arah jarum jam.
"Ini mencerminkan aspek spiritualitas, sama seperti membaca Al-Qur'an yang dari kanan ke kiri," tambahnya.
Kekayaan akan nilai budaya dan luhur itulah yang membuat Damar Kurung ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional pada tahun 2017, dan kini muncul beragam upaya dari berbagai pihak untuk melestarikan Lampion khas Kabupaten Gresik ini.
Salah satu inisiatif yang muncul adalah Gerakan Satu Rumah Satu (G1R1) Damar Kurung, yakni gerakan yang bertujuan agar setiap rumah di Gresik memiliki setidaknya satu Damar Kurung sebagai bagian dari identitas budaya lokal.
"G1R1 adalah upaya nyata dari kami untuk menghidupkan kembali ketertarikan masyarakat terhadap Damar Kurung, terutama generasi muda," terang Anhar.
Selain untuk mempromosikan budaya ini, Gerakan G1R1 yang diprakarsai oleh komunitas lokal bertujuan untuk memperkenalkan kembali Damar Kurung kepada masyarakat luas.
Selain mempromosikan Damar Kurung, gerakan ini juga memiliki program lain, seperti edukasi di sekolah-sekolah, program ekonomi kreatif yang menghasilkan produk turunan seperti gantungan kunci, dan kaos, serta program pemberdayaan yang merekrut tenaga lokal untuk membantu dalam produksi dan pemasaran.
“Kami ingin Damar Kurung tidak hanya dikenal sebagai sejarah, tapi juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari,” ujar Anhar.
Upaya untuk melestarikan Damar Kurung tidak berhenti di sini. Para pengrajin seperti Anhar berharap agar Damar Kurung bisa terus dikenal di dalam dan luar negeri, terutama diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai warisan budaya dunia.
“Semoga dengan adanya pergerakan ini, Damar Kurung tidak hanya diakui secara nasional, tetapi juga mendapatkan pengakuan di kancah internasional termasuk dari UNESCO,” tutup Anhar penuh harap. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?