Kisah Supari, Mantan MC Mantenan yang Sukses Jadi Perajin Blangkon
Bermodalkan mesin jahit milik sang nenek, didukung ketelatenannya, Supari sukses membuka usaha produksi blangkon sendiri.
Kabupaten Kediri, SJP - Blangkon yang sebelumnya hanya menjadi asesoris setiap kali mendapat job sebagai pembawa acara atau MC di acara hajatan berkonsep Jawa, kini menjadi ladang rejeki bagi seorang Supari.
Supari memang sering memakai baju adat Jawa lengkap dengan blangkon atau penutup kepala. Saat itu dia berprofesi sebagai seorang Pranoto Coro atau MC acara hajatan pengantin Jawa.
Tanpa ingin tahu lebih bagaimana cara membuat blangkon sebagai sebuah karya seni, Supari hanya mengenakannya. Asal nyaman, padu dengan pakaian, dan meningkatkan rasa percaya diri ketika harus tampil di hadapan publik.
Namun seiring berjalannya waktu, Supari yang biasa membeli blangkon secara online dan memang tidak memiliki kemampuan dasar membuat blangkon, tiba-tiba muncul keinginan untuk belajar.
"Biasanya beli di Solo secara online, tapi tidak pernah cocok. Akhirnya blangkon itu saya bongkar, saya pelajari, saya coba buat dan ternyata bisa bikin sendiri," cerita Supari, Sabtu, (18/5).
Usaha tidak mengkhianati hasil. Bermodalkan sebuah mesin jahit milik sang nenek, didukung ketelatenannya, pria yang tinggal di Desa Jarak Lor, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri itu akhirnya membuka usaha sendiri.
Supari Blangkon, usaha yang dirintisnya sejak empat tahun lalu kini siap menerima pesanan berbagai motif dan model blangkon. Seperti blangkon Yogyakarta, blangkon Solo, blangkon Jawa Timuran, dan blangkon Kediri.
"Blangkon Kediri itu ciptaan saya sendiri, namanya blangkon Panjalu. Filosofi tentang Kediri saya ambil perjalanan Sri Aji Jayabaya mencapai kesempurnaan ditandai dengan muksa (bertapa). Itu jugasaya tulis di blangkon," ungkapnya.
Saat ini, dalam waktu satu bulan, Supari Blangkon mampu memproduksi antara 70 sampai 80 buah blangkon. Tidak sendiri, di rumah produksi yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya, Supari biasa dibantu dua orang anaknya.
Pelanggannya pun tidak hanya datang dari wilayah Kediri dan sekitarnya. Melainkan juga datang dari luar daerah seperti Blitar, Tulungagung, Tuban, bahkan juga dari Bontang, Kalimantan Timur.
"Harga paling mahal Rp 250 ribu, bahannya batik tulis dan tergantung motifnya. Standarnya harga Rp150 ribu itu paling laku. Kalau permintaan yang harganya Rp100 ribu juga bisa, tapi kualitas bahannya berbeda," paparnya.
Bicara soal bahan baku berupa kain, Supari mengaku biasa membelinya dari Solo dan Yogyakarta. Akan tetapi, owner Supari Blangkon itu memiliki keinginan untuk memproduksi bahan kain blangkon sendiri.
"Kalau pemerintah mau memfasilitasi, sebenarnya bisa memproduksi sendiri, karena pembuatan batik disini kan banyak. Selama ini kan produksi cuman jarik sedangkan untuk bahan udeng atau blangkon masih jarang, " harap Supari mengakhiri ceritanya.(*)
Editor: Tri Sukma
What's Your Reaction?