Puan Maharani Wanti-Wanti Dampak Kenaikan PPN, Pemerintah Harus Siapkan Solusi untuk Rakyat
Ketua DPR, Puan Maharani, mengingatkan pemerintah untuk mempersiapkan dampak yang mungkin timbul akibat kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Suarajatimpost.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani mengingatkan pemerintah untuk mempersiapkan dampak yang mungkin timbul akibat kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Karena kebijakan itu akan berlaku efektif mulai berlaku pada 1 Januari 2025, Puan menekankan bahwa peningkatan tarif pajak harus seiring dengan peningkatan pelayanan bagi masyarakat.
"Kami memahami tujuan kenaikan PPN untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi defisit anggaran. Namun, pemerintah harus memperhatikan dampak yang akan muncul dari kebijakan tersebut," ujar Puan, Jumat (20/12/2024).
Puan mengakui, bahwa kenaikan PPN sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, dia meminta pemerintah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk para ahli, mengenai potensi dampak dari kebijakan tersebut.
"Kita harus cermat dalam memperhatikan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Karena masih ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat memperburuk keadaan bagi kelas menengah dan pelaku usaha kecil," tambahnya.
Beberapa pakar, lanjut Puan, menyatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat memunculkan berbagai masalah ekonomi. khususnya sektor konsumsi rumah tangga. Terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Bahkan pengaruhnya diperkirakan akan signifikan.
Kenaikan PPN juga diprediksi akan menyebabkan inflasi pada barang-barang kebutuhan pokok. Seperti pakaian, perlengkapan kebersihan, dan obat-obatan. Puan menyarankan agar pemerintah mempersiapkan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah lonjakan harga yang dapat memperburuk inflasi.
Berdasarkan simulasi dari Center of Economics and Law Studies (Celios), kelas menengah diperkirakan akan mengalami kenaikan pengeluaran hingga Rp 354.293 per bulan atau Rp 4,2 juta per tahun.
Sementara keluarga miskin akan menanggung kenaikan pengeluaran sekitar Rp 101.880 per bulan atau Rp 1,2 juta per tahun. Kelompok rentan diperkirakan akan menghadapi penambahan pengeluaran hingga Rp 153.871 per bulan.
Meski ada insentif dari pemerintah untuk kelompok rentan, Puan meminta pemerintah untuk menyiapkan solusi jangka panjang. Pemerintah harus memahami kondisi rakyat. Sehingga kenaikan PPN tidak membuat perekonomian rakyat semakin sulit.
Dengan dinamika ekonomi yang ada saat ini, banyak masyarakat yang sudah tertekan. Bahkan, tidak sedikit yang akhirnya terjerumus pada pinjaman online (pinjol) dengan bunga tak masuk akal. Diharapkan tidak ada lagi tambahan tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat.
Puan mengingatkan, penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN dapat menurunkan konsumsi domestik hingga 0,37 persen atau Rp 40,68 triliun. Hal itu berpotensi mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp 65,33 triliun.
Kondisi ini dikhawatirkan akan memperburuk ketimpangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin. Bahkan, sektor usaha, termasuk industri manufaktur, UMKM, dan sektor padat karya, juga diprediksi akan terdampak oleh kebijakan ini.
Puan menyebut, penurunan permintaan akibat turunnya daya beli dapat memperlambat ekonomi sektor riil dan berpotensi memicu gelombang PHK dalam beberapa tahun mendatang.
Puan berharap, pemerintah mempersiapkan langkah-langkah tambahan untuk mengatasi tantangan yang muncul akibat kenaikan PPN. Meski pemerintah berencana memberikan insentif perpajakan sebesar Rp 445 triliun, yang ditujukan untuk UMKM, dunia usaha, dan rumah tangga.
“Sektor padat karya, seperti industri tekstil sudah mengalami pelemahan selama beberapa waktu terakhir. Semoga kenaikan PPN 12 jadi persen ini tidak memperparah keadaan,” tutup Puan. (**)
sumber: beritasatu.com
Editor: Ali Wafa
What's Your Reaction?