Lintas Organisasi Profesi Suarakan Tolak RUU Penyiaran
Dalam pasal-pasal tersebut dinilai dapat membatasi kinerja jurnalis dan mengancam kebebasan persz seperti pada poin pertama, yakni pada Pasal 42 ayat 2 menjadi salah satu titik perdebatan utama, yang menyatakan bahwa 'penyelesaian sengketa jurnalistik akan diurusi oleh KPI
Kota Malang, SJP - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya bersama Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) kompak menyuarakan penolakan pasal-pasal kontroversial yang terdapat dalam Draft Rancangan Undang-undang (UU) Penyiaran.
Lantaran, dalam draft RUU Penyiaran tersebut sejatinya merupakan revisi dari UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, yang pasal-pasal dalam RUU tersebut merupakan inisiatif Komisi 1, DPR RI.
Dalam pasal-pasal tersebut dinilai dapat membatasi kinerja jurnalis dan mengancam kebebasan persz seperti pada poin pertama, yakni pada Pasal 42 ayat 2 menjadi salah satu titik perdebatan utama, yang menyatakan bahwa 'penyelesaian sengketa jurnalistik akan diurusi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)'.
Di kesempatan itu, Ketua PWI Malang Raya, Ir.Cahyono mengatakan, UU Pers 40 Tahun 1999 yang menetapkan Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik.
Selain itu, Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) juga menjadi kontroversial, lantaran melarang penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Tak hanya itu, Pasal 50B ayat 2 huruf (k) yang mengatur larangan terhadap konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik, juga dianggap mirip dengan "pasal karet" dalam UU ITE yang membatasi kebebasan pers.
"Kami (PWI Malang Raya) menyoroti Pasal 51 huruf E yang termaktub dalam RUU tersebut. Pasal ini mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan, yang dinilai juga tumpang tindih dengan UU Pers 1999," ucapnya.
Cahyono menekankan, pers nasional memiliki hak untuk mencari, mengolah gagasan, serta menyebarluaskan informasi sebagai sebuah karya jurnalistik yang berkualitas tanpa adanya pembatasan terlebih dalam melakukan pemberitaan bersifat investigatif.
PWI Malang Raya juga mengingatkan jika Pasal 42 disahkan, KPI akan memiliki kewenangan yang terlalu besar dalam menyelesaikan sengketa jurnalistik, yang seharusnya menjadi tugas Dewan Pers.
"Aksi damai ini menjadi sikap kita bahwa tegas menolak RUU Penyiaran. Gabungan lintas organisasi menjadi satu kekuatan, kami meminta jaminan kebebasan pers. Kebebasan pers adalah kontrol demi hal yang lebih baik," tegasnya.
Namun aksi damai para jurnalis tidak dapat menemui anggota DPRD Kota Malang yang dilaksanakan pada Jumat (17/5).
Menurut perwakilan Sekretariat DPRD Kota Malang, seluruh anggota DPRD sedang tidak ada di kantor dan perwakilan DPRD tidak dapat memberikan keterangan apapun.
Oleh karena itu, PWI Malang Raya meminta kepada DPRD Kota Malang melalui Sekertariatan DPRD untuk meneruskan pernyataan sikap tuntutan PWI Malang Raya ini kepada DPR RI, agar RUU Penyiaran dapat dibahas kembali secara terbuka bersama masyarakat pers dan organisasi pers.(*)
Editor: Tri Sukma
What's Your Reaction?