Vonis Bebas Ronald Tannur, Rieke Dyah Pitaloka Datangi Kejati Jatim Kawal Justice for Dini Sera Afriyanti
Mempelajari berkas hasil putusan itu merupakan salah satu keterbukaan informasi publik. Kasus putusan ini membutuhkan dukungan dari semua pihak untuk kawal bersama sampai dengan proses kasasi selesai hingga benar-benar inkrah.
Surabaya, SJP - Anggota Komisi 3 DPR RI Rieke Dyah Pitaloka beri dukungan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam rangka pengawalan aliansi 'Justice for Dini Sera', korban meninggal dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur (GRT) yang divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (5/8).
Rieke sapaan akrabnya kepada awak media menjelaskan selain memberikan dukungan kepada Kejaksaan juga sekaligus akan memeriksa berkas hasil persidangan.
Rieke kepada seluruh lapisan masyarakat berpesan untuk bersama mengawal kasus ini. Sebab, dikhawatirkan ada potensi lain dibalik putusan dan terindikasi kejahatan dalam kasus tersebut.
Pertama, sebutnya, apakah dengan statusnya sebagai anak eks anggota DPR sebagai mantan terdakwa?, ini sangat penting. Karena menurutnya, ada indikasi kejahatan dalam kasus yang menewaskan korban yang sudah jelas dalam tuntutan 12 tahun oleh kejaksaan dinyatakan bersalah.
"Kasus putusan ini membutuhkan dukungan dari semua pihak untuk kawal bersama sampai dengan proses kasasi selesai hingga benar-benar inkrah," ucapnya.
Menurutnya, mempelajari berkas hasil putusan itu merupakan salah satu keterbukaan informasi publik.
"Alhamdulillah dapat kabar dari kejaksaan jika jaksa penuntut telah mendaftarkan kasasinya, dan siang ini melakukan ekspos untuk membuat memori kasasi," ucapnya usai bertemu dengan Wakajati Jatim Basuki Sukardjono.
Disinggung apakah dirinya akan bertemu dengan 3 hakim (Erintuah Damanik, Heru Hanindio, dan Mangapul) pemutus bebas Gregorius Ronald Tannur, sontak tegas dibntahnya.
"Enggak boleh ketemu hakim," tandasnya.
Rieke menuturkan tidak ingin hukum di Indonesia akan semakin rusak.
"Kita tidak ingin satu kasus yang terindikasi kuat adanya kejahatan luar biasa kemudian bisa bebas murni dengan mengabaikan fakta persidangan," ungkapnya.
Hal itu jelas dan terang. Sebab, kata dia, setelah membaca salinan putusan tertuang dalam putusan hakim itu tidak menyertakan fakta persidangan sebagai salah satu pertimbangan.
"Ini pertama kali di Surabaya (perkara dugaan penganiyaan dan pembunuhan) bisa vonis bebas," cetusnya.
Pertimbangan fakta, menurutnya dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah sangat tegas menuntut 12 tahun pidana penjara terhadap terdakwa.
Kendati itu, lanjut Rieke dalam tuntutan penuntut umum kepada terdakwa, pada putusan hakim memberikan vonis bebas. Ia menilai hal ini tidak lagi menjadi ajang prihatin, tapi harus ada perlawanan.
"Gak cukup prihatin. Ini bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dalam penegakan hukum," tegasnya.
Hal lain, kata Rieke, karena kalau sampai proses kasasi ini ada bukti fakta dibantu CCTV, dibantu visum, kemudian Komisi Yudisial turun membentuk tim selidiki tiga orang hakim, itu jadi pengawasan khusus.
"MA dapat laporan janji respons kasus. Kita sedang berupaya melakukan penguatan sistem hukum progresif," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi jawa Timur, Dr. Mia Amiati SH, MH merespon atas vonis putusan bebas pertimbangan, majelis hakim pada perkara dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur telah dihadapkan dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) sampai pada sidang putusan Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (25/7) lalu.
Terkait vonis bebas terdakwa, Kajati Jatim Dr. Mia Amiati SH, MH menerangkan, perbuatan terdakwa sengaja melindas atau karena kelalaiannya melindas korban (pacarnya).
Kendati itu, fakta putusan oleh hakim divonis bebas pertimbangan sebab kematian tidak diketahui.
“Padahal jelas-jelas JPU menuntut berdasarkan visum namun tidak dipertimbangkan majelis hakim, kasus posisi terdakwa sengaja melindas atau karena kelalaiannya melindas korban (pacarnya),” tegas Kajati Jatim melalui keterangan tertulis Kasipenkum Kejati Jatim, Windu Sugiarto.
"Tim JPU sudah sesuai SOP dilakukan ekspos di Kejati saat pra penuntutan dan alat bukti dari rekaman CCTV juga menjadi landasan tuntutan JPU,” urainya.
Atas vonis dimaksud, Kajati perempuan pertama di wilayah Kejati Jatim ini mengaku sangat kecewa.
“Kami sangat kecewa karena keadilan tidak bisa ditegakkan ketika kami berusaha menerapkan aspek hukum dengan menggali fakta yang ada, dan berlandaskan hati nurani menuntut atas nama negara demi menjamin adanya kepastian hukum,” sesal Mia.
Untuk itu pihak Kejaksaan akan menempuh upaya hukum kasasi sesuai dengan sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?