Bak Dianaktirikan, Kampung Warna-warni Jodipan Nyaris Sepi
Hal itu tidak berdampak pada peningkatan kunjungan ke kampung warna-warni pasca pandemi. Terbukti, jumlah pengunjung pun menurun tajam dan ekonomi tak kunjung pulih.
Kota Malang, SJP - Dulu, Kampung Warna - Warni Jodipan (KWJ) ramai dikunjungi oleh para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Namun, kini sudah jarang tampak tak ada pengunjung yang mendatangi kawasan itu.
Pada era pandemi Covid-19 lalu, aktivitas di kampung wisata ini memang tidak menerima kunjungan wisatawan demi menekan penyebaran Covid-19.
Di awal tahun 2023 pun pemerintah mencabut pandemi tersebut dan mereka senang bisa dikunjungi lagi oleh wisatawan.
Justru, hal itu tidak berdampak pada peningkatan kunjungan ke kampung warna-warni pasca pandemi. Terbukti, jumlah pengunjung pun menurun tajam dan ekonomi tak kunjung pulih.
Ditambah lagi, kawasan Kayutangan Heritage malah semakin ramai dikunjungi oleh wisatawan. Hal itulah yang membuat kampung warna-warni bak seperti dianaktirikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.
Salah satu pengurus KWJ, Ana (33) mengaku, tak ada satupun pejabat baik Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata (Disporapar) maupun Wali Kota Malang mengunjungi kawasan itu.
"Dulu cuma dikunjungi oleh Wali kota Abah Anton saat peresmian kampung ini. Sekarang, sudah tidak ada yang datang kesini," ujarnya, Sabtu (14/10/2023).
Ana menjelaskan sebelum pandemi Covid-19 datang, KWJ sempat menjadi tempat destinasi jujugan yang selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan.
Mulai dari ribuan tiket yang terjual, pendapatan warga yang berdagang laris manis, hingga setiap minggunya bus-bus pariwisata dan turis mancanegara datang ke kampung wisata terpopuler di Kota Malang itu.
"Ketika ramai, kita pun juga menyediakan tim yang menjemput wisatawan dari Stasiun Malang ke kampung ini. Sekarang, ada beberapa turis luar negeri saja yang datang. Hanya 10-12 orang sehari," terangnya.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) KWJ Kota Malang Su'udi.
Ia menyebut, sampai saat ini kampung warna-warni sepi dan tak nampak ramai seperti dulu.
Bahkan, kampung yang digagas oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu pun terkendala dengan dana untuk melakukan pengecatan ulang kampung.
Setiap pemasukan tiket wisatawan, itu digunakan untuk pengecatan ulang. Seharusnya di cat 2-3 kali setahun tapi sekarang bisanya dilakukan 1 tahun sekali," ungkap Su'udi.
Dirinya pun menyebut, Pemkot di masa jabatan Abah Anton pun sempat datang untuk melakukan pengeprasan lahan dikawasan KWJ.
Hal itu dilakukan untuk meninggikan beberapa bangunan agar terhindar oleh arus banjir, kala musim penghujan tiba.
"Dulu, sempat kita dijanjikan oleh Pemkot untuk dipindahkan ke kawasan lain dan menghindari bencana banjir. Tapi itu hanya wacana saja," tambah Su'udi. (*)
Editor; Queen VeĀ
What's Your Reaction?