Self Harm Digital Pada Remaja; Fenomena Apa Lagi Ini?

Penelitian juga menemukan bahwa kasus tindakan menyakiti diri sendiri secara digital dapat menjadi tanda peringatan untuk melakukan bunuh diri

16 Dec 2023 - 06:30
Self Harm Digital Pada Remaja; Fenomena Apa Lagi Ini?
Media sosial jadi ajang self harm digital (pixabay/SJP)

Malang, SJP - Tindakan menyakiti diri atau self harm sudah sangat memprihatinkan. 

Saat ini, bahkan ada istilah self harm digital yaitu saat seseorang memposting komentar yang menyakitkan atau ancaman tentang dirinya secara online.

Pada dasarnya,  tindakan adalah bentuk penindasan dunia maya meskipun untuk diri sendiri.

Bedanya, alih-alih menargetkan orang lain secara online, seorang individu targetkan dirinya sendiri.

Penelitian juga menemukan bahwa kasus tindakan menyakiti diri sendiri secara digital dapat menjadi tanda peringatan untuk melakukan bunuh diri.

Self harm digital dapat terjadi di platform media sosial atau forum internet mana pun yang memungkinkan pengguna memposting atau berbagi kata, gambar, foto, dan video.

Biasanya orang seperti ini memposting konten tersebut secara anonim atau dengan nama palsu di ruang publik, sehingga orang lain dapat melihatnya.

Kronologinya, seseorang akan buka akun media sosial seperti profil Instagram baru dan anonim.

Lalu, ia akan berkomentar di feed tersebut dan menyakitkan bagi dirinya sendiri sepertii “Aku jelek” atau “Aku tidak berguna”,  dan semacamna.

Pengguna lain di feed mungkin berinteraksi dengan konten melalui komentar, balasan, tanggapan, pertanyaan, atau opsi lain yang tersedia di platform.

Mereka mungkin juga menyukai perilaku tersebut.

Komentar orang lain dapat membuat self harm digital berdampak lebih buruk dan bisa menjadi berbahaya.

Dalam beberapa kasus, hal ini dapat memicu kondisi lain seperti depresi dan kecemasan yang akan makin unggah komentar yang penuh kebencian.

Siapa yang Berisiko Menyakiti Diri Sendiri Secara Digital?

Belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai topik ini, namun penelitian saat ini menunjukkan bahwa remaja dan remaja lebih cenderung melakukan tindakan menyakiti diri sendiri secara online.

Sebuah studi pada tahun 2016 yang mensurvei 5.500 orang berusia 12-17 tahun menemukan bahwa hingga 6% anak-anak memposting sesuatu yang menyakitkan tentang diri mereka sendiri secara online.

Anak laki-laki lebih mungkin melakukannya dibandingkan anak perempuan.

Sebuah studi pada tahun 2017 yang mengamati tindakan menyakiti diri sendiri secara digital di kalangan remaja berusia 13-17 tahun menemukan bahwa orang non-heteroseksual tiga kali lebih mungkin melakukan tindakan menyakiti diri sendiri secara digital dibandingkan rekan mereka yang heteroseksual.

Studi ini juga menemukan bahwa remaja dengan satu atau lebih disabilitas juga lebih mungkin terlibat dalam perilaku ini secara online.

Remaja yang sebelumnya pernah mengalami gejala depresi, melukai diri sendiri secara fisik, atau mereka yang memiliki masalah kesehatan mental lebih cenderung memposting konten anonim yang menyakiti diri sendiri.

Alasan Menyakiti Diri Sendiri Secara Digital

Motivasi untuk menyakiti diri sendiri secara digital mungkin berbeda-beda.

Menurut penelitian, beberapa alasan remaja memposting konten semacam ini adalah:

  • 1.       Iseng atau agar terlihat keren
  • 2.       Bosan
  • 3.       Ingin menunjukkan bahwa mereka tangguh secara mental atau fisik dan mampu bangkit kembali dari kondisi sulit
  • 4.       Cari teman daring
  • 5.       Cari simpati
  • 6.       Cari perhatian dari teman sebaya atau orang asing
  • 7.       Meminta  bantuan atau konseling
  • 8.       Berbicara dengan seseorang tentang perasaan mereka
  • 9.       Ingin tahu apakah ada yang mau membantu mereka

Sebuah penelitian juga menemukan bahwa anak laki-laki lebih cenderung memposting konten yang menyakiti diri sendiri sebagai lelucon.

Sedangkan  anak perempuan kebanyakan melakukannya untuk mendapatkan simpati, kepastian, atau untuk mencari teman.

Bagaimana Digital Self-Harm Dapat Mempengaruhi Kesehatan?

Ini dapat memengaruhi kesehatan fisik dan emosional Anda seperti harga diri, harga diri, dan kepercayaan diri. Tapi itu juga bisa menjadi tanda memburuknya kesehatan mental.

Para ahli menemukan bahwa tindakan menyakiti diri sendiri secara digital sering kali menjadi faktor risiko depresi, gangguan kecemasan, pendidikan atau pekerjaan yang buruk atau alami perundungan.

Sebuah penelitian yang mengamati perilaku remaja menemukan bahwa mereka yang memposting tindakan menyakiti diri sendiri secara online memiliki kemungkinan 5-7 kali lebih besar untuk melaporkan pemikiran untuk bunuh diri, dan 9-15 kali lebih besar untuk mencoba bunuh diri.

Cara Menghentikan atau Mencegah Tindakan Digital Self Harm

Orang tua perlu waspadai hal ini dengan cara lacak atau pantau aktivitas internet anak, seperti situs web dan layanan streaming apa yang mereka gunakan, terutama jika mereka berusia 13 tahun ke bawah.

Ada beberapa aplikasi pemantauan, dan Anda dapat membatasi jumlah waktu aplikasi tersebut menggunakan internet atau perangkat tertentu.

Menyediakan sumber daya untuk dukungan kesehatan mental, seperti terapi atau konseling dari profesional berlisensi.

Beri waktu anak untuk bercerita apapun yang mereka alami, seremeh apapun cerita mereka.

Anak atau remaja yang merasa tidak didengar orang tua cenderung curhat di medsos dan ini bisa berbahaya. (**)

Sumber: webmd

Editor: trisukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow